Minggu, 23 Agustus 2015

Renungan Part 47 (Food Bank: Skandal Negara Kaya Raya?)

cmsimg.coloradoan.com

Pernahkah mendengar istilah food bank? Istilah ini memang sepertinya tidak atau mungkin belum populer di Indonesia. Food bank adalah organisasi amal non profit yang membagikan makanan pada orang-orang yang kesulitan membeli makanan agar tidak kelaparan. Dari yang kubaca, fenomena food bank ini semakin populer di Inggris dan Amerika Serikat sejak tahun 2000an, terutama setelah krisis melanda dua negara kaya tersebut. Bahkan di Inggris, food bank menjadi sebuah kontroversi karena semakin banyak muncul dan mulai dipolitisasi oleh oposisi untuk menunjukan gagalnya pemerintah Inggris mensejahterakan rakyatnya.

Oke, Inggris dan Amerika adalah negara kaya raya dalam pandangan kita. Bagi kita yang tak pernah menginjakan kaki ke sana, yang kita tahu tentang mereka adalah sebuah negara makmur sentosa. Kehidupan mereka lebih baik dari kita dalam hal ekonomi dan banyak aspek lainnya. Kelaparan di kedua negara tersebut adalah sesuatu yang tak masuk akal. Tapi kenapa food bank menjamur? Dan katanya, semakin banyak orang datang ke food bank, walaupun mereka harus menahan rasa malu (siapa yang tidak malu dengan meminta-minta seperti itu, oh... sepertinya orang indonesia tidak malu). Kelaparan mereka tentunya bukan seperti busung lapar yang pernah terjadi di Indonesia, mereka hanya tidak punya uang untuk membeli makanan, dan tidak ada orang atau keluarga yang dapat membantu, maka food bank adalah solusinya. Menjamurnya food bank, bisa menjadi tanda bahwa orang-orang seperti itu makin banyak di sana.

Aku penasaran, warga negara kaya raya seperti apakah yang terpaksa harus datang ke food bank? Sangat beragam, salah satu artikel di guardian.com menyebutkan ada seorang wanita yang ditinggalkan suami dan menanggung dua anaknya, dia baru dapat pekerjaan, tapi dia baru dapat gaji sebulan kemudian, jadi selama 30 hari itu dia tidak punya uang untuk makanan. Food bank adalah solusinya. Kemudian, ada mantan tentara yang sakit-sakitan karena obat yang dia minum seharusnya diminum setelah makan, tapi dia tidak punya uang untuk membeli makan. Lalu, seorang wanita yang mendapat kdrt di rumahnya, sehingga dia harus kabur dari rumah, depresi yang dialaminya membuatnya sakit-sakitan, dan memaksanya berhenti bekerja. Akhirnya dia harus ke food bank karena tidak punya uang sedikitpun, bahkan dia tinggal di tempat penampungan orang tak punya rumah. Dan masih banyak alasan lainnya orang-orang pergi ke food bank, untuk tetap bertahan hidup.

Miris, di negara yang kaya raya hal seperti ini dapat terjadi. Kebijakan pemerintah mensejahterakan rakyat mereka pun dipertanyakan, tentu ada yang salah di situ sehingga fenomena ini terjadi. Mungkin mereka bukan negara kaya, tapi negara yang sebagian kecil penduduknya kaya raya, tapi sebagian lainnya sama saja dengan kita, untuk makan saja susah. Kesenjangan ekonomi sungguh besar. Kelaparan yang terjadi bukan karena tidak ada makanan, justru banyak makanan terbuang begitu saja dari industri makanan. Masalahnya adalah masyarakat tidak punya uang untuk membeli makanan itu. Menurut Robin Aitken, salah satu pendiri Oxford Food Bank, solusi masalah kelaparan ini adalah membuat sistem yang memanfaatkan surplus makanan untuk menambal kekurangan makanan. Robin menambahkan bahwa di banyak supermarket, pelanggan diajak membeli lebih banyak untuk disumbangkan ke food bank, ketika banyak pelanggan melakukan itu maka supermarket mendapatkan banyak untung. Ironisnya, pelanggan tidak tahu bahwa supermarket membuang makanan yang tak terjual. Jika supermarket memang serius ingin bersama-sama menanggulangi kekurangan makanan, kenapa mereka melakukan itu? Karena mereka sebenarnya tidak perduli dengan kelaparan, mereka hanya perduli dengan keuntungan. Biasalah... Kapitalis. Ya... jika kita perhatikan, Inggris dan Amerika adalah dedengkotnya negara kapitalisme, dan food bank mungkin muncul sebagai salah satu efek dari efek buruk kapitalisme: Kesenjangan Pendapatan.

Miris lainnya adalah orang-orang datang ke food bank karena tak ada orang terdekat yang membantu mereka. Di tatanan masyarakat barat yang mandiri dan individualis, bahkan keluarga pun tidak selalu ada bagi semua orang ketika dalam kesusahan. Bisa jadi karena memang keluarga mereka tidak bisa diharapkan, atau memang mereka tidak punya keluarga. Kurasa ini efek negatif menurunnya kesakralan pernikahan dan membangun keluarga. Mereka bisa saja punya anak tanpa ada pernikahan. Di Indonesia, Masyarakat betawi khususnya, keluarga terbiasa tinggal saling berdekatan. Sehingga ketika mendapat masalah, ada sanak famili yang dapat membantu. Di Barat, kemandirian mereka, dan sistem keluarga inti, biasanya membuat keluarga tinggal saling berjauhan, bahkan mungkin ada saja orang yang tidak kenal nenek, paman, atau bibinya. Ketika mereka kesulitan, siapa yang dapat membantu?

Lalu kemana tetangga mereka? mungkin ini juga ekses negatif dari individualistis masyarakat modern. Kebersamaan sepertinya jauh dari kenyataan, karena tiap orang hanya mengurusi urusan masing-masing, sibuk dengan masalah masing-masing. Aku pernah mendengar ceramah seorang ustadz yang berkata bahwa muslim yang baik tidak akan berkenyang-kenyang sementara tetangga terdekatnya tidak bisa makan sama sekali. Mereka kan bukan muslim... tidak kah kita mulai merasakan hal yang sama mulai terjadi di lingkungan kita yang muslim? Barat adalah kiblat kemajuan, kita mengikuti mereka termasuk ke hal yang negatif sekalipun. Jangan suudzon.... mungkin tetangga mereka pun sama-sama susah makan dan pergi ke food bank.

Menonton video dokumenter dari channel VICE di Youtube tentang salah satu food bank di Newcastle, Inggris, membuatku bersyukur bahwa sampai hari ini aku tidak pernah meminta makan pada badan amal seperti itu (di Indonesia kan memang belum ada food bank). Melihat orang inggris hidup tanpa listrik, bukan karena pemadaman tapi karena tidak mampu membayar, membuatku bersyukur aku masih mampu membayar dan menikmati listrik walau beberapa waktu terjadi pemadaman oleh PLN. Nun jauh disana, di negara kaya raya, kemiskinan pun tetap ada, mereka miskin bukan karena tidak ada sumber daya yang tersedia untuk mereka nikmati, tapi karena mereka tidak punya uang untuk membeli sumber daya itu. Akankah  keadaan ini terjadi di Indonesia?


Sumber bacaan
http://www.theguardian.com/commentisfree/2015/apr/23/food-bank-poverty-benefits

http://www.telegraph.co.uk/foodanddrink/10517718/Food-banks-the-unpalatable-truth.html

http://www.theguardian.com/society/2015/aug/20/food-bank-users-suffer-more-from-shame-than-from-hunger

http://www.mirror.co.uk/news/uk-news/one-five-doctors-sending-patients-6302670

Channel VICE di Youtube tentang food bank

https://www.youtube.com/watch?v=OIWARrp_A68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar