“Urang ka sawarna yu....”[1]
adikku mencetuskan ide tamasya ke Sawarna ketika keluarga besar berkumpul idul fitri.
“He’eh
ceuk babaturan bibi ge, alus pantaina..”[2]
salah satu bibiku yang memang doyan melancong mendukung.
“Dina
internet ge cenah mah tempatna meni alus…..”[3]
ibuku menambahkan. Aku agak terkejut sejak kapan ibuku kenal internet??
Dari situlah ide bertamasya ke
Sawarna setelah idul fitri berkembang. Sebenarnya ada dua hal yang menjadi precaution dalam rencana piknik keluarga
ini, dan menjadi pertimbangan penting sebelum memutuskan untuk pergi atau
tidak. Pertama adalah letak Sawarna dan yang kedua pemilihan waktu yang tepat
sehubungan dengan idul fitri.
Untuk masalah pertama yaitu letak,
sebenarnya aku dan keluargaku telah menyadari bahwa pantai yang menurut salah
satu pamanku ini adalah sebuah Hidden
Paradise terletak lumayan jauh dari pantai yang biasa kami kunjungi yaitu
Pelabuhan Ratu. Dari rumahku yang masih sama-sama terletak di kabupaten
Sukabumi, Pelabuhan Ratu dapat dicapai dengan mobil dalam waktu 2 sampai 3 jam
(dengan catatan lalu lintas lancar). Sementara Sawarna terletak di Provinsi
Banten, memang tidak terlalu jauh dari Pelabuhan Ratu, cukup tambah 1 jam
setengah perjalanan. Waktu selama itu tidaklah masalah kalau menggunakan mobil
(yang bermasalah sopirnya haha…), jadi hal tersebut tidak menghalangi rencana
kami. Terlebih lagi kakak iparku berkata bahwa perjalanan jauh itu akan
terbayar dengan keindahan pantainya. Makin mantaplah tekad untuk berangkat.
Masalah yang kedua adalah waktu.
Biasanya ayahku paling rewel masalah ini, dia selalu berada di garda terdepan
melawan semua ide untuk bertamasya pada masa libur idul fitri, terutama jika
tujuannya adalah Pelabuhan Ratu. Hal ini memang aku rasakan masuk akal, ketika
semua orang libur, tempat wisata pasti dibanjiri pengunjung, jadi yang terasa
bukan rasa senang piknik namun rasa ribet berjejalan dengan orang lain.
Terutama Pelabuhan Ratu, yang didatangi pelancong dari Bandung, Cianjur,
Sukabumi, Jakarta, dan Bogor. Tapi anehnya kali ini dia tidak terlalu rewel.
Mungkin karena tujuannya bukanlah Pelabuhan Ratu (walaupun rutenya lewat
Pelabuhan Ratu), dan dia pun baru mendengar pantai Sawarna (ayahku ini sangat expert masalah rute dan daerah, dan
semua kawasan jawa barat sudah dia kuasai karena dulu pernah bekerja jadi supir
pribadi). Alhasil, dia pun mungkin penasaran dengan tempat ini.
Pantai Sawarna memang baru naik daun
akhir-akhir ini, biasanya yang dituju di daerah dekat Sawarna adalah Karang Taraje,
sebuah pantai yang terkenal dengan pasir putihnya (dulu). Maka penasaran kami
pun sangat tinggi. Dengan mempertimbangkan dua hal tadi dan penasaran tinggi
berangkatlah kami ke Sawarna dalam dua mobil (tidak ada satu pun yang ikut
pernah ke Sawarna).
Kemudian….
“Mana
pantaina?”[4]
ibuku menggerutu.
“ka
pantaina lewat mana ieu teh?”[5]
pamanku bertanya sambil celingak celinguk nyari jalan.
Semua anggota piknik kebingungan,
mobil kami disuruh tukang parkir untuk diparkir di sebuah lapangan yang memang
sudah banyak mobil terparkir disitu. Kata si tukang parkir di situlah tempat
terbaik untuk parkir, tempat lain sudah penuh. Memang, kuperhatikan ada banyak
sekali pengunjung. Aku pun mempertanyakan ke-hidden-an pantai ini.
Di sebelah selatan tempat mobil kami
parkir ada kebun pohon singkong yang tinggi-tinggi. Kami dan beberapa
pengunjung lain berjalan ke arah situ (katanya pantainya disitu), sambil
berjalan aku mendengar celotehan pengunjung lain dari Jakarta.
“Kemarin liat di on the spot
pantainya bagus… kok begini?” sambil kebingungan nyari jalan ke pantai (dasar
korban on the spot, kata adikku, haha…).
Aku pun khawatir, jangan-jangan
pantai Sawarna tidak sebagus isunya. Setelah bebarapa saat ternyata kami pun
menemukan sebuah sungai, dan sungai itu bermuara ke pantai… iya… sebuah pantai
dengan pasir putih, angin pantai yang berhembus dan suara ombak yang besar khas
pantai selatan memang mampu menyihir perasaanku menjadi tenang, ditambah
keindahan sungai yang bertemu laut dan ditumbuhi pepohonan hijau di pinggirnya
benar-benar memanjakan mata. Pantai ini memang indah!!
Ternyata, seperti halnya Pelabuhan
Ratu yang memiliki beberapa pantai, Sawarna pun sebenarnya nama sebuah desa
yang memiliki beberapa pantai yang bisa dituju, kebetulan pantai yang kami
singgahi bernama Tanjung Layar. Nama itu diberikan karena ada sebuah tanjung
yang memiliki karang berbentuk seperti layar perahu jika dilihat dari jauh.
Sayang aku hanya menghabiskan sedikit waktu disana, karena keluarga sudah
buru-buru mengajak pulang. Rupanya, banyak dari keluargaku yang kecewa dengan Sawarna.
Menanggapi kekecewaan itu, aku
menyimpulkan beberapa hal:
Sawarna (khususnya Tanjung Layar) bukan tempat yang cocok untuk wisata
keluarga. Alasannya
karena tempat kita memarkir mobil jauh dengan pantai (lewat rute manapun
kendaraan harus diparkir agak jauh dari pantai). Sementara ibu-ibu kalau wisata
ke pantai pengennya turun mobil gelar tikar dan langsung makan bareng sambil
menikmati suasana pantai. Jadi, kalau mau ke Sawarna jangan ajak ibu anda yang
berumur 30 tahun ke atas kecuali ibu anda ibu petualang, apalagi nenek anda, karena anda harus berjalan cukup jauh ke pantai dan
menguras tenaga, apalagi setelah perjalanan jauh.
Sawarna cocok dikunjungi orang yang senang berpetualang. Anda bisa touring pakai motor, atau
pakai mobil, yang pasti teman atau saudara yang anda ajak masih muda atau
berjiwa muda. Menurutku akan lebih seru jika menginap disana dan menikmati
keindahan Sawarna di pagi hari, pilihan menginap bisa membuat tenda (ada banyak
lahan kebun yang bisa dipakai untuk tenda), atau mencari penginapan (katanya
sih murah), atau sekedar beralaskan tikar dan beratapkan langit (kalau gak
hujan sih seru). Tapi satu yang pasti harga makanan dan minuman lumayan mahal,
jadi sebaiknya bawa bekal yang cukup, kecuali memang anda punya banyak uang.
Yang terakhir, jangan pernah mengunjungi tempat wisata (khususnya Pelabuhan Ratu dan
tempat-tempat yang memakai rute Pelabuhan Ratu) di musim libur Idul fitri. Pantai
Sawarna tidak membuatku kecewa, namun penentuan waktu yang salah membuatku
menderita ketika pulang (ketika berangkat rute kami masih lancar). Rute
Pelabuhan Ratu di musim libur idul fitri
adalah rute neraka, aku harus menghabiskan 17 jam perjalanan yang biasanya
hanya butuh 3 jam saja karena membludaknya kendaraan. Ya Allah, hapuskan
dosa-dosa para polisi yang ikhlas mengatur lalu lintas waktu itu….. amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar