Selasa, 20 Januari 2015

renungan part 29 (the geography of Bliss: Belanda)


Ini adalah kisah tentang seorang laki-laki yang mencari kebahagiaan, seorang laki-laki yang tahu bahwa "pencarian kebahagiaan adalah sumber utama ketidakbahagiaan", tapi tetap mencarinya karena dari awal dia sudah tidak bahagia. Nothing to lose. Aku pun mengikuti langkahnya dengan banyak membaca buku tentang kebahagiaan, itu adalah usaha pencarian kebahagiaan kan?, apakah aku memang tidak bahagia? jika kebahagiaan didefinisikan sebagai perasaan tenang dan nyaman tanpa rasa takut dan khawatir yang berkelanjutan, maka aku tidaklah bahagia. Maka, Nothing to lose bagiku untuk membaca buku ini.





Eric Weiner mengajak pembacanya untuk melihat lebih dekat tempat-tempat yang katanya dihuni oleh orang-orang bahagia dan tidak bahagia hanya untuk mencari jawaban, apa yang membuat orang bahagia? apakah tempat kita tinggal? tempat yang memiliki banyak sinar matahari, cuaca hangat, pantai indah? atau tempat sejuk di pedesaan dengan banyak tumbuhan hijau? apakah itu ekonomi mereka? negara adidaya seperti amerika, dan bangsa-bangsa eropa pada umumnya. ataukah kebudayaan mereka yang membuat mereka bahagia? atau jangan-jangan kata-kata bahwa bahagia itu berasal dari hati tak masalah dimana dan siapa kita benar adanya?

Aku akan mencoba menguraikan pengalamanku sebagai pembaca di setiap negara yang Eric Weiner kunjungi dalam pencarian kebahagiaannya itu. 
 
Belanda
Tak ada cara yang paling baik untuk memulai pencarian kebahagiaan selain mendatangi seorang profesor yang memiliki WDH, World Database of Happiness, tunggu aku sama terkejutnya dengan anda, ada hal semacam itu? itulah yang dilakukan Weiner, mendatangi seorang Profesor yang meneliti tentang kebahagiaan sepanjang hidupnya. Menakjubkan bukan? aku yakin sekali dia adalah pakar kebahagiaan, dan otomatis orang yang paling bahagia di dunia karena mengetahui semua rahasia untuk menjadi bahagia. Sepertinya. 

Ada banyak hal mengejutkan yang bisa kau dapatkan dari setumpuk laporan penelitian tentang kebahagiaan, beberapa terkadang sangat kontradiktif. Seperti, banyak negara-negara yang paling bahagia di dunia ternyata memiliki tingkat bunuh diri yang tinggi, orang - orang yang sering melakukan kegiatan keagamaan cenderung lebih bahagia dari yang tidak, tapi bangsa-bangsa yang paling bahagia adalah bangsa yang sekuler. Amerika yang merupakan negara paling kuat di dunia, tidak paling kuat dalam hal kebahagiaan, banyak negara yang lebih bahagia darinya. Demokrasi tidak menjadikan suatu negara bahagia, seperti yang dialami banyak pecahan Uni soviet yang kini berpaham demokrasi, tapi tidak bahagia. Justru ada kecenderungan sebaliknya, bahwa negara yang bahagia cenderung demokratis.

Menurut WDH, Belanda termasuk negara yang paling bahagia, walau tidak diurutan pertama. Salah satunya karena Toleransi, negara ini memang menoleransi banyak hal, pernikahan sejenis salah satunya yang kutahu, kemudian narkoba, oh kau dapat menemukan kafe yang menjual ganja dengan mudah di sini, dan prostitusi. kurasa rakyat Belanda tidak punya alasan untuk tidak bahagia dengan pelegalan kedua hal itu. 

Jadi toleransi di Belanda membuat warganya cenderung bahagia? bisa jadi, apa yang akan kau rasakan jika kau berada di tempat yang memperbolehkan hal-hal yang dilarang di tempat asalmu? apakah kau senang jika dapat melakukan hampir semua hal yang membuatmu senang? tunggu, apakah kesenangan itu sama dengan kebahagiaan?

Tapi Weiner benar, kebebasan yang didapat di Belanda bukanlah hal yang baik. Toleransi itu bagus, tapi toleransi dapat dengan mudah bergeser menjadi sebuah ketidakpedulian, dan itu sama sekali tidak menyenangkan. Oh satu lagi, Profesor kebahagiaan kita, tidaklah sebahagia yang kita kira, bahkan dia tidak peduli siapa yang bahagia dan siapa yang tidak, selama isu kebahagiaan tetap ada untuk diteliti, itu sudah cukup. Jadi apa inti dari semua penelitiannya itu?? 

to be continued ... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar