Ada dua hal
yang menjadi pertanyaan orang kepada seseorang yang telah lulus kuliah, pertama,
kerja dimana sekarang? Sebagian besar orang terutama yang berasal dari kampung
akan selalu merasa bahwa lulusan universitas di kota besar pasti akan mendapatkan pekerjaan yang bagus
dengan gaji yang cukup besar. Mereka tidak tahu bahwa ada ribuan sarjana tiap
tahunnya yang menganggur dan berkompetisi mencari pekerjaan. Mencari pekerjaan?
Bukankah seharusnya para sarjana itu menciptakan lapangan kerja? Setidaknya itu
yang sering dikatakan oleh para ahli di acara talkshow tentang bisnis yang
ditayangkan jam 9 malam. Dan realitanya dibutuhkan dari sekedar selembar ijazah
untuk mendapatkan pekerjaan di zaman ini.
Budi anak
kepala desa contohnya, dia satu fakultas, satu jurusan, bahkan satu kelas
dengan Bayu. Mereka bahkan indekost di tempat yang sama, tapi dengan porsi
patungan yang berbeda. Orang tua budi adalah orang terkaya di kampung,
sementara, orang tua bayu hanya seroang buruh tani. Budi bukan tipe orang yang
senang belajar, bayu sangat tahu itu karena mereka telah berteman sejak SD.
Setiap upacara bendera di hari senin, Budi adalah anak pertama yang melompat
pagar di sekolah yang diikuti anak-anak lainnya, dan itu sudah dilakukannya
sejak SMP. Pacaran, bolos, nongkrong adalah hobinya, sungguh berbeda dengan
Bayu yang menghabiskan waktu luang di sekolah dengan membaca di perpustakaan,
sepulang sekolah dia sibuk membantu ayah di kebun atau menggembala domba, dan
malam harinya dia mengerjakan PR. Dunia Budi dan dunia Bayu seakan berbeda dan
tidak pernah bertemu, hanya pada satu waktu yang selalu mempertemukan mereka, ketika
Budi mencontek setiap PR-Bayu pagi-pagi sewaktu SMA. Harus diakui, Budi sangat
rajin melakukan itu.
Rasanya
bisa ditebak bagaimana kelakuan Budi saat kuliah, jika tanpa bantuan Bayu dia
hampir tidak bisa menyelesaikan tugas akhirnya. Tapi sekarang, dia kini bekerja
di departemen Pertanian di desa, dan katanya dia sudah diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil, sebuah titel yang banyak didambakan banyak orang karena dengan
menjadi PNS hidup kita terjamin sampai tua, dan yang lebih penting lagi, kata
orang kerjanya tidak susah. Kau bisa datang telat, dan pulang lebih awal.
Berbincang sepuasnya di kantor, dan terkadang kita dapat uang tambahan dari
proyek-proyek tertentu. Untuk menjadi PNS tentu tidak mudah, ada serangkaian
tes yang harus dilewati. Tapi bisa Bayu pastikan, Budi tidak lulus tes itu
jikapun dia ikut tes. Sudah bukan
rahasia kalau pamannya yang bekerja sebagai anggota DPRD membantu kelulusannya
itu.
Lain halnya
dengan Gading, tetangga kosan Bayu saat ini, dia adalah seorang desainer grafis
yang sebenarnya tidak memiliki titel sarjana. Bukan karena dia tidak pernah
kuliah, tapi dia tidak pernah menyelesaikan kuliahnya. Mungkin bagi kebanyakan
orang, lembar ijazah sangatlah penting, bahkan jika kita tidak memilikinya,
serasa dunia ini telah berakhir. Tapi tidak bagi gading, dengan skill yang
memang luar biasa, tanpa ijazah sekalipun dia dapat dengan mudah mendapatkan
pekerjaan. Kenyataannya, di beberapa jenis pekerjaan tertentu, terkadang ijazah
tidaklah diperhitungkan. Ketika membicarakan masalah kesuksesan karir, gading
selalu berkata bahwa banyak orang-orang besar yang tidak pernah selesai kuliah
atau bahkan tidak pernah sekolah sama sekali. Sebutlah Bill gates, steve jobs,
atau Mark Zuckenberg, siapa yang tidak mengenal mereka? pemilik perusahaan yang
luar biasa besar, dan mereka tidak pernah lulus kuliah. Kau tahu Susi sang
menteri kelautan di kabinet Jokowi? Dia bahkan tidak pernah lulus sma.
Begitulah kata gading yang kini bekerja sebagai desainer grafis di perusahaan
milik pamannya. Bayu pikir itu hanya alasan saja.
Bayu
berbeda dengan Budi karena dia terbiasa berjuang mendapatkan yang dia inginkan,
dan tidak bisa seperti Gading yang tetap dapat mendapatkan pekerjaan tanpa gelar
sarjana. Tanpa kenalan, memang akan sulit mencari pekerjaan bagus, maka dia
lebih memilih mencari beasiswa untuk melanjutkan studi, Bayu yakin semakin
tinggi pendidikan semakin terbuka peluang untuk orang sepertinya. Tuhan memang
selalu memberikan apa yang hamba-Nya doakan dan usahakan, tak lama setelah
lulus, Bayu mendapatkan beasiswa ke luar negeri dan mendapat ikatan dinas
setelah lulus nanti di sebuah perusahaan asing. Bayu akan berangkat bulan
depan, ketika pelatihan bahasa negara tujuan telah selesai. Nanti dia bisa
menjawab pertanyaan pertama tadi dengan senyum yang lebar, “aku bekerja di
perusahaan asing”. Tentu orang akan merespon dengan kagum, membayangkan gaji
dan fasilitas yang didapat olehnya, rasa iri tentu ada tapi mereka tidak bisa
berbuat apapun. Dia bisa membahagiakan orang tua, dan membiayai sekolah kedua
adiknya yang masih SMA.
Pertanyaan
kedua adalah kapan menikah? Ini adalah tahapan yang penting bagi manusia, bagi
sebagian orang, menikah itu impian, hidup terasa tidak sempurna tanpa memiliki
pasangan dan keturunan. Ada juga yang bilang menikah bisa membawa hidayah.
Tetangga Bayu, Bang Junaedi contohnya, dia bercerita suatu waktu bahwa sebelum
menikah dia senang mabuk-mabukan dan berjudi, kerja tidak jelas atau serabutan,
dan malas. Tapi ketika dia jatuh cinta dan akhirnya memutuskan menikahi wanita
yang dicintainya, dia berubah drastis, dia tidak ingin membuat wanita idamannya
itu menderita sehingga dia berjanji untuk memberikan kehidupan yang layak
dengan bekerja dari pagi buta hingga malam, tak disentuhnya lagi minuman keras,
apalagi meja judi. Pernikahan dapat merubah orang, atau mungkin cinta yang
menjadi dasar pernikahan itu yang merubah seseorang.
Bayu
memiliki teman di kelas bernama Gandasari, dia wanita jawa yang sangat menawan.
Rambutnya hitam sebahu dan kulitnya putih bersih seperti bintang iklan produk
sabun di televisi. Jika bidadari itu ada, maka senyumnya adalah prewujudan
bidadari itu sendiri. Tidak ada pria yang tidak bertekuk lutut jika dia mulai
memainkan matanya dengan nakal, sebuah bola mata coklat muda yang bersinar
ketika cahaya matahari pagi menerpanya. Setidaknya, hati Bayu pernah berdegup
kencang ketika mereka berbicara dan tak sengaja memandang mata coklat itu.
Wanita
seperti Gandasari selalu menjadi perhatian di kampus, tentunya dia pun selektif
memilih teman, karena dia tahu dengan penampilan fisiknya dia bisa melakukan
banyak hal. Banyak mahasiswa yang jatuh hati kepadanya, tak sedikit yang harus
menerima pil pahit karena penolakannya. Hanya satu tipe pria yang akan
diterimanya, orang kaya, atau anak orang kaya. Menurut Bayu itu wajar, karena
kau membutuhkan lebih dari sekedar perhatian, antar jemput, dan makan bareng
untuk membuat Gandasari tetap terlihat seperti itu. Kau perlu mempertimbangkan
biaya salon, kosmetik, pakaian dan sepatu bagus.
Sudah menjadi rahasia umum, jika dia senang gonta-ganti pasangan, tapi suatu waktu sepertinya
dia kena batunya dengan gaya hidup seperti itu. Desas-desus bahwa Gandasari
telat tiga bulan menyeruak, awalnya bayu tidak percaya, sampai suatu waktu ada
undangan pernikahan datang kepadanya atas nama Gandasari dengan pacar
terakhirnya, anak seorang jenderal. Apa yang membuat dia memutuskan menikah
saat dia ataupun pacarnya belum lulus kuliah? Pelajaran berharga yang Bayu dapat
darinya adalah jangan pernah menikahi orang yang hanya ada untukmu ketika kau
senang. Sebulan setelah pernikahan, Gandasari bukan lagi bidadari yang menjadi
idaman laki-laki. Mata sembab, serta beberapa bagian tubuh yang terlihat
membiru merupakan aksesoris harian yang selalu dia coba sembunyikan, dan
wajahnya tampak tidak pernah berseri seperti dulu. Tidak ada cahaya semangat di
matanya seperti yang Bayu lihat di mata Bang Junaedi. Bagi Gandasari,
pernikahan adalah hal yang berbeda.
Bagaimana
dengan Bayu? Pernikahan yang didasari cinta adalah yang terbaik. Cinta
pertamanya datang saat SMA, gadis yang berhasil mencuri hatinya adalah teman
kelas di sekolah dulu, dan jika kau bertanya apa yang membuat Bayu menyukainya,
dia tidak akan bisa menjawab. Cinta tidak perlu alasan, karena jika kau mencari
alasan atas cintamu, itu bukanlah cinta. Perasaan itu datang secara tiba-tiba,
saat hati Bayu berdegup kencang setiap kali melihatnya, saat Bayu tidak mampu
menatap matanya ketika berbicara dengannya, saat tingkah Bayu menjadi kikuk di
depannya karena takut terlihat buruk, saat rambut hitamnya secara tidak sengaja
tersentuh oleh tangan Bayu dan menyebabkan getaran hati yang tidak biasa, saat
mimpi Bayu dipenuhi oleh wajah dan senyumannya, saat Bayu menunggu dengan gelisah
jawaban smsnya padahal yang mereka bicarakan hanya sekedar tugas sekolah.
Winda
adalah gadis itu, putri seorang pegawai kelurahan di desa. Bagi
kebanyakan lelaki, mungkin tidak ada yang spesial dari dirinya, sehingga Bayu
sempat bepikir apakah dia menarik sehingga Bayu mencintainya atau karena Bayu
mencintainya, dia jadi menarik. Cinta memang tidak dapat dijelaskan dengan
logika. Beruntungnya Bayu, ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan,
Winda pun ternyata menaruh perhatian pada dirinya, dan sejak itu mereka dekat
dan merancang masa depan bersama. Kini
malaikatnya ini telah bekerja di sebuah rumah sakit di daerah Fatmawati Jakarta
Selatan sebagai suster, dan setelah Bayu menyelesaikan studinya nanti di luar
negeri, mereka akan menikah. Pertunangan telah dilakukan keluarga besar di
desa, sebuah cincin emas dimana terukir nama mereka melingkar di jari Bayu dan
jari Winda sebagai tanda bahwa mereka akan segera menjadi pasangan selamanya.
Betapa
indahnya hidup Bayu kan? Semuanya terlihat begitu sempurna, dia akan memiliki
pekerjaan yang banyak orang dambakan, dan telah memiliki calon istri yang segera
akan dia nikahi setelah selesai studi. Bayu sering membayangkan di masa depan
ketika dirinya bangun tidur di sebuah kamar berukuran 5x5 meter bergaya
minimalis yang didominasi warna putih, tempat tidur pegas berukuran besar
membuat tidurnya nyenyak dan oleh karena itu dia terbangun dengan badan yang
segar, hangatnya selimut dan halusnya seprai putih serta lembutnya dekapan
istri benar-benar membuat pagi cerah sekali, walau mungkin cuaca di luar sana
sedang mendung. Bayu membangunkan istrinya dengan kecupan lembut, yang dibalasnya
dengan senyuman dan erangan manja, kemudian dua anak kembar mereka menyeruak
masuk sambil memanggil papa, oh ya, mereka ada rencana untuk berlibur hari ini,
mereka sekeluarga akan pergi berpiknik di daerah Bogor.
Terkadang, Bayu
tersenyum sendiri membayangkan hal-hal seperti itu. Dia memang senang
berimajinasi, karena imajinasi itu hal yang penting, sebagaimana yang seorang
ahli fisika terkenal katakan “Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan”. Imajinasi
pula lah yang telah membawanya ke titik ini, mungkin sebagian orang menyebut
imajinasi itu dengan istilah lain, “mimpi”.
“Ah...
hidupku seakan mimpi yang indah” Pikir Bayu. Tapi imajinasinya ini terganggu
dengan sampainya bus transjakarta yang dari tadi dia tumpangi di pemberhentian
terakhirnya, yaitu lebak bulus. Untuk mencapai tempat kosnya, Bayu harus
menaiki angkot sekali ke arah Rempoa. Tempat kosnya berada di sebuah Perumahan
yang cukup elit, artinya rumah di situ mayoritas rumah mewah, di rumah itu ada
sekitar lima kamar yang disewakan, dan hanya tiga yang sekarang terisi. Tujuh
ratus ribu per bulan adalah harga yang sepadan dengan kamar yang tidak terlalu
besar itu, karena selain tempat tidur, penghuninya diberikan fasilitas lemari
dan kipas angin.
“baru balik
pelatihan?” Gading, rupanya sedang berada di ruang tengah menonton TV saat dia masuk.
Dulu dia memiliki rambut kribo yang sungguh mengganggu, rambutnya itu bau dan sepertinya
dia jarang keramas. Sampai suatu waktu dia curhat bahwa dia tidak pernah
berhasil mendekati wanita, Bayu dengan asalnya bilang bahwa dia harus mencukur
habis rambut kribonya, dan ternyata dia benar benar mengikutinya. Kini
kepalanya botak dan itu lebih cocok buat dirinya. Beberapa minggu kemudian, dia
berhasil mendapatkan pacar, seorang mahasiswi di sebuah universitas di Jakarta,
dia pun berterimakasih pada Bayu, katanya tanpa saran untuk mencukur rambut,
dia tidak akan berhasil mendekati gadis itu. Bayu tak pernah menyangka saran
asal itu dapat membantu.
Gading
adalah orang yang makan paling banyak diantara semua penghuni kosan ini, dia
selalu menjadi orang pertama yang duduk di meja makan, dan orang terakhir yang
selesai makan, bukan karena dia butuh waktu lama untuk makan tapi karena satu
piring tidak pernah cukup baginya, hanya saja kemana perginya nutrisi dari
semua makanan itu adalah sebuah misteri. Banyak wanita yang pasti iri
dengannya, faktor genetis, begitulah kata Gading, tapi Bayu lebih percaya bahwa
dia itu cacingan.
“iya nih...
Tante Mira belum balik ya?” Tanya Bayu.
“belum
tuh.... betah banget di kampungnya, haha.” Tante Mira adalah pemilik rumah ini,
dia seorang janda pejabat, rumah ini adalah salah satu warisan sang suami.
Sudah seminggu ini dia pulang ke kampung halamannya di Banjarmasin. Bayu
menghempaskan tubuhnya yang lelah ke sofa hitam besar tepat disamping Gading.
“nonton apa?”
Bayu mencomot popcorn yang dipegang Gading.
“berita
seru banget... dalam seminggu ini sudah ada lima meteor jatuh di berbagai
belahan dunia, tuh.... yang terakhir jatuh di jakarta, di pantai ancol.”
“ooh....
ada berapa korban jiwa?” Bayu kurang tertarik dengan berita seperti itu.
“di ancol
sih tidak ada korban jiwa.. jatuhnya di laut...” gading memindahkan saluran tv,
kini mereka menonton sebuah diskusi yang membahas berbagai teori tentang
fenomena meteor itu.
“tidak ada
yang lain acaranya?” protes Bayu.
“hampir
semua stasiun TV menayangkan berita ini... paling sinetron... kau mau nonton
sinetron?”
“gak deh...
lebih baik acara ini...” dari semua acara di televisi, sinetron berada dalam
daftar acara yang dibenci bayu. Dia tidak mengerti kenapa sebagian masyarakat
indonesia senang menonton acara yang tidak bermutu seperti itu. Jika
dibandingkan serial tv luar negeri, yang memiliki ide cerita kreatif, modal
besar, dan kemampuan akting yang bagus dari para tokohnya, sinetron indonesia
benar-benar kebalikannya. Ide ceritanya mudah ditebak, tidak logis, akting yang
tidak bagus, adegan marah yang terlalu berlebihan bahkan terkesan lebay, lalu
kisah percintaan yang tidak realistis dan tidak mendidik. Bagi bayu, itu semua
memuakan, lebih memuakan dari pada acara talkshow yang sedang ditonton gading.
Terdengar
suara pintu dibanting dari arah belakang rumah, seorang wanita seumuran Bayu
muncul, dia adalah penghuni ketiga di kosan ini, Santi namanya. Tubuhnya
dipenuhi peluh, dan terlihat cairan merah membasahi tangannya, cairan merah itu
mirip darah. Bayu tidak mengacuhkannya, sudah biasa bagi Santi pulang malam
seperti ini sambil bersimbah peluh dan tangan berlumuran darah, paling itu
disebabkan oleh latihannya, lagipula bertanya pun sia-sia, dia hanya akan
menjawab “bukan urusanmu”. Dia memang aneh, pikir Bayu. Siapa yang menghabiskan
waktu setiap hari berlatih fisik dan bela diri selain tentara dan atlet? Karena
jelas-jelas dia bukan keduanya, Bayu bahkan tidak pernah melihatnya bekerja.
Tiap pagi dia akan bangun pukul empat, Bayu tahu itu, karena keributan yang dia
buat di kamarnya mengganggu mimpi Bayu. Entah apa yang dia lakukan. Setelah itu
dia akan berjoging dan kembali pada pukul 6 pagi, tepat saat Bayu dan Gading
bersiap-siap untuk bekerja. Walau mereka jarang bertegur sapa, Bayu dan Gading
cukup lama sering memperhatikan dia.
Biasanya
setelah sarapan dia akan menuju tempat gym di dekat kosan dan menghabiskan
waktu disana sampai siang. Setelah itu dia kembali pulang untuk makan siang dan
diam di kamar sampai sore, bayu tidak tahu pasti apa yang dilakukannya di sore
sampai jam sembilan malam. Begitulah kegiatan sehari-harinya hari kerja ataupun
hari libur tak ada bedanya.
Santi
melewati Gading dan Bayu menuju kamarnya di lantai dua, mata kedua laki-laki
itu tidak bisa lepas darinya. Harus diakui Santi memang sangat menarik. Walau
selama pengamatan Bayu, dia tidak pernah memakai make up, dia memiliki wajah bersih
tak ada cacat dengan kulit putih nan halus. Dua alis runcing alami menambah
indah mata coklatnya. Sayang semua keindahan itu hilang karena tubuhnya yang
kekar hasil dari latihan fisik setiap hari. Bagi Bayu perempuan yang indah
adalah perempuan bertangan mungil nan halus bukan perempuan yang memiliki urat
menghiasi tangannya, atau otot bisep dan trisep yang besar bahkan perut sixpack
seperti yang dimiliki Santi. Bayu yakin jika dia adu panco dengan Santi, dia
pasti kalah hanya dalam lima detik. Kali ini Santi hanya memakai tangtop hijau serta
celana legging ketat yang membentuk lekuk tubuhnya. Pantas Gading tidak bisa
melepaskan pandangannya, tapi Bayu tetap tidak tertarik karena dia terlihat
sangat maskulin dengan otot tangan dan kaki yang menonjol itu. Mata gading
tetap mengikuti Santi sampai dia menghilang di tangga.
“seksinya.....”
“seksi? itu
sih gak menarik, tangannya saja mirip kuli...”
“wah... kau
masih berpikir dengan pandangan jadul sih.... cupu... sekarang itu yang lagi
ngetren cewe cewe curvy...”
“curvy??”
“iya...
cewe yang badannya punya lekuk-lekuk dan kekar kayak Santi...”
“haha...
aneh-aneh saja, dulu standar cewe cantik itu yang penting kurus tinggi n putih,
sekarang cewe yang badannya kayak kuli jadi standar?”
“zaman
berubah.... standar kecantikan pun berubah mengikuti zaman...”
Bayu hanya
tersenyum, walau dia tidak menganggap Santi cantik, badan moleknya yang
dibungkus pakaian ketat tadi membuat burung kecilnya menggeliat di dalam celana.
Siapa yang tidak begitu jika dihadapkan pada pemandangan seperti tadi, pikir
Bayu.
Tak lama
kemudian terdengar erangan dari kamar santi, seperti suara seseorang yang
menahan sakit. Santi sering sekali berteriak dan mengerang seperti itu di malam
hari, Bayu dan Gading tidak pernah berani mencari tahu walau hati mereka ingin
tahu apa yang terjadi, karena mereka telah diperingatkan oleh pemilik kosan masalah
santi. Katanya, dia dulu pernah masuk rumah sakit jiwa karena sering berhalusinasi,
meracau, dan mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal seperti orang gila,
ayahnya sengaja menitipkan santi pada tante mira setelah dia dinyatakan sembuh
oleh dokter. Tapi katanya bisa saja sesekali halusinasi itu kambuh, jika hanya
dalam skala kecil dan tidak mengganggu bayu dan gading diminta untuk tidak mengacuhkannya
saja. Sehubungan dengan masalah ini, tante Mira membuat aturan bagi penghuni
kosan dalam bergaul dengan Santi, pertama, jangan bertanya tentang kehidupan
pribadinya. Jika dia mulai bercerita lebih dahulu itu tidak apa-apa, tapi
jangan pernah mencari tahu. Kedua, jangan pernah memprotes atau menegur
kelakuan anehnya langsung, jika merasa terganggu melaporlah ke tante mira, dia
yang akan menegur Santi.
Kini,
erangan itu telah berhenti, Gading dan Bayu hanya saling menatap, memaklumi hal
itu. Lelah yang menerpa Bayu memaksanya untuk segera beranjak dari sofa itu
menuju ke pembaringan, besok dia masih ada pelatihan, dan harus berangkat pagi-pagi
untuk menghindari kemacetan kota Jakarta agar tidak terlambat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar