Selasa, 01 November 2016

Renungan Part 73 (Rahasia Bahagia 1: Mengapresiasi Hal Yang Sederhana)

i.quoteaddicts.com

Apakah kita sering merasa bahwa apa yang kita punya saat ini tidak memberikan kebahagiaan pada diri kita? Lalu, kita menginginkan hal yang dimiliki oleh orang lain dimana kita berpikir "jika aku punya dan bisa seperti dia, aku pasti akan lebih bahagia". Atau kita ingin barang yang lebih bagus, Smartphone yang lebih mahal, pakaian yang bermerk internasional; kita tidak puas dan tidak merasakan kebahagiaan dengan barang kw yang kita miliki, atau barang murah yang terjangkau harganya oleh kantong kita. Kenapa kita tidak menghargai barang murah yang kita punya?
 
Pada dasarnya, kita berpikir bahwa murah adalah tanda barang tersebut tidak bernilai. Tas yang harganya milyaran, dibuat dari bahan pilihan, dirajut oleh ahlinya dan diperhatikan setiap detilnya, sehingga kualitas tas tersebut sangat terjaga. Lagipula benar pula bahwa barang yang jelek tidak akan menjadi baik, hanya dengan menaikan harganya, justru orang akan merasa pantas dengan harga yang mahal karena kualitasnya pun setara. Tapi ada satu hal yang kita tidak sadari di sini. Mari kuperkenalkan dengan Tuan Nanas, buah yang sudah tidak asing lagi di telinga kita yang sangat mudah kita temui di lingkungan kita.
 
Ketika Colombus pertama kali mendarat di Benua Amerika, Tuan Nanas tidak dikenal oleh masyarakat Eropa. Tentunya karena dia buah asli Amerika Selatan, Lalu ketika para penjelajah Eropa pulang dari benua Amerika dan membawa serta Tuan Nanas, buah ini menjadi sangat populer. Dia menjadi makanan primadona para bangsawan, dan memakan buah nanas menjadi budaya khas orang-orang kaya dan bangsawan, Tuan Nanas menjadi simbol gaya hidup kelas atas pada saat itu. Itu bisa terjadi karena Tuan Nanas sangat sulit didapat dan harganya mahal. Saking digemarinya Tuan Nanas, sampai The Fourth Earl of Dunmore, John Murray membangun sebuah villa peristirahatan dengan bentuk nanas di atapnya di tahun 1761. 
 
www.scotlandnow.com

Bisa kita bilang, nanas adalah tas hermesnya jaman dahulu, barang yang hanya dikonsumsi oleh golongan tertentu dan mengkonsumsinya memberikan perasaan yang luar biasa daripada mengkonsumsi barang yang harganya murah. Tapi, semua itu berubah ketika mesin uap ditemukan, dan nanas ditanam dalam skala besar di Hawaii, kuantitas supply yang banyak dan murahnya biaya transport membuat nanas bukan barang eksklusif, dan dapat dijangkau oleh banyak kalangan. Alhasil, seperti yang kita tahu sekarang, nanas kita anggap biasa saja, ada perubahan sikap kita terhadap Tuan Nanas dibandingkan beberapa abad sebelumnya. Padahal, rasa nanas di tahun 1700an dengan sekarang tetaplah sama. Ini adalah contoh bahwa ketika suatu barang sebenarnya memang memiliki kualitas bagus tertentu, tapi harganya murah dan melimpah, cenderung dilupakan keistimewaannya oleh orang.
 
Yang ingin aku ungkapkan adalah bahwa kita tidak pandai mengapresiasi hal-hal kecil di sekeliling kita, yang kita miliki. Seperti halnya Tuan Nanas, mungkin banyak hal lain yang kita miliki dan memiliki kualitas bagus tapi kita tidak sadari karena kita tidak mengapresiasinya dengan baik. Revolusi industri berhasil membuat barang-barang yang dulunya mahal dan tidak terjangkau oleh khalayak ramai menjadi lebih murah dan dapat dinikmati oleh banyak kalangan, tapi seiring dengan itu, ia juga mengikis rasa apresiasi kita terhadap barang tersebut. 
 
Dalam urusan mengapresiasi, kita harus belajar pada seniman, karena mereka adalah orang yang hidupnya dibaktikan dalam mengapresiasi hal-hal sederhana dan mengubahnya menjadi sesuatu yang sangat indah. Seorang pelukis perancis Paul Cezanne menghabiskan berhari-hari di studionya melukis sekumpulan apel. Kita mungkin berpikir, apa indahnya sekumpulan apel yang bertumpuk di meja? Inilah kekurangan kita, kombinasi warna merah dan kuning si apel, bentuknya, dan tata letaknya, menghadirkan keindahan tersendiri bagi Paul hingga memunculkan inspirasi baginya. Dia pandai mengapresiasi, dia bisa melihat keindahan pada sesuatu yang kita anggap biasa dan tidak indah. Padahal, untuk menjadi bahagia, kita perlu melihat keindahan dari semua hal di sekitar kita, hingga kita tidak akan bilang "aku akan bahagia jika bisa bersantai di pantai di Lombok". Tidak ada salahnya berwisata ke Lombok, yang salah adalah kita tidak bisa mengapresiasi keindahan lingkungan rumah kita sehingga kita bermimpi mendatangi Lombok yang indah dalam pikiran kita.
 
Maka pertanyaannya adalah bisakah kita melihat keindahan dari segala sesuatu yang ada di sekitar kita? segala sesuatu yang kita anggap biasa saja?

 
 
Tulisan ini terisnpirasi dari video Channel School of Life di Youtube berjudul "Why We Hate Cheap Things"

Selasa, 18 Oktober 2016

Renungan Part 72 (Bijak Meng-update Status)

makeawebsitehub.com

Media sosial seakan telah menjadi barang kebutuhan primer bagi masyarakat sekarang. Jika kita mau jujur, hati kita merasa cemas ketika ponsel kita tidak memiliki paket data untuk terhubung dengan internet dan media sosial, seakan ada sesuatu yang hilang dalam hidup ini. Ini adalah salah satu bukti bagaimana koneksi internet dan media sosial telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat dielakan. Hanya sedikit manusia saat ini yang bisa hidup tanpa ponsel pintar dan koneksi internet, terutama para generasi muda.

Media Sosial yang paling digandrungi generasi muda saat ini adalah Facebook. Berdasarkan data dari JakPat, facebook merupakan media sosial yang paling populer di negara kita, dengan jumlah pengguna  di tahun 2016 saja sekitar 77, 58 juta pengguna. Dengan jumlah sebesar ini, negara kita berada di urutan keempat pengguna facebook terbesar di dunia setelah Amerika, India, dan Brazil. Lalu apa artinya ini? Menurutku ini berarti banyak update status dan postingan-postingan yang menjengkelkan, karena kita belum bijak dalam mengupdate status.

Raditya Dika bilang, "Alay adalah sebuah fase kehidupan setiap orang", dan harus aku akui bahwa aku setuju, kita pasti pernah merasakan fase itu, terutama terkait kegiatan kita di facebook. Merujuk pada pendapatnya Tim Urban, dengan beberapa perubahan yang kurasa cocok di negeri kita, ada tujuh jenis postingan atau update status di facebook yang bisa dikategorikan "alay", maksudku adalah menjengkelkan, yang mana menjadi bukti ketidakbijakan kita dalam mengupdate status. Dan perlu diingat, ini adalah dosa kita semua, kita semua pasti pernah melakukan ini, termasuk aku sendiri. Ini hanyalah sebuah renungan betapa alaynya aku ini... Huft..... Oke, mari kita mulai mengupas kealayan diri ini:
  
1. Status Sesumbar
Status macam ini sepertinya yang paling umum kita dapat di facebook, dan status ini bisa kita bagi menjadi tiga jenis:

1a. Sesumbar "Hidup Gua Keren"
Ini adalah postingan yang berisi tentang bagaimana kerennya hidup kita, seperti diterima di fakultas kedokteran di universitas terkenal, atau sekedar baru melakukan perjalanan luar biasa dan lainnya. Biasanya postingan ini disertai dengan foto tertentu yang menjadi bukti status kita, dan tautan lokasi yang kita anggap "keren". Alasan kita memposting ini adalah pencitraan diri (gue sukses loh..., hidup gue bahagia loh..., temen-temen gue keren loh....) atau untuk menarik iri hati orang lain.

Okelah kita merasakan kebahagiaan tertentu dan ingin berbagi, kita husnuzon saja bahwa orang yang update status seperti ini memang cuma ingin tahadus binnimah, bukan ingin membuat orang lain iri atau merasa menderita karena hidupnya lebih buruk. Tapi, berbagi kebahagiaan seperti ini cocok bagi teman dekat, keluarga, dan orang-orang tertentu saja. Sementara orang yang tidak dekat dengan kita, tidak butuh ini, bahkan mereka akan merasa jengkel. Mungkin kalau mau berbagi kebahagiaan karena diterima di universitas terkenal sebaiknya kita membuat syukuran nasi kuning, tidak perlu foto surat diterimanya kita lalu diposting di FB.


1b. Sesumbar "Anak Hebat"
Ini adalah postingan khas negara kita yang masih mensakralkan pernikahan dan keluarga, biasanya berisi headline news anak kita sudah bisa apa, sedang apa, atau mau apa, lalu disertai dengan foto tertentu. Alasan kita para orang tua memposting ini adalah tentunya pencitraan diri bahwa kita adalah orang tua yang sukses mendidik anak, atau beruntung mendapat anak hebat, juga bisa jadi untuk menarik iri hati orang lain.

1c. Sesumbar "Hubungan Luar Biasa" 
Ini sama dengan sesumbar jenis kedua, hanya beda objek saja. Kalau yang ini, kita memposting betapa luar biasa romantisnya hubungan kasih yang kita jalani bersama pacar, atau pasangan sah kita. Alasan kita memposting ini sudah pasti pencitraan diri atau untuk menarik iri hati orang lain.

Inti dari poin sesumbar ini adalah kita merasa senang ketika tahu bahwa kehidupan kita lebih baik dari orang lain, dan orang lain mendambakan kehidupan yang kita miliki dengan me-like postingan kita atau memberikan komentar tertentu. Sejujurnya, postingan sesumbar seperti ini sungguh menjengkelkan kan?

2. Status Kabar Menggantung
Ini adalah status yang menjelaskan bahwa sesuatu yang baik atau buruk terjadi pada kita tapi tidak mencantumkan detil kejadian tersebut. Jenis status ini pun sangat umum ditemui di timeline kita, biasanya berisi potongan ucapan rasa syukur, rasa senang atau umpatan tertentu tanpa ada konteks yang menyertainya.

Alasan kita membuat status seperti ini adalah tidak lain tidak bukan, mencari perhatian. Kita akan senang ketika muncul banyak komen bertanya "kenapa? ada apa?" dan lainnya yang meminta penjelasan lebih lanjut tentang konteks status kita. Dan bagian yang menarik adalah bagaimana kita merespon pertanyaan tersebut. Dan dari cara kita meresponnya, kita bisa kategorikan menjadi empat tipe berikut:

Tipe Selebriti: si penulis status tetap diam tak menjawab, memperlakukan orang yang komentar bagai fans yang tidak penting
Tipe Ibu Arisan: si penulis menjelaskan semuanya di komen seperti ibu arisan yang sedang bergosip. Sebenarnya dia ingin mengungkapkan itu secara publik tapi dia tidak ingin memberitahu begitu saja, dia ingin ada yang kepo bertanya dulu.
Tipe Makhluk Tersiksa: si penulis menuliskan status tentang kabar buruk, dan dia merespon semua komentar tapi tetap menyisakan misteri tentang apa yang sebenarnya terjadi
Tipe Tuan Putri: si penulis menuliskan status tentang kabar baik, dia merespon komentar tapi tetap menyisakan misteri seakan-akan ingin berkata "liat saja nanti, pasti tahu sendiri kok!" Dia ingin membuat semua "fansnya" menunggu-nunggu kabar baik tersebut terungkap. Tipe ini sangat spesial, karena ia juga memiliki rasa narsisme, ingin menyulut rasa cemburu orang lain, dan senang melakukan pencitraan diri.

3. Update Status Yang Harfiah
Ini adalah update status tentang kegiatan kita sehari-hari yang biasa saja, tidak spesial, tidak penting untuk disiarkan di facebook. Salah satu contohnya adalah "OTW ke kantor nih" atau "Akhirnya tugas kelar... saatnya santai..." dan status-status lain yang sejenis dengan itu. Alasan kita membuat status semacam ini adalah karena kita kesepian, narsis, atau kita berpikir bahwa update status haruslah benar-benar update dari kegiatan kita sehari-hari.

Kita harus sadar bahwa tidak semua kegiatan sehari-hari kita menarik bagi semua "teman" facebook kita yang jumlahnya ribuan itu. Ada hal-hal tertentu yang menarik bagi lingkaran kenalan kita tertentu, dan ada yang tidak. Misalnya, kekasih atau pasangan tentu sangat tertarik dengan update kegiatan pasangannya, sudah makankah, atau sedang apakah, tapi tidak dengan yang hanya kenal, apalagi hanya kenal di facebook dan tidak pernah benar-benar berkomunikasi.

4. Pesan Pribadi Yang Dipublikasikan
Ini adalah status yang berisi pesan dari satu orang ke orang tertentu yang sebenarnya tidak perlu dipublikasikan kepada masyarakat facebook yang tidak berkepentingan. Misalnya "kangen deh... kapan kita ngumpul bareng lagi?" atau "malam luar biasa bersama Budi dan Susi, kalian memang teman terbaik!!" Alasan kita membuat postingan seperti ini adalah pencitraan diri, ingin menyulut kecemburuan orang lain, narsisme, atau terlalu bodoh untuk bisa membedakan mana pesan pribadi mana yang bukan.

Menurut Tim, tidak ada satupun alasan baik untuk membuat status seperti ini, justru kita bisa membuat daftar tujuan menjengkelkan orang mempost ini:
- untuk membuat diri kita dan kehidupan sosial kita terlihat keren
- untuk pamer kepada orang bahwa kita adalah teman yang baik, dan juga teman kita yang disebut pun teman yang baik
- untuk membuat orang lain merasa iri hati dan merasa hidupnya buruk

Postingan seperti ini bisa saja ditumpangi tujuan yang terakhir karena kita memang ingin orang tertentu membaca status ini, dan membuat mereka merasa buruk dan iri, karena kita membenci mereka.

5. Pidato Oscar Gak Jelas
Isi status ini biasanya adalah luapan rasa cinta atau terimakasih tanpa alasan yang jelas kepada orang yang tidak jelas disebutkan. Tidaklah salah jika kita ingin mengekspresikan kasih sayang atau terima kasih kita, tapi mengupdatenya di facebook? itu kurang tepat. Toh jika kita menyebutkan orang tertentu di status tersebut, tetap itu kurang tepat karena ratusan teman facebook lainnya yang tidak berkepentingan melihat itu. Bukankah akan lebih bijak jika kita menghubungi orang tersebut secara pribadi dan mengekspresikannya langsung? kenapa harus lewat FB? jelas kan? kita hanya cari perhatian.

6. Status Pencerah
Harus aku akui, status jenis ini adalah dosa terbesarku, status yang isinya adalah sebongkah kata-kata kebajikan entah dari orang bijak, pemuka agama, atau kitab suci agama tertentu, tanpa ada yang meminta. Kita hanya menuliskannya begitu saja. Dan alasan kita memposting ini tidak lain tidak bukan untuk pencitraan diri serta karena narsisme (Tobat.... Tobat....)

Oke, tidak ada salahnya ketika kita mulai menapaki jalan pencerahan mencari makna kehidupan lewat kebijaksanaan orang-orang terdahulu atau pemuka agama, tapi memposting quote seperti itu terkesan kita ingin berkata "halo teman-teman Facebook, aku tahu rahasia kehidupan, dan biar aku mengajari sesuatu kepada kalian agar kalian juga tercerahkan." Jujur saja, itu menjijikan. (sambil menunjuk diri sendiri....)

Masalahnya adalah kita tidak bisa menginspirasi orang lain hanya lewat kata-kata. Tindakan kita lah yang menginspirasi orang lain, untuk dapat menginspirasi hanya lewat kata-kata, kita harus sekelas Om Mario Teguh dulu.... Dan dengan menganggap bahwa diri kita yang hina ini mampu menginspirasi orang lewat sepotong ayat atau ajaran tertentu, artinya kita itu narsis.  Selanjutnya, mari kita jujur dengan hati kita, bahwa kita mempost hal seperti ini adalah untuk pencitraan diri. Kita ingin orang lain melihat betapa tercerahkannya hidup kita.

7. Tukang Share Hate Speech
Status jenis ini mungkin yang paling khas aku temui di timeline ku setelah status sesumbar. Mengingat dan meninmbang kejadian pilpres terakhir yang sangat keras sekali black campaign berbau agama dan sara, maka status jenis ini mulai terlahir dan belum hilang sampai sekarang. Biasanya isinya adalah pengungkapan aib tokoh tertentu atau kelompok orang tertentu, atau juga konspirasi tokoh atau kelompok orang tertentu. Biasanya lagi, selalu dihubungkan dengan agama.

Oke mungkin para peng-ngeshare postingan seperti ini berniat baik, yaitu mengingatkan saudara seagamanya atau dakwah, tapi jujur saja, dakwah ini hanya menyulut kebencian dan amarah. Aku rasa, motif orang-orang ini yang sebenarnya adalah kebencian dan narsisme, mereka adalah pemuja ego yang terluka. Apa ini yang disebut dakwah agama penyebar kasih sayang? Ko kabar yang bisa saja belum tentu benar main share-share saja? fitnah dong?

Solusi
Lalu, bagaimana update status yang bijak itu? Masih menurut Tim Urban, pada dasarnya status yang bijak itu adalah status yang memberikan dampak positif bagi pembacanya. Jadi karakter status yang baik adalah ia informatif atau menarik bagi khalayak ramai, atau juga status yang lucu dan menghibur. Kita tahu status tersebut tidak menjengkelkan, karena ada dampak baik yang terasa pada si pembaca, bukan hanya pada si penulis saja. Memang agak sulit menarik garis tegas dalam menilai mana yang informatif, menarik, lucu, dan menghibur, tapi setidaknya kita memiliki panduan dalam menulis status, tidak hanya menulis begitu saja dan tanpa sadar, motif-motif seperti pencitraan diri, narsisme, ingin membuat orang lain iri hati, atau membuat orang lain sedih dengan hidupnya, cari perhatian, dan kesepian mengambil alih. Semoga kita semua bisa lebih bijak dalam meng-update status. 




 
  


 

Senin, 10 Oktober 2016

Renungan Part 71 (Mencari Rahasia Makan Enak)

drscdn.500px.org

Salah satu hobiku dalam mengisi waktu luang adalah menonton, entah film, serial Tv ataupun dokumenter, yang penting tontonan tersebut memiliki konten yang bisa memberikan inspirisai.  Kali ini, inspirasi renunganku datang dari sebuah Drama Korea berjudul Let's Eat. Cerita nya sih... masih seputar cinta-cintaan, dan dibumbui dengan sedikit misteri. Tapi yang menarik adalah bagaimana drama ini memfokuskan adegan makan para tokoh dengan sedikit berbeda dari drama-drama yang biasa aku tonton. Apapun makanan yang mereka makan akan sangat tampak lezat! Aku harus benar-benar memuji si sutradara, karena aku yakin setiap adegan itu pasti menggugah selera siapapun yang menontonnya!

Aku pun berpikir bahwa aku ingin seperti tokoh di drama itu, dimana setiap makanan yang kumakan harus lezat seperti di drama tersebut. Mungkinkah itu terjadi? Bagaimana langkah mewujudkan itu? Kemungkinan pertama, aku seringkali membedakan makanan menjadi makanan enak, biasa saja, dan tidak enak. Makanan tidak enak ya makanan yang dimasak dengan tidak benar, bisa jadi kebanyakan garam, atau bumbu lainnya. Lalu makanan biasa saja umumnya adalah makanan rumahan, dan makanan warteg, dimana aku bereaksi biasa saja ketika menyantapnya. Lalu makanan enak itu adalah makanan yang penyajiannya menarik, makanan dalam dan luar negeri yang biasanya ada di restoran-restoran agak mahal sampai mahal, dimana ada peraaan wah ketika menatap dan menyantapnya. Lalu, jika aku ingin selalu makan enak, artinya aku harus selalu membeli makanan kategori enak itu, yang pastinya akan menguras kantong yang sudah cekak ini. Sangat tidak mungkin.

Kemungkinan kedua, mungkin aku salah mempersepsikan apa itu makanan enak. Soal rasa makanan adalah masalah yang subjektif, ada yang senang asin, manis, atau keduanya. Makanan Asia Tenggara biasanya sangat kuat dengan bumbunya, sedangkan makanan barat sangat minim bumbu, lebih plain. Tapi menurut masing-masing orang, makanan mereka enak kok. Jadi jelas yang salah adalah cara aku mempersepsi makanan itu sendiri. Setiap makanan, memiliki rasa khasnya masing-masing, dan ketidakenakan itu hanya soal selera, dan selera berasal dari pola pikir saja, dan pola pikir masih bisa aku rubah.

Jadi, dalam misi mencari rahasia makan enak, aku merangkum satu hal penting yang akan aku ujicobakan selama beberapa pekan ke depan:
Belajar dari drama Korea tadi, aku ingat satu prinsip yang kubaca dari sebuah buku yaitu, "berada pada saat ini" artinya aku fokus 100 persen pada apa yang aku lakukan saat tertentu, yang katanya akan sangat mempengaruhi rasa makanan. Praktiknya sederhana, yaitu ketika aku hendak makan, aku harus menatap dan memperhatikan makanan itu secara detil, mencium baunya, dan di setiap gigitan, aku menggigitnya dengan perlahan, merasakan sensasi rasa dan tekstur dari makanan yang sedang aku kunyah. Persis seperti yang ditampilkan dalam drama korea itu. Fokus 100 persen berarti aku tidak makan sambil melakukan hal lain, seperti menonton TV misalnya, atau mungkin melakukan kegiatan-kegiatan lain yang akan memecah konsentrasiku menikmati makanan.
Oke.... saatnya ujicoba....     

 

 

Selasa, 04 Oktober 2016

Renungan Part 70 (Untuk Apa Menikah?)

michelephoenix.com
Di umur yang sudah mencapai di atas 25, tekanan sosial untuk melaksanakan pernikahan sangat kuat. Bagi wanita tekanan ini mungkin bisa sangat meresahkan jiwa, karena ketika umur mencapai 30 atau lebih stigma negatif seperti "perawan tua" di beberapa budaya dan masyarakat mulai menempel. Sampai-sampai ada anekdot bahwa ketika umur segitu, wanita sudah tidak akan pilih-pilih lagi pria yang melamar mereka, ada yang melamar saja sudah syukur. Bagi pria, mungkin agak lebih ringan, karena tidak ada stigma negatif seperti itu, tapi bagaimanapun, tekanan sosial dan keluarga khususnya bisa sangat meresahkan, terlebih lagi jika ditambah kesiapan yang mungkin belum matang. Kesiapan yang aku maksud adalah kesiapan finansial. Sepertinya kita sudah paham, bahwa menikah itu mahal. Mungkin kurang tepat, bukan menikahnya yang mahal, tapi pesta resepsinya yang mahal, karena disitu adalah ajang pertarungan ego dan prestise bagi pengantin dan/atau kedua orang tua mereka.

Pernikahan menjadi sangat penting bagi kalangan umat islam karena ia dianjurkan oleh agama, dikatakan bahwa menikah adalah sebagian dari agama, menikah adalah ibadah. Disamping itu, menikah juga menjadi jalan satu-satunya penyaluran hasrat biologis yang disahkan agama islam. Jadi sederhananya, sebagai muslim kita menikah karenta itu anjuran agama, kita meniatkan menikah sebagai ibadah. Tapi aku tidak pernah sesederhana itu, bagi orang yang terlalu banyak merenung sepertiku, itu tidak cukup. Seperti tidak cukupnya bahwa ibadah sholat dan puasa adalah sarana untuk menumpuk pahala, sehingga nanti kita akan masuk surga, itu tidak cukup aku ingin lebih.
 
"The purpose of our relationship is to live our lives to the highest potential, and at the same time, nurturing the spiritual growth of another"

Sebuah kutipan yang kudapat dari IG Gobind Vashdev, penulis buku  Happiness Inside, seakan memberiku inspirasi apa yang aku inginkan dalam pernikahan. Jika menikah adalah ibadah, maka pasangan suami istri berkewajiban saling bahu membahu merawat spiritualisme dalam diri, yang dikatakan kadang meningkat dan menurun. Kedua belah pihak saling mengingatkan dalam kebaikan, karena walau membina keluarga itu ibadah, pasangan dan anak pun bisa menjadi fitnah bagi diri kita ketika mereka justru mematikan spiritualisme dalam diri. 

Terkadang bagi sebagian orang, menikah adalah meninggalkan potensi diri mereka demi pasangan, tapi bagiku justru pasangan adalah orang pertama yang harus mendukung potensi kita, dan sebaliknya. Terlepas dari fungsi suami dan istri dalam kerangka budaya kita, pasangan tidaklah harus berpikir sempit, tapi justru membebaskan dan bahu membahu demi mencapai potensi diri tertinggi yang bisa dicapai dalam hidup yang singkat ini. 

Perasaan senang terhadap pasangan yang biasa kita sebut cinta seringkali justru membatasi mereka, memangkas potensi mereka hanya demi menyenangkan diri kita. Lalu kita bersembunyi di balik cinta dan peduli, padahal yang benar-benar kita pedulikan adalah perasaan nyaman kita sendiri melihat pasangan menjadi seperti yang kita mau. Aku tidak ingin menjadi seperti itu.

Untuk saat ini, bagiku menikah itu seharusnya bukan karena tekanan sosial, bukan karena merasa tertinggal dari teman, bukan karena dipaksa orang tua, bukan karena sudah tidak tahan ingin menyalurkan kebutuhan biologis atau alasan egois lainnya. Menikah itu harus diniatkan untuk ibadah, untuk mencapai potensi tertinggi dalam hidup, untuk saling merawat spiritualisme dalam diri pasangan.
  
 



Kamis, 29 September 2016

Renungan Part 69 (Yang Tengah-Tengah Itu Baik)


www.activateyourstrengths.com


Isu rokok memang bukan isu baru, gerakan menentang rokok sudah ada dari zaman aku melek keadaan lingkungan. Kemudian, pemerintah pun turut serta berusaha menurunkan jumlah perokok antara lain merubah tulisan di rokok yang dulunya "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin" menjadi tulisan yang lebih keras "merokok membunuhmu" ditambah gambar yang menyeramkan. Niatnya sih... biar para perokok tidak lagi beli rokok karena takut dengan semua ancaman itu. Katanya, menurut penelitian, merokok aktif dan pasif itu memang bisa menimbulkan penyakit-penyakit tadi, dan akhirnya menyebabkan kematian, tapi apakah itu efektif menurunkan jumlah perokok?

Ayahku adalah seorang perokok, dan banyak pria lainnya di lingkungan rumahku, begitupula kakekku yang telah meninggal pada umur 70 tahun (perokok yang panjang umur). Dan banyak kesaksian lainnya dari perokok yang telah merokok berpuluh-puluh tahun tapi tidak merasakan penyakit tadi. Walau aku tidak pernah mendengar penelitian tentang kelompok orang ini, dan aku tidak tahu berapa jumlah mereka, tapi mereka benar benar ada, perokok yang tidak sakit. Setelah kuperhatikan, ternyata ada satu perbedaan antara perokok yang sakit dan tidak, yaitu kuantitas rokok yang mereka hisap. Kakekku, si perokok yang panjang umur, biasanya hanya merokok satu batang rokok kretek setelah makan, begitu pula ayahku. Artinya, merokok dalam jumlah yang wajar sebenarnya mungkin tidak beresiko menyebabkan penyakit. 

Terkadang aku berpikir, masyarakat kita ini aneh, sangat membenci rokok seakan-akan hanya dialah penyebab masalah kesehatan manusia. Jika kita mau jujur, ada penyakit lain yang disebabkan bukan karena rokok, misalnya diabetes, lalu apakah jantung hanya disebabkan oleh rokok? adakah sebab lain? faktor obesitas pun bisa menyebabkan jantung, dan mengkonsumsi makanan tidak sehat seperti makanan cepat saji dan mengandung MSG secara berlebih pun bisa menyebabkan penyakit. Kesimpulannya penyakit kita datang dari berbagai banyak faktor. Anehnya lagi, dari sekian banyak faktor, kenapa hanya rokok yang memiliki kampanye khusus?

Jika kita tarik satu benang merah, maka semua penyakit itu berasal dari sesuatu yang kita konsumsi secara berlebihan. Gula berlebih menyebabkan diabetes, rokok berlebih menyebabkan penyakit paru-paru, bahkan makan berlebih pun menyebabkan obesitas yang pada akhirnya memicu berbagai macam penyakit. Pada dasarnya aku percaya bahwa apapun itu, jika berlebihan, akan memberikan dampak negatif. Suka berlebihan, menghasilkan fanatisme buta. Benci berlebihan menghasilkan klaim selalu benar dan yang dibenci pasti selalu salah. 

Yang terbaik adalah seimbang dalam segala hal, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Seperti bunyi sebuah mahfudzat yang kupelajari di pesantren dulu. khairul umuri ausatuha. Sebaik-baik perkara adalah yang di tengah-tengah. Jika kita perokok, maka merokoklah secukupnya, lalu makanlah secukupnya, minumlah secukupnya, suka dan bencilah secukupnya.