Selasa, 23 September 2014

serba-serbi part 2 (Bacha Posh)



Beberapa waktu yang lalu masyarakat pernah meributkan maraknya talent pria yang berpakaian dan berperilaku seperti perempuan sebagaimana terlihat dalam beberapa acara TV. Keresahan masyarakat yang diwakili oleh KPI ini dikarenakan tayangan yang mengandung hal tersebut dikhawatirkan akan mempengaruhi penonton remaja dan anak-anak untuk meniru perilaku itu. Kekhawatiran ini bagi sebagian masyarakat indonesia cukup beralasan karena masyarakat indonesia yang sebagian besar muslim menganggap bahwa laki-laki yang menyerupai perempuan atau sebaliknya itu dilaknat oleh Rasulullah SAW, sebagaimana yang dikatakan dalam hadits berikut:

Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata:





لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجاَلِ بِالنِّساَءِ، وَالْمُتَشَبِّهاَتِ مِنَ النِّساَءِ بِالرِّجاَلِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari no. 5885, 6834)


Lain di Indonesia, lain pula di negara Afghanistan. Disini, kita mempermasalahkan dampak buruk dari tayangan TV yang mempertontonkan talent laki-laki yang menyerupai wanita yang mana mereka sebenarnya hanya berakting, alias tidak benar-benar banci seperti para banci yang ingin mengganti kelamin.  Di Afghanistan ada fenomena yang bernama bacha posh yang berarti berpakaian seperti laki-laki dalam bahasa Dari. Ini adalah praktik kebudayaan di beberapa bagian Afghanistan dan Pakistan dimana keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki memilih salah satu anak perempuannya untuk hidup, berperilaku dan berpakaian seperti anak laki-laki. Praktik ini bisa jadi tanpa atau dengan persetujuan si anak perempuan yang akan menjadi bacha posh. Apa sebenarnya alasan praktik kebudayaan ini terjadi?


Di tanah dimana anak laki-laki lebih dihargai daripada anak perempuan, di tanah dimana laki-laki dan perempuan dipisahkan dan masing-masing memiliki peran yang berbeda dan tidak boleh bercampur, di tanah dimana perempuan tidak bisa keluar rumah sendiri tanpa ada saudara laki-lakinya yang menemani, di tanah dimana perempuan sulit mendapat kerja karena alasan gender bukan kemampuan, seorang anak laki-laki lebih diinginkan daripada anak perempuan. Akibatnya, keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki akan mendapatkan tekanan sosial yang luar biasa dari lingkungannya. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Azita Rafaat, seorang anggota parlemen Afghanistan, yang tidak memiliki satu pun anak lelaki akhirnya memutuskan menyuruh anak perempuan bungsunya menjadi bacha posh.

“When you don’t have a son in Afghanistan,” she explained, “it’s like a big missing in your life. Like you lost the most important point of your life. Everybody feels sad for you.” Begitulah ungkapnya pada wartawan The New York Times ketika diwawancara.

Alasan lainnya dapat berupa kebutuhan ekonomi. Seperti yang dialami oleh Miina, gadis berumur 10 tahun, yang harus menjadi bacha posh setiap pulang sekolah demi dapat bekerja di sebuah toko. Setiap hari, Miina membawa uang sebesar 1,30 Dollar untuk membantu keluarganya yang terdiri dari delapan anak perempuan dan ibunya untuk tetap bertahan hidup. Sementara ayahnya hanya seorang pengangguran tukang batu yang sering pergi. Tanpa menjadi bacha posh, Miina tidak dapat bekerja di toko, karena tradisi di sana tidak membolehkan wanita bekerja seperti itu, ungkap ibu Miina pada wartawan The New York Times.

Bacha posh akan kembali mejadi wanita ketika mereka telah haid, tapi ada kasus bacha posh yang tidak ingin kembali menjadi wanita, mungkin karena secara psikologis, mereka telah menjadi laki-laki, seperti yang dirasakan oleh Zahra yang berumur 15 tahun. Selain itu, Zahra merasa menjadi wanita kembali akan mempersulit hidupnya, karena wanita seringkali dianggap rendah dalam masyarakatnya. bahkan ada kasus dimana dada mereka belum tumbuh walau sudah berumur 18 dan haidnya masih tidak teratur. 

Pada akhirnya, apakah praktik kebudayaan bacha posh termasuk tindakan yang dilaknat Rasulullah karena mereka membuat anak perempuan mereka berpenampilan seperti laki-laki? 

Senin, 15 September 2014

Renungan Part 26 (the grass is always greener on the other side)


Menurut situs urban dictionary, ungkapan the grass is always greener on the other side merujuk pada kecenderungan manusia untuk melihat hidup orang lain dan apa yang dirinya tidak punya tapi dipunyai oleh orang lain. Hal ini membuat manusia cenderung merasa bahwa hidup orang lain lebih baik dari dirinya, ketika ketika melihat bahwa pasangan orang lain lebih cantik, lebih perhatian, dan lebih dapat memenuhi keinginan kita dari pasangan kita sendiri, atau ketika kita merasa bahwa hidup tetangga atau teman kita lebih berhasil dan sukses dari diri kita. Ketika melakukan hal ini kita cenderung membanding-bandingkan diri kita, dan apa yang kita punya dengan orang lain. Hal ini pun dapat berkembang, kita mulai membanding - bandingkan pasangan kita dengan orang lain, atau anak kita dengan anak lain. Bagaimana kita sebaiknya menyikapi kecenderungan ini? Aku merasa ada dua hal yang bisa kita lakukan.




pertama, pernahkah terlintas dalam pikiran kita bahwa mungkin orang lain yang kita kira hidupnya lebih baik itu pun berpikir bahwa hidup kita lebih baik? Jika kita merasa menjadi atau mendapat hal yang orang lain punya kita akan merasa lebih baik, itu hanya sementara. Tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, tak ada rasa cukup ketika mengikuti hawa nafsu, maka kita akan selalu merasa the grass is always greener on the other side. Hanya satu yang kita bisa lakukan, yaitu terus bersyukur atas semua hasil usaha kita. 


Kedua, kita seharusnya meluangkan waktu merenungkan apa yang kita punya, pencapaian kita dan mensyukurinya, maka kita akan merasa bahwa rumput kita pun sama hijaunya dengan yang lain. Kita hanya terlalu sibuk melihat kekurangan dalam diri kita. Pernah suatu waktu aku bertanya pada salah seorang temanku tentang kekurangannya, dia dapat menjawabnya dengan lancar sekali, tapi ketika ditanya tentang kelebihannya, dia cukup kesulitan menjawabnya dan malah berkata "orang lain yang lebih dapat menilai kelebihanku". Salah satu contoh bagaiman kita terlalu berfokus pada kekurangan kita saja, padahal kelebihan kita pun banyak. Yang perlu kita lakukan adalah menyisihkan waktu untuk merenung dan melihat dalam diri kita. 

Pada akhirnya, ketika kita sibuk membanding-bandingkan hidup kita dengan hidup orang lain, maka ketidakbahagiaanlah yang kita dapat karena hal itu dapat membuat hidup kita terasa kurang dan selalu kurang. Jika kita meluangkan waktu merenungi apa yang kita punya dan apa yang kita capai kita dapat melihat bahwa rumput kita sama hijaunya dengan yang lain. Yang kita perlu lakukan hanyalah bersyukur. 


Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Q.S. Ibrahim ayat 7)

  




      

Kamis, 11 September 2014

Renungan Part 25 (what lies beyond the death?)






Pagi ini sambil membuka internet membaca beberapa situs berita favorit dan menikmati secangkir kopi untuk mencari inspirasi bahan renungan hari ini, aku memutar beberapa lagu di playlistku. Kemudian, sebuah lagu berjudul The Spirit Carries On dari Dream Theatre menyentil hati kecilku. Sebuah lagu yang membuat bulu kudukku merinding setiap saat mendengar reffnya, sebuah lagu yang mengajakku mereungkan arti kehidupan ini. Aku pun berpikir, mari kita renungkan lirik lagu yang luar biasa ini.


Where did we come from?
Why are we here?
Where do we go when we die?
What lies beyond
And what lay before?
Is anything certain in life?

Pernahkah kita mempertanyakan darimana kita berasal? kenapa kita ada di dunia ini? kemana kita pergi setelah meninggal? apa yang terjadi setelah meninggal? apakah ada yang pasti di dunia ini? aku yakin seratus persen bagi kita yang di waktu kecil pernah mengaji, pasti pernah mendengar jawaban dari pertanyaan itu dari guru mengaji kita, atau dari guru agama di sekolah kita, atau dari ustaz di televisi, tapi pernahkah kita mempertanyakan pertanyaan itu dengan serius? Serius dalam arti jawabannya akan mempengaruhi kehidupan kita.  Kita berasal dari tanah, kita ada di dunia untuk menjadi khalifah dan untuk beribadah kepada-Nya, setelah mati kita akan ke akhirat dimana semua perbuatan kita diberi ganjarannya, dan tidak ada yang pasti di dunia ini keculia ketidakpastian itu sendiri, tapi kita harus yakin bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya yang beriman. Namun, apakah jawaban itu telah meresap di hati kita sehingga tindak tanduk kita sesuai dengan jawaban tersebut? itu yang harus selalu direnungkan. 

They say, "Life is too short,"
"The here and the now"
And "You're only given one shot"
But could there be more,
Have I lived before,
Or could this be all that we've got?

Yah hidup kita sungguh terlalu pendek, dan kita hanya diberi satu kesempatan. Sayang kita tidak menyadarinya dan cenderung merasa kita akan hidup selamanya dengan hanya mencari kenikmatan dunia. Kita berbohong, kita berbuat zalim, kita menipu, kita merampas hak orang lain demi materi, padahal itu semua perbuatan durhaka. Ketika kita sadar, umur kita telah habis. Hidup ini terlalu pendek jika kita hidup hanya untuk diri kita sendiri.

If I die tomorrow
I'd be all right
Because I believe
That after we're gone
The spirit carries on

Reff yang selalu membuat bulu kudukku merinding ketika kudengarkan sepenuh hati. Benarkah kita akan merasa baik baik saja jika kita tahu kita akan mati esok hari?  Dari sudut pandang orang yang tidak bertuhan dan tidak mempercayai akhirat, kurasa kematian sungguh menakutkan karena kematian adalah akhir dari segalanya. Dari sudut pandang orang yang percaya tuhan dan akhirat, kurasa ada dua kemungkinan, satu sama takutnya dengan mereka yang atheis karena merasa terlalu banyak dosa, dan yang kedua akan merasa baik-baik saja, atau bahkan bahagia, seperti yang Quraish Shihab ajarkan dalam bukunya Kematian Adalah Nikmat. Bahagia karena dengan mati kita akan pulang untuk bertemu dengan sang Pencipta. Tentunya, yang kedua ini hanya akan dirasakan oleh hamba-hamba yang saleh. apakah kita termasuk ke dalamnya?

I used to be frightened of dying
I used to think death was the end
But that was before
I'm not scared anymore
I know that my soul will transcend

Dengan percaya bahwa tuhan itu ada, dan selalu hidup dalam tuntunan-Nya, kematian tidaklah menakutkan. Kita meyakini bahwa hidup ini hanya "numpang lewat" sebentar, dan kehidupan setelah mati lah yang kekal.

I may never find all the answers
I may never understand why
I may never prove
What I know to be true
But I know that I still have to try

Ada kalanya ketika semua keyakinan kita akan hidup dan apa yang terjadi setelah mati dipertanyakan, keyakinan akan tuhan kita dipertanyakan, kita mungkin tidak pernah tahu pasti semua itu, tapi sebagai manusia kita hanya bisa mencari atau berproses dengan hati nurani dan memilih keyakinan itu untuk hidup ini. Setidaknya itulah pilihan kita sebagai kebenaran, dan menjalani hidup sesuai pilihan itu.

Kesimpulan lirik lagu ini seakan membawaku ke masa lalu saat aku mengikuti pelatihan kader HMI Ciputat. Materi Nilai Dasar Perjuangan yang sungguh melekat, yang mengajakku mempertanyakan keberagamaanku. Kenapa saya muslim? satu pertanyaan yang menjalar ke banyak pertanyaan filosofis yang beberapanya ada dalam lagu ini. 

Siapa kita? Darimana kita berasal? Apa yang terjadi setelah mati? 

Minggu, 07 September 2014

Renungan part 24 (seven deadly sins: Greed)




"Orang ini punya hasrat hidup bermewah-mewahan. serakah itu bawaan manusia sebenarnya, tidak terkontrol,” (Abraham Samad)





Begitulah pernyataan ketua KPK Abraham Samad mengenai tersangka kasus korupsi Jero Wacik. Menurut sebuah situs berita online, Jero Wacik sang menteri ESDM di era Presiden SBY ini, telah melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP. Status tersangka diberikan pada Jero Wacik setelah KPK menemukan dua alat bukti yang menegaskan perannya dalam meminta imbalan buat memperbesar dana operasional sebagai menteri.

 Jero Wacik yang kini menjadi tersangka korupsi

Menarik sekali membaca pernyataan Abraham Samad tentang Jero Wacik. Dia berkata bahwa Tersangka itu orang yang serakah, dan serakah adalah bawaan manusia. Jika kita renungkan, maka sebenarnya sifat serakah itu memang ada pada diri setiap manusia karena manusia diberikan hawa nafsu oleh Allah. Artinya setiap manusia yang bernafas di bumi ini memiliki potensi untuk menjadi serakah, dan itu termasuk diri kita.

Mari kita sejenak merenungkan hadits berikut:

Dari Ibnu ‘Abbas, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

Artinya : Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat. (HR. Bukhari no. 6436)

Hm.... Pernahkah kita sangat menginginkan sebuah hp baru yang sedang tren? kita begitu senang ketika berhasil mendapatkannya. Namun setelah beberapa lama, hp itu tidak lagi tren, lalu kita bosan dan menginginkan hp yang lebih baru yang sedang tren. Itu adalah contoh kecil bagaimana keserakahan bekerja. Manusia memang tidak pernah puas, selalu ingin lebih, lebih dan lebih, sebagaimana yang digambarkan dalam hadits tersebut. Oleh karena itu, kita harus mawas diri dengan keinginan-keinginan yang muncul dalam diri kita, apakah itu bentuk keserakahan?
 
Lalu dalam Al-Quran disebutkan:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ

Artinya : Bermegah-megahan dengan harta telah mencelakakan kalian.” (QS. At Takatsur: 1). (HR. Bukhari no. 6440)

Ibnu Katsir berkata: “Allah S.W.T. menegaskan bahawa cinta dunia, kenikmatan yang ada padanya dan kemegahannya, telah menyibukkan kamu dari berusaha mencapai bekal di akhirat. Dunia ini begitu melalaikanmu sehingga maut menjemputmu lalu engkau berada dalam liang kubur dan menjadi penghuninya.” [Tafsir Ibnu Katsir: 4/44]. Keserakahan merupakan tanda kita ini cinta dunia dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya

Serakah dapat membawa kita menjadi orang yang lalai akan spiritualitas karena sibuk dengan kenikmatan duniawi. Tak penting seberapa besar rumah kita, seberapa bagus dan banyak mobil kita, seberapa tinggi gelar kita, seberapa banyak tabungan kita, ukuran kuburan kita tetap sama, iya kan? Aku selalu memperhatikan beberapa kuburan di kampung halamanku, memang ada beberapa yang dibangun sangat megah, bahkan sampai dipagar dan diberi atap, menandakan bahwa si ahli kubur itu orang yang kaya. Namun, jika kita renungkan, itu semua hanya di permukaannya saja, dan ukuran lubang si ahli kubur yang kaya dan miskin tetaplah sama. Mereka sama - sama ditimbun dengan tanah, dan kain kafan yang mereka gunakan pun sama - sama putih. Rasanya aku tidak pernah mendengar ada orang meninggal menggunakan kain kafan berlapis emas.... Hm.... Bukankah di hadapan Allah yang penting hanya ketakwaannya saja?