Rabu, 14 Oktober 2015

Renungan Part 51 (Kebenaran dan Penafsiran)

izquotes.com

Beberapa waktu yang lalu, saat panas-panasnya Pilpres yang dipenuhi isu sara, seorang Quraish Shihab, yang menyatakan keberpihakannya pada salah satu calon, diberitakan bahwa ia mengatakan kalau Nabi Muhammad itu tidak terjamin masuk surga. Umat islam pun meradang, dan isu ini sempat memanas karena dikompori oleh kepentingan politik di dalamnya. Pertanyaannya apakah ia benar-benar mengatakan hal itu? atau apakah itu yang dimaksud oleh beliau? Banyak pendapat pro dan kontra, yang membela beliau mengatakan itu fitnah karena hanya sepotong saja perkataan Quraish Shihab  yang dikutip sehingga terkesan makna itu yang dimaksud. Yang menghujat, keukeuh dan menambahkan tuduhan Quraish Shihab itu syiah dan lain sebagainya.

Kasus diatas adalah contoh bagaimana penafsiran manusia bisa berbeda dari yang sebenarnya. Si A berkata B, Kemudian Si C memahaminya sebagai B+, atau B-, atau mungkin malah menjadi D. Begitulah penafsiran, karena kemampuan akal seorang manusia untuk memahami sesuatu sungguh beragam dan, menurut Graeme Nicholson, sangat kuat dipengaruhi oleh kepentingan, bahasa, dan lingkungan. Terlebih lagi Nicholson membagi proses penafsiran menjadi dua, Background Interpretation yaitu proses penafsiran tanpa ada daya usaha dan berlangsung begitu saja. Penafsiran ini biasanya sangat personal dan kadar kebenarannya tidak terlalu umum, tidak selalu diterima banyak orang. Seperti ketika laki-laki A dan B sama-sama melihat seorang wanita yang bertubuh gempal, Lalu si A berkata "wah dia itu semok" yang bermakna ia menyukai wanita tersebut, sementara si B berkata "dia gendut" yang bermakna si B tidak menyukai wanita itu. Keduanya menafsirkan satu hal begitu saja secara langsung, dan memiliki subjektifitas tinggi. Lalu yang kedua adalah Foreground Interpretation yaitu penafsiran yang dilakukan secara sadar, dengan daya dan usaha melalui metode tertentu, seperti halnya penelitian. Nah, penafsiran seperti ini, terutama yang mengikuti metode ilmiah, lebih diterima kebenarannya secara umum daripada yang pertama tadi. Loh... jadi penelitian itu penafsiran? dapat salah dong ya? ya... bukankah suatu teori itu akan dianggap benar selama belum ada teori baru yang terbukti secara ilmiah mampu mematahkan teori lama itu? jadi teori hasil penelitian pun bisa dikatakan tidak 100% kebenarannya kan? cuma saat ini dianggap benar karena belum ada teori baru yang lebih benar, gitu loh. 

Beranjak dari situ, bahwa semua hal yang kita pahami di dunia ini, entah lewat pikiran kita sendiri, lewat penelitian ilmiah, atau lewat kajian para ahli, semuanya adalah sebuah penafsiran, bisa salah atau belum salah.   Itu semua tidak 100% benar. Hanya kita percayai sebagai kebenaran. Adakah yang bisa mengatakan kebenaran secara 100%? dengan keterbatasan akal manusia, tentunya tidak ada, kecuali jika ia mampu berkomunikasi dengan yang punya alam semesta. Maka dari itu, para Nabi dan Rasul tentu bisa mengatakan kebenaran karena mereka dipandu oleh Yang Maha Kuasa. Tapi apakah kata-kata mereka dan penjelasannya yang kita dapat beribu-ribu tahun setelah mereka meninggal masih memiliki kadar 100% kebenaran?

Para ahli hadits hanya bisa menafsirkan makna hadits, para ahli tafsir pun hanya bisa menafisrkan kandungan kitab suci, tentu keduanya memiliki metode penafsiran tertentu yang dibuat untuk menjaga kualitas tafsirannya, tapi tetap saja itu penafsiran, bukan kebenaran 100%. Oleh karena itu ada banyak ragam pendapat tentang suatu hal dalam fiqih misalnya. Kesimpulannya, tidak ada yang benar 100%. Oleh karena itu sangat naif bila salah satu kelompok mengklaim bahwa mereka menyuarakan kebenaran dan menafikan pendapat kelompok lain. Itu bullshit. Kita hanya bisa meyakini sesuatu sebagai kebenaran. 

Itulah gunanya akal dan hati, kita merenung, berpikir, menimbang, dan akhirnya memutuskan bahwa A itu benar. Tapi karena itu hasil penafsiran, kita tidak boleh menutup mata pada pendapat lain yang mungkin saja lebih baik. Jadi menggapai kebenaran adalah suatu proses tanpa henti sampai kita mati. Mungkin setelah mati baru kita tahu kebenaran yang sejati (wallahu a'lam). Manusia memiliki kedaulatan untuk memilih kebenaran yang ia yakini, dengan tanpa memaksakan kebenarannya kepada orang lain. 

Tulisan ini pun hanya sebuah usaha penafsiran yang kebenarannya terbatas, pembaca berhak setuju berhak juga tidak. Yang penting tak perlu lah kita saling menghina, saling memukul, apalagi sampai saling bunuh. Salam Damai.


Terisnpirasi dari kajian FLAT-Nerd tentang buku Graeme Nicholson berjudul Seeing and Reding.



Minggu, 11 Oktober 2015

Renungan Part 50 (Media dan Ketidak-pentingan-nya)

thelabrynthoflife.files.wordpress.com

Dulu, ketika aku ABG dan mulai mencoba memahami dunia orang dewasa, aku menyadari suatu hal, (yang sepertinya dipengaruhi oleh iklan juga sih....), bahwa informasi itu sangat penting. Tokoh Littlefinger di serial TV Game of Throne bahkan berkata "knowledge is power" yang bermakna pengetahuan (dalam makna infomrasi) adalah kekuatan; itu sangat benar, terutama di zaman sekarang. Mungkin ada yang pernah menonton serial TV Sherlock Holmes yang dibintangi Benedict Cumberbatch? Salah satu musuh Sherlock adalah orang yang sangat kuat yang bernama Charles Augustus Magnussen, seorang bos media yang mengetahui banyak informasi, terutama informasi rahasia orang-orang penting. Pengetahuannya akan informasi itu membuatnya tak tersentuh hukum, bahkan dengan mudahnya mengatur hukum. Informasi sangat penting.

Beranjak dari situ, aku melihat bahwa membaca koran, dan menonton berita itu sangat penting. membuat kita selalu update akan dunia, dan membuat wawasan kita sangat luas. kita tahu banyak hal, dan akhirnya dapat memahami keruwetan permasalahan yang dihadapi dunia. Sayang, akhir-akhir ini pendapatku itu mulai berubah. Kini aku mulai melihat bahwa media justru sangat tidak amat penting.

Media masa tidak dipungkiri lagi memiliki kekuatan untuk mempengaruhi banyak orang, dan kurasa bukanlah hal yang tidak mungkin ada pihak yang ingin memanfaatkan kekuatan media demi kepentingan pihak tertentu. kurasa sudah rahasia umum jika kita membandingkan beberapa TV berita di negara ini, maka kita akan merasakan kepentingan pihak tertentu dalam pemberitaannya itu. Bagi pendukung fanatik pihak A, biasanya tidak suka dengan berita-berita TV berita B, dan lebih memilih TV berita C, begitu pula sebaliknya. Ditambah propaganda tokoh tertentu yang kebetulan punya media untuk membangun imej semu dirinya agar bisa mencalonkan diri di pilpres berikutnya. Sepertinya setiap media berlomba-lomba mempengaruhi masyarakat demi kepetingan mereka masing-masing. Aku berkesimpulan, menonton berita di TV sudah tidak ada gunanya lagi.

Yang berikutnya adalah perasaan negatif setelah aku membaca atau menonton berita. Setiap selesai, pasti aku menggerutu, marah, atau mengumpat bahwa masyarakat indonesia itu bodoh, pemerintah bego gak ketulungan, DPR gak jelas kerjanya apa, Polisi kerjanya kayak preman, dan lain sebagainya. Yang kulihat dari duniaku adalah hal yang negatif. Apakah tidak ada hal positif di Indonesia ini? Atau jangan-jangan semua berita itu 90% menayangkan berita negatif, dan hanya 10% yang positif? well, tidak aneh sih, kalau merujuk pada kata-kata "bad news is a good news." Siapa pula yang akan tertarik dengan berita baik? berita buruk lebih heboh kan? aku tambah yakin, mengikuti berita semakin tidak berguna kalau kita ingin hidup bahagia.

Kemudian ada satu tren yang sangat menyebalkan yang kulihat dari aplikasi portal berita online di smartphoneku, sebut saja aplikasi itu BaBe. Jika kuperhatikan kolom komentar, terutama dalam berita yang berbau sara, dan masalah pemerintahan, rasanya tidak afdol kalau tidak ada pengguna yang tidak saling mencaci maki, menghina, dan merendahkan yang lain, hanya karena pendapat mereka tidak sama. seakan-akan mereka adalah kebenaran. Atau ada pula yang berkomentar provokatif, dan membuat telinga panas. Biasanya setiap pagi, aku selalu membuka aplikasi itu untuk mengecek ada berita apa hari ini, dan kemudian berlarut-larut menahan diri agar tidak emosi ketika menemukan debat seperti tadi, sampai aku berkeputusan bahwa ini tidak bisa diteruskan. aku menghapus aplikasi itu dari ponsel untuk selama-lamanya. Masyarakat indonesia yang katanya santun, ternyata tidak santun kalau bersembunyi di balik nama akun. Apakah ini kita yang sebenarnya?

Tidak ada lagi acara menonton berita pagi hari, yang kutonton sekarang adalah Kartun Spongebob Squarepants yang kurasa lebih menghibur, sekaligus mendidik daripada berita. Tidak ada lagi menelan berita bulat-bulat tanpa tabayun (begitukan istilah untuk cek and ricek??), karena berita-berita itu ditumpangi kepentingan pihak-pihak tertentu. Dan oleh karena itu, aku menghimbau mari kurangi nonton dan baca berita. LoL