Dulu pernah ada temanku bertanya.
“ngapain
sih cape-cape jadi pengurus di UKM? Kayak digaji aja… mending kerja dapet duit”
Saat itu
aku cuma tersenyum mendengarnya, diam tak bisa menjawab, perkataannya memang
ada benarnya, tapi anehnya aku tetap mau menjadi pengurus dan sangat
menikmatinya. Pertanyaannya adalah kenapa aku masih mau menjadi pengurus? Dan alhasil
hanya menyisakan sedikit waktu untuk nyambi kerja untuk sekedar jajan tambahan.
Sementara banyak teman-temanku yang kupu-kupu dan banyak memiliki waktu untuk
kerja sudah mendapat gaji yang lumayan. Kok aku rela melepas kesempatan itu?
Setelah merenunginya…… aku tahu, aku tidak pernah menyesali hal itu.
Aku melihat
alasanku ini dari dua sisi, internal dan eksternal. Sisi internal adalah alasan
yang berasal dari dalam diriku sendiri, kepuasan, kesenangan dan lainnya.
Sementara sisi eksternal adalah faktor lingkungan UKM yang membuatku jatuh hati
padanya.
Sisi
internal aku mulai dari perasaan bahwa aku memiliki tanggung jawab untuk
berkontribusi entah sekecil apapun itu bagi UKM ini. Ketika kita tahu bahwa
usaha sekecil apapun yang kita berikan ternyata berdampak pada hal lain (dalam
konteks ini, usaha-usahaku berdampak pada keberlanjutan kehidupan UKM dan
anggota lainnya), ada rasa kepuasan batin yang tak terhitung. Seorang ahli
manajemen asal amerika bernama Patrick Lencioni berkata dalam bukunya the three signs of miserable job bahwa
salah satu alasan orang mencintai pekerjaannya adalah ketika dia tahu dan
merasa adanya relevansi dalam pekerjaannya, yaitu adanya dampak dari yang dia
kerjakan kepada hal lain atau mungkin kehidupan orang lain. Kesadaran bahwa kontribusi apapun, sekecil
apapun yang kuberikan sangatlah berarti dan penting bagi UKM dan anggotanya
membuatku bertahan.
Lebih jauh
lagi kurasakan bahwa relevansi ini tidak hanya selesai di masalah dampak kepada
orang lain, tapi relevansi dengan bidang ilmu yang kugeluti. Di UKM aku
menemukan masalah konkrit dari teori-teori yang diajarkan pada mata kuliah
semacam Methods of Teaching, Teaching
English as a foreign Language, Curriculum Development serta berbagai teori
tentang pengajaran bahasa seperti masalah language
acquisition. Di UKM aku temukan tempatku menerapkan semua teori itu. Itulah
kenapa aku sangat bersemangat menjabat bidang yang berhubungan dengan
kebahasaan (walau pada praktiknya tidak terlalu maksimal L). Artinya, Adanya kesempatan mengaktualisasikan teori yang kudapat dari bangku
kuliah di dunia nyata menjadi alasanku bertahan.
Satu hal
terakhir adalah adanya masalah nyata
yang harus kuselesaikan. Ketika naik menjadi pengurus, banyak pekerjaan rumah
yang harus dibenahi untuk mencapai tujuan bersama. Disitulah aku diajari
mencari solusi atas suatu masalah, berani mengambil keputusan, dan berpendirian
teguh dengan keputusanku. Seluruh aktifitas ini adalah sebuah ladang pendidikan
mental dan karakter bagiku. Hal ini sangat berarti bagiku sebagai orang yang
tidak pernah merasakan hal ini sepanjang hidupnya karena dari TK sampai SMA,
problem solving tidak pernah terasa senyata dan semengasyikan seperti di UKM,
bahkan mungkin aku tidak pernah mendapatkan kesempatan itu di institusi
pendidikan formal.
Di sekolah
aku hanya diajarkan bahwa pendidikan itu adalah hanya mengenai menghafal teori,
memahaminya, dan memanfaatkan memori itu dalam ujian, dan mendapat nilai yang
bagus. Sudah cukup. Tidak ada kesempatan untuk mengolah mental dan karakterku.
Oleh karena itu, Kesempatan untuk
mengeksplor mental dan karakter merupakan hal berpengaruh yang membuatku
bertahan.
Ada pula
sisi eksternal yang membuatku tetap bertahan, yaitu pola hubungan yang
berdasarkan kekeluargaan. Mereka menerimaku dengan semua kelemahanku, entah
mengapa aku merasa sangat nyaman, dan bahkan berkat mereka aku bisa merubah
diri, entah bagaimana prosesnya yang pasti ada perubahan dalam diriku.
Aku
teringat saat masa amanahku selesai dan ketika laporan pertanggungjawaban
pengurus, aku berkata bahwa ketidakberesan pengurus periode ini memang
semata-mata karena kelemahanku yang tidak bisa mengaturnya. saat itu aku merasa
bahwa mengakui kelemahan di depan mereka bukanlah hal yang menakutkan dan
mengancam diriku (biasanya orang tidak mau disebut lemah, dan selalu mencari
alasan untuk menutupi kelemahannya), selain hal itu merupakan jalan terbaik
yang dilakukan pemimpin, aku juga merasa bahwa it won’t do me any harm because I trust them.
Aku sempat
berpikir bahwa ini bukanlah organisasi biasa, this is more than organization, it is how a family supposed to be
(ada satu kejadian yang tak bisa diceritakan di sini yang benar-benar membuatku
jatuh hati pada UKM ini). Intinya, kekeluargaan
adalah sisi eksternal yang membuatku bertahan.
Setelah
kurenungi, semua hal tersebut bagiku ternyata lebih penting dari pada uang
sekalipun. Mungkin karena pengaruh pandanganku bahwa hidup ini bukan hanya
masalah uang, materi memang penting tapi bukan menjadi tujuan hidup ini. Di
hadapan Allah, orang yang mulia bukanlah orang yang memiliki banyak harta, namun
orang yang paling bertakwa. Takwa menurut Harun Nasution dalam bukunya Islam
Rasional, identik dengan sikap luhur (sikap-sikap terpuji) karena pada
esensinya takwa adalah menjauhi larangan-Nya dan menjalankan perintah-Nya.
Larangan Allah adalah hal-hal yang buruk dan perintah Allah adalah hal-hal yang
terpuji, oleh karena itu aku memahami orang yang bertakwa adalah orang yang
memiliki sifat-sifat baik nan terpuji. Di UKM, aku merasakan bahwa perubahan ke
arah sifat baik (dalam mental dan karakter) sangat ditekankan demi kemajuan
organisasi.
Hal yang
kusadari berikutnya adalah bahwa proses yang dijalani anggota UKM ini (proses
menjadi pengurus), tujuannya tidak sesempit untuk memajukan UKM belaka, tapi
memiliki makna luas, yakni pembentukan manusia yang lebih baik, lebih terpuji,
lebih bertakwa. Setidaknya itu yang aku rasakan, dan inilah yang tidak pernah aku sesali, bahwa aku merasakan pengalaman
luar biasa ini di kepengurusan UKM, walaupun perubahan itu baru sedikit
kurasakan tapi setidaknya kesadaran akan hal ini telah ada, toh pada dasarnya
manusia sepanjang hidupnya terus berproses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar