Senin, 05 Januari 2015

Renungan Part 27 (the minimalist: bahagia itu sederhana)


Minimalism, gaya hidup yang dipopulerkan oleh Joshua Fields dan Ryan Nicodemus lewat buku mereka "minimalism"

Sebuah video menarik perhatianku saat berselancar di youtube, diantara sederet daftar video di channel TED, sebuah channel video dimana seseorang berbicara tentang suatu hal yang dianggap menginspirasi, terdapat judul "a rich life with less stuff-the minimalist". Pembicaranya adalah dua orang yang mempraktekan gaya hidup minimalis yaitu Joshua Fields Milburn dan Ryan Nicodemus. Kesimpulan dari pidato mereka adalah manusia selalu memiliki lubang di perasaan mereka yang menghalangi mereka untuk bahagia, dan manusia cenderung menambal lubang itu dengan membeli banyak hal yang tidak mereka butuhkan. Pada akhirnya, lubang itu tetap menganga, tidak ada kebahagiaan yang didapat dari membeli banyak hal yang kita inginkan. Mereka mendapatkan kebahagiaan hidup dengan membuang (mendonasikan) sebagian besar barang di rumah mereka dan hanya menyisakan hal-hal yang benar-benar dibutuhkan. 

Hal tersebut mengingatkanku pada ajaran yang secara tidak langsung dijejalkan ke otakku sedari kecil. Untuk bahagia dan dapat membahagiakan orang tua, kamu harus sukses, sukses salah satunya berarti berarti dapat pekerjaan bagus dengan gaji besar. orang yang memiliki rumah bagus, mobil, dan berbagai hal lain yang dianggap mewah, selalu dipuji, dihormati, dan dielu-elukan. Sehingga banyak orang menjadikan hal itu sebagai standar kebahagiaan. Tapi, kenyataan tidak mengatakan demikian.

Seperti pengalaman Ryan Nicodemus yang telah sampai pada titik dimana dia memiliki karir bagus dengan gaji besar, tapi lubang di dalam hatinya tak terpenuhi. Dengan minimalist lah dia mendapatkan itu. Hidup yang bermakna dan memberikan kebahagiaan. Sebuah pelajaran yang cukup menginspirasi. oke, sekarang mari kita pelajari lebih dalam tentang ide minimalism ini.

Apa itu minimalism? selintas, minimlism tampak seperti gaya hidup dengan sedikit barang, seorang yang minimalist tidak punya rumah besar, tidak punya banyak uang, tidak punya mobil, hm.... jangan-jangan minimalism berarti menjadi orang miskin?? rupanya, bukanlah itu. Menurut Ryan dan Joshua minimalism adalah sebuah pola pikir yang dapat membebaskan kita. bebas rasa takut, khawatir, rasa bersalah, depresi, budaya konsumersime di sekitar kita. Pada intinya, dengan minimalism, kita memikirkan apa yang benar-benar penting bagi hidup kita, dan memilihnya dengan sadar, bebas, dan penuh tanggung jawab.

Oleh karena itu, bentuk minimalism dapat berbeda bagi beberapa orang, tapi satu yang menjadi kesamaan mereka, yaitu mereka hidup untuk passion mereka, untuk hal yang benar-benar penting dalam hidup mereka. Maka jika kita mencintai pekerjaan kita, dengan menjadi minimalism kita tidak perlu berhenti dari pekerjaan itu seperti yang dilakukan Ryan dan Joshua. Berhentilah jika pekerjaan itu bukan passion kita, bukan hal yang penting buat kita, berhentilah jika pekerjaan itu hanya alat untuk membayar tagihan-tagihan bulanan rumah tangga dan kartu kredit yang membengkak karena dipakai membeli barang-barang yang dipakai untuk pamer, untuk menjadi sama dengan orang lain, untuk menyaingi tetangga, atau untuk dihormati di masyarakat. 


Menjadi minimalist berarti mulai bertanya pada diri sendiri, apa yang penting dalam hidupku? apa passionku?  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar