Selasa, 14 Januari 2014

renungan part 8 (The Big Year)






       Suatu hari ketika mengoprek komputer di sekretariat FLAT untuk sekedar mengecek film baru apa yang sudah ada (folder FLAT XXI di komputer FLAT biasanya selalu update dengan film baru) aku menemukan film berjudul The Big Year. Film yang dibintangi aktor favoritku yaitu Jack Black ini cukup unik karena memiliki tema yang kurang populer, yaitu lika-liku kehidupan birder. Istilah birder adalah sebutan bagi para penyuka burung dan suka melakukan kegiatan Birding, yaitu kegiatan melihat burung. Sungguh tidak populer bagi penonton Indonesia, menurutku. Judul film itu sendiri adalah istilah untuk kegiatan (semacam kompetisi) untuk melakukan birding setahun penuh dari 1 Januari sampai 31 Desember di kawasan tertentu (dalam film ini setingnya kawasan Amerika Utara) dan diakhir tahun jumlah spesies burung yang berhasil mereka lihat akan dihitung. Predikat pemegang skor tertinggi inilah yang menjadi incaran para peserta The Big Year.

    Tiga tokoh utama dalam film ini yang diceritakan ikut dalam kompetisi Big Year adalah Stu Preissler, Brad Harris dan Kenny Bostick. Stu Preissler (diperankan oleh Steve Martin) merupakan pensiunan CEO perusahaan besar, melakukan Big Year merupakan impiannya yang sulit diwujudkan ketika dia masih menjabat CEO, dan dengan dukungan istrinya dia akhirnya ikut serta setelah pensiun walau dia masih sering diganggu anak buahnya di perusahaan karena kehadirannya masih dibutuhkan. Brad Harris (diperankan oleh Jack Black) adalah seorang programmer yang tinggal dengan orang tuanya setelah bercerai, ayahnya tidak mendukung keputusannya ikut Big Year. Sedangkan Kenny Bostick (diperankan oleh Owen Wilson) adalah pemegang rekor tertinggi Big Year sebelumnya, dan dia berambisi untuk tetap mempertahankannya. Film yang diangkat dari sebuah buku nonfiksi berjudul The Big Year: A Tale of Man, Nature and Fowl Obsession yang ditulis oleh Mark Obmascik ini menurutku memiliki pesan yang sungguh mendalam tentang lika-liku kehidupan manusia. Setelah meonontonnya ada dua pesan yang kuterjemahkan dari film tersebut.

       Pertama, untuk menjadi yang terbaik, atau ter- apapun, ada harga yang tak murah yang harus kita bayar. Bostick sang pemegang rekor di akhir cerita sukses mempertahankan rekornya dengan 755 burung, tapi dia harus kehilangan keluarganya karena sang istri menggugat cerai dirinya. Bostick sangat fokus dalam mempertahankan rekor, dia gigih, dan cerdas, tapi hal itu membuatnya tidak memiliki waktu untuk istrinya, tidak selalu ada untuk dirinya, sehingga sang istri tidak lagi mampu bertahan dan memutuskan untuk bercerai. Dulu aku pernah mendengar cerita dari tetanggaku yang seorang guru besar di UIN bahwa dia memiliki seorang kenalan, seorang Guru besar juga sangat cerdas, super sibuk, namun katanya kehidupan keluarganya tidak secemerlang karirnya. Well.... ada hal yang harus kita bayar untuk menjadi sesuatu yang besar iya kan? hal ini juga mengingatkanku pada satu hal, yaitu jika kita menginginkan sesuatu kita harus mengorbankan hal lain, you can't get everything you want in your life, misalnya untuk bisa pintar kita harus mengorbankan waktu kita untuk belajar, atau untuk bisa menabung banyak uang kita harus mengorbankan keinginan untuk belanja barang tertentu, dan begitu seterusnya.
       
       Kedua, bukalah matamu dan kau akan melihat karunia yang mungkin tidak pernah kau sadari. Pesan ini kuterjemahkan dari adegan ketika Brad dan Stu, yang menjadi teman dekat karena Big Year, membicarakan kekalahan mereka dari Bostick. Dengan mantapnya Brad berkata "he got more birds, but we got more everything", memang Brad kalah dari bostick, namun karena Big year dia mendapatkan kembali hubungan harmonis dengan ayahnya yang kini mulai mendukung rasa sukanya akan burung, dan karena Big Year dia mendapatkan cintanya kembali. Sedangkan Stu, dia lebih mantap meninggalkan perusahaannnya yang terus memintanya kembali dan menawarkan posisi luar biasa, karena dia menyadari kebahagiaan bukan hanya sekedar uang, dan dia lebih memahami pentingnya waktu kebersamaan keluarga. Ketika kita gagal setelah berusaha, kita sering jatuh dan bersedih, seakan-akan usaha kita semua sia-sia, tapi cobalah buka mata, ada hal lain yang mungkin kita dapatkan selain dari tujuan kita.

      Secara keseluruhan, film ini sangat menghibur dan sarat makna. Aku yakin ada lebih banyak pelajaran yang dapat kita ambil jika kita mau melihat dari sudut pandang yang berbeda. oke..... mari kita tonton lagi hehe....     

Rabu, 08 Januari 2014

17 agustus tahun 2013

17 agustus merupakan tanggal yang istimewa, itulah hari kemerdekaan indonesia, sejak saya lahir sampai sekarang momen 17 agustus selalu diperingati dengan meriah. dari tingkat pemerintahan pusat di jakarta, sampai ke desa-desa. tak luput pula desa kampung halaman saya, biasanya kita merayakan dengan berbagai perlombaan seperti panjat pinang, mengambil koin dari jeruk bali yang dilumuri oli dengan mulut, lomba balap karung, balap makan kerupuk, dan jenis-jenis lomba lainnya.

di bawah ini merupakan satu jenis lomba yang selalu ada di perayaan 17 agustus di kampung saya, jadi teringat waktu kecil, semangat sekali setiap sekali mengikuti lomba ini, hm.... sampai sekarang saya tidak tahu juga sebenarnya nama lomba ini apa ya?? ada yang tahu??


bebrapa bilah bambu yang disusun seperti pagar berisi banyak macam hadiah dipasang di tengah kolam, lalu diberi jembatan berupa satu bilah bambu yang panjang, peserta harus mencapai hadiah dengan melewati jembatan satu bilah bambu tersebut tanpa jatuh.




dari kecil, saya tidak pernah berhasil mendapatkan hadiah, mungkin keseimbangan saya tidak bagus, haha... ini sulit loh... lihat peserta diatas, dia berusaha menjaga keseimbangannya.


yang satu ini terpaksa melompat karena sudah tidak seimbang lagi.... daripada kepala duluan yang neymplung.... hahaha









berbagai macam usaha peserta yang menyebrangi jembatan bambu.... menonton saja sudah hiburan tersendiri... hehe



antrian peserta.... wah rapi, tidak ada yang menyerobot.... :D




ekspresi peserta yang gagal... hm... sabar ya de......


kalau yang ini cuma nonton doang..... hehe









Renungan part 7 (99 Cahaya di langit Eropa)


Kira-kira beberpa bulan lalu, tersebar kabar tentang pembuatan film tersebut, film yang diangkat dari sebuah novel itu cukup mencuri perhatian media. Aku pun tertarik, hanya karena ada fatin ikut main di film itu, tapi tidak sampai berniat menonton jika sudah dirilis atau membeli novelnya. Sampai beberapa waktu yang lalu, lewat suatu kejadian yang tak disangka, aku mendapatkan kesempatan membaca novel tersebut. Persepsi awalku pada novel tersebut sebenarnya negatif, aku tidak memiliki rasa ingin tahu akan isi ceritanya, karena aku memiliki praduga bahwa isinya paling-paling sama dengan cerita negeri 5 menara cerita kesuksesan seseorang ke luar negeri untuk sekolah. Mungkin karena pengaruh dalam judulnya ada kata eropa… J. Tapi setelah membaca lembar per lembar (awalnya iseng mengisi waktu luang di sekolah), aku sadar ternyata aku salah. Praduga memang tidak baik hehe…. setidaknya aku sempat menitikan air mata pada satu plot yang dikisahkan penulis, sungguh menyentuh. ada beberapa hal menarik bagiku dari novel berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa ini.
Kesan pertama setelah membaca novel tersebut adalah aku diajak penulis untuk menyelami sejarah dengan cara yang berbeda. Di SMA pelajaran sejarah selalu menjadi pelajaran yang membosankan bagiku, sejarah Indonesia atau sejarah kebudayaan islam, dua-duanya sama, terasa hambar. Mungkin itu karena buku sejarah hanya memaparkan fakta (walaupun tetap tidak semua fakta diungkap), hanya kumpulan informasi tentang tanggal, nama, dan kronologis kejadian yang harus dihafal karena akan ditanyakan ketika ujian. Ketika mengulas bab islam di spanyol dalam mata pelajaran sejarah kebudayaan islam di SMA dulu, tidak ada perasaan hanyut yang terasa seperti membaca novel ini, mungkin karena dalam novel, penulis memberikan efek dramatisir dengan memasukan pendapat-pendapat pribadi akan sebuah kejadian. Kurasa itulah tugas guru sejarah, mendramatisir kisah, dan menghanyutkan muridnya dalam sejarah tersebut. Dan pada akhirnya, menggiring murid untuk mengambil hikmah dari kemajuan, kemunduran, kesuksesan, kesalahan orang – orang terdahulu.
Hal kedua yang menarik bagiku adalah penulis menceritakan sejarah apa adanya. Ada satu kejadian yang sangat membekas di ingatanku saat masuk kelas mata kuliah sejarah kebudayaan islam di bangku kuliah. Aku ditegur dosen karena berkata “mungkin Ali bin Abi Thalib merasa letih dengan perang”, dia berkata seorang Ali tidak akan letih karena dia seorang muslim yang mulia atau apalah aku lupa kata-katanya. Namun yang pasti, alasanku mengatkan hal itu adalah aku beranggapan bahwa Ali pun seorang manusia biasa yang bisa saja merasa jenuh dan lelah dengan perang saudara waktu itu (konteks yang kami diskusikan adalah kisah perang perebutan kursi pemimpin islam antara kubu ali dan kubu umayah kalau tidak salah). Tapi yang kutangkap dari dosenku adalah seakan-akan pengkultusan bahwa dia orang yang mulia tanpa cacat. Well, sejujurnya aku tidak setuju, dalam mempelajari sejarah kita tidak hanya melihat sisi positif nya saja, tapi juga sisi negatif. Manusia berbuat salah dan dari kesalahan orang terdahulu kita bisa belajar bersikap. Di novel ini, penulis menceritakan baik buruk dengan apa adanya, seperti ketika dia menceritakan bagaimana kecintaan akan kemewahan para sultan turki menjadi salah satu faktor terpuruknya imperium ottoman. Satu hal negatif yang bisa kita ambil pelajarannya.
Selain itu, penulis mengajak pembaca menikmati museum ddan tempat-tempat bersejarah dengan cara yang lebih mengasyikan. Pengalamanku berkunjung ke museum selalu sama, bosan. Hal menarik yang didapat hanya sekedar dari foto-foto dan melihat-lihat barang aneh yang dipajang di museum. Apakah hikmah yang kudapat setelah mengunjungi museum? Hampir tidak ada. Tapi penulis memberikan tips (secara tidak langsung) dengan mengetahui dan mencari kisah unik dari tiap detil museum, hikmah yang didapat dari mengunjungi museum akan labih optimal. Akupun menyimpulkan, jika kita ingin ke museum, setidaknya kita melakukan research mendalam akan museum tujuan kita, dan pastinya dapatkan tour guide yang memang bagus. Sewaktu sma dulu ketika berdarma wisata ke Borobudur, aku pernah melihat sekumpulan turis asing mengobrol seru dengan seorang tour guide, kurasa mereka pasti sedang membicarakan kisah-kisah unik dari Borobudur. Sementara aku? Hanya berputar-putar di candi sambil berfoto karena aku tidak tahu apa-apa tentang candi itu selain yang disebutkan di buku sejarah, lalu hikmah apa yang kudapat? Tidak ada, Cuma lelah.

Disamping tiga kesan menarik yang kudapat tersebut, aku merasa terkesan dengan sudut pandang penulis akan islam. Well, mungkin karena aku memiliki pandangan yang mirip dengannya. Intinya, novel ini adalah sebuah novel yang sungguh mencerahkan pemahaman kita akan kisah kejayaan islam di eropa.  


Renungan part 6 (apresiasi)


Beberapa hari sebelum tahun baru, aku memutuskan untuk pulang ke sukabumi. saat itu kira-kira pukul setengah delapan malam, dalam perjalanan pulang, kuhentikan motorku tepat setelah pasar parung untuk mengisi perut yang keroncongan, kupilih warung nasi goreng di pinggir jalan yang memang dapat dengan mudah ditemukan jika malam tiba. Untuk mengusir rasa bosan menunggu pesanan, aku iseng memperhatikan seorang anak kecil bersama kedua orang tuanya yang kebetulan berada di depan tempatku duduk.
Anak perempuan yang menurutku berumur sekitar empat atau lima tahunan itu sibuk menumpuk-numpuk kursi plastik yang disediakan penjual nasi goreng untuk pelanggan, sambil tertawa-tawa dan sesekali memanggil ayahnya untuk memperlihatkan apa yang sedang dia lakukan. Sementara sang ayah dan ibunya Nampak sibuk mengobrolkan sesuatu. Ketika cukup banyak kursi tertumpuk si anak dengan semangat memanggil ayahnya, setelah melihat apa yang dilakukan anaknya, sang ayah Nampak jengkel, mungkin merasa malu anaknya membuat kacau tempat duduk yang sudah disusun rapi oleh penjual nasi goreng itu, dia segera si ayah membereskan kembali kursi-kursi yang ditumpuk anaknya. Sekilas dari kejadian itu tidak ada hal yang patut diperhatikan, hanya kejadian biasa seorang anak kecil mengacak perabotan, tapi apa yang terjadi berikutnya bagiku sungguh menarik.

Wajah ceria si anak tiba-tiba berubah menjadi kesal, tingkah lakunya jadi agresif, ketika ibunya mencoba menariknya, dengan tegas si anak memukul ibunya sambil berteriak. Intinya, si anak yang tadinya bergembira berubah jadi rewel. Akupun berpikir, apa penyebab anak itu jadi berubah ya? Aku hanya bisa menduga bahwa itu berawal dari respon si ayah pada perbuatan anaknya tadi. Menurut pengamatanku, si anak ingin diberi apresiasi atas keberhasilannya menumpuk kursi plastic (bagi seorang anak kecil mungkin itu sesuatu yang hebat) tapi yang didapatnya adalah respon negatif dari si ayah. Kecewa dengan itu, dia pun menjadi rewel.
Aku tersenyum sendiri, betapa memang kita sering tidak sadar untuk memberikan apresiasi atas tindakan orang lain. Dalam konteks membesarkan anak, apresiasi itu tentu penting, tapi aku belum punya anak jadi tentu pendapatku hanya berdasarkan kesimpulan atas ilmu yang kuketahui tanpa belum pernah praktek. Ya intinya, jika waktu itu si ayah memberikan respon positif dulu sebelum membereskan kembali kursi itu mungkin kejadiannya bisa lain, si anak mungkin tidak menjadi rewel.
Aku jadi ingat ketika tk aku berlari ke arah ibuku sambil menunjukan keberhasilanku menulis huruf dan diberi nilai bagus oleh guru waktu itu. oh… betapa kita senang ketika ada orang yang mengapresiasi usaha kita.     
 

Renungan Part 5 (respect)


Beberapa waktu yang lalu, social media ramai dengan ucapan belasungkawa atas berpulangnya seorang aktor terkenal hollywood, sang pemeran Brian O’Conner di film Fast Furious. Para fans film tersebut pastilah hafal dengan pria yang bernama asli Paul Walker ini, saya pun termasuk penggemar film fast furious. Dia mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya pada tanggal 30 November 2013 ketika dia dan temannya berkendara dalam kecepatan tinggi (saya rasa karena terlalu sering membintangi film fast furious paul walker jadi merasa sudah mahir memacu mobil di jalan raya, mungkin dia lupa bahwa dunia nyata dan film jauh berbeda…., pelajaran: jangan pernah praktekan apa yang kita lihat di film!). apapun alasan Roger Rodas, teman Paul yang menyetir saat kecelakaan itu, memacu mobilnya dengan cepat, tetap ini tidak patut ditiru.

Tak selang beberapa hari kemudian ada satu berita yang lebih mengejutkan, yaitu berpulangnya seorang manusia pendobrak politik apartheid di Afrika Selatan, yaitu Nelson Mandela. Presiden Afrika selatan yang menjabat dari tahun 1994 sampai 1999 ini meninggal 5 desember 2013 pada umur 95 tahun karena penyakit paru-paru. Berita ini pun sempat menjadi perbincangan di beberapa social media, banyak yang mengucapkan belasungkawa atas perginya Nelson Mandela.

Ada satu foto yang cukup menggelikan saya temukan di website 9gag.com, dimana foto tersebut merupakan curahan hati seseorang akan mirisnya dia melihat fenomena belasungkawa di social media tentang kepergian dua tokoh di atas, mari kita lihat penampakan fotonya:
 

Sang pembuat gambar tentunya menyindir para fans yang berkabung untuk paul walker, tapi tidak tahu sedikitpun tentang nelson Mandela, bahwa mereka adalah bagian yang salah dari dunia. Saya tidak terlalu setuju dengannya, karena mungkin para fans paul memang tidak mendapatkan inspirasi dari Mandela karena ketidaktahuan mereka, dan ternyata tindakan paul di film atau di luar film lebih menginspirasi mereka, jadi wajarlah mereka berkabung untuk menghormati paul walker (tambahan info: saat terjadi kecelakaan, paul baru pulang dari acara penggalangan dana bagi Negara yang terkena topan haiyan). Mereka yang tidak tahu, hanyalah korban, para pendidik dan orang tua merekalah yang sebenarnya (kalau kita mencari pihak yang bersalah) harus disalahkan. Di afrika selatan sendiri, dimana jasa nelson Mandela sangat besar, diadakan minggu berkabung nasional bagi Mandela. Begitu besarnya jasa Mandela, sehingga dia mendapat kehormatan yang begitu besar (kalau anda termasuk yang tidak mengenal nelson Mandela, segera cari tahu dari mbah google… ).

Hal yang menjadi perhatian saya adalah penghormatan besar yang diberikan pada dua tokoh tersebut. Ya…. Penghormatan, ketika saya melihat dalam diri saya, dalam diri orang lain, saya melihat kebutuhan akan penghormatan, manusia pada dasarnya ingin dihormati. Menurut Abraham Masloew, sorang psikolog amerika yang terkenal karena teori hierarchy of needs-nya, rasa butuh akan penghormatan adalah kebutuhan sekunder manusia. Walau sekunder, kebutuhan akan penghormatan ini sangat besar dampaknya bagi kita, saya merasakan hal itu, cobalah tengok perasaan anda, apakah anda senang ketika ada orang yang sangat menghormati anda? Jika anda jujur, jawabannya pasti iya.

Banyak hal yang bisa menjadi penyebab seorang manusia dihormati, dan salah satu penyebab dan yang paling umum saya lihat adalah harta. Seorang yang memiliki banyak harta, biasanya lebih dihormati dari yang biasa-biasa saja. Suatu hari saya menonton berita di sebuah stasiun tv tentang pelecehan yang dilakukan seorang karyawati toko tas yang mahal di sebuah Negara di eropa terhadap pembawa acara terkenal Oprah Winfrey, alasannya? Si karyawati tidak mengenal siapa Oprah dan menganggap dia tidak memiliki cukup uang untuk belanja di toko itu. Kita memang harus mengakui bahwa secara sadar ataupun tidak, pandangan materialisme sudah memenuhi kepala kita, hal itu dijadikan standar penting menilai seseorang. Namun, ada satu hal yang lebih penting yang sebenarnya dapat membuat seseorang dihormati bahkan oleh seluruh manusia di dunia di segala zaman.

Ada satu post di akun facebook dari penulis favorit saya, Gobind Vashdev, yang menarik sehubungan dengan penghormatan ini. Dia berkata bahwa tentu kita tahu siapa itu Bill gates, Donald trump yang merupakan jajaran orang terkaya di dunia saat ini, tapi apakah anda tahu siapa orang terkaya di dunia di tahun 1950an? Namun anda pasti tahu siapa Mahatma Gandhi atau Nabi Muhammad. Mereka hidup jauh dari zaman kita sekarang, tapi kita tahu mereka dan menghormati jasa mereka. Apakah mereka kaya raya? Tidak, bahkan nabi Muhammad lebih menekankan kesederhanaan dalam hidupnya, lalu apa yang membuat mereka dikenang dan dihormati? Mereka dihormati, dikenang atas apa yang mereka berikan kepada orang lain. Saya sebagai orang muslim sering diceritakan bagaimana nabi Muhammad berkorban demi umat dan sahabat-sahabat terdekatnya, dan itulah sebenarnya yang sangat melekat di hati manusia. Nelson Mandela, pun mendapatkan penghormatan yang begitu besar bukan karena kekayaan yang dia miliki, namun karena apa yang dia berikan untuk rakyat Afrika Selatan.

Tak salah pula kata-kata Winston churchil ketika dia berkata “we make a living by what we get, we make a life by what we give”. Hidup akan lebih bermakna ketika kita focus memberi, cobalah perhatikan orang-orang di sekitar anda yang rela berkorban, dan senang membantu, tentunya mereka mendapat penghormatan yang lebih dari orang-orang di sekitarnya.

Saya berkesimpulan bahwa dengan memberi, penghormatan akan datang sendiri kepada anda, dan para insan yang selalu memberi tidak pernah dengan sengaja mengharapkan penghormatan sebagai balasan apa yang telah mereka berikan. Semoga hati ini selalu tergerak untuk berbagi ya allah…. 
    

Trip to Sawarna Part 2 (Photos)

ini adalah kumpulan foto sewaktu saya berwisata ke pantai sawarna. Sawarna terletak di Kabupaten Bayah, Provinsi Banten. jika dari arah sukabumi maka kita bisa mengambil jalur pantai Pelabuhan ratu, memang jalannya agak cukup ekstrim, tapi melihat keindahan sawarna, saya rasa perjalanan jauh dan melelahkan itu terbayar.




itu adalah penampakan pantai tanjung layar di Sawarna, terlihat di foto sungai yang mengarah ke pantai.........


inilah kenapa pantai ini disebut tanjung layar, ada karang yang berbentuk seperti layar perahu.....


di pantai ini terdapat saung - saung yang disewakan untuk pengunjung. harganya bervariasi tergantung pada momen liburan atau bukan......



pengunjung ini nampak sabar menunggu umpan di kail pancingannya disambar ikan, saya tidak yakin apa memang dia bisa dapat ikan, hm.... ikan apa ya kira-kira??


 di pantai ini bahkan disediakan fasilitas voli pantai..... hm.... cukup menarik.



melihat saung kecil nganggur saya tertarik untuk berpose... hehe.... efek cahaya matahari sore membuat foto ini terasa lembut....  :D



oke... kita tutup dengan foto sunset di sawarna.... hm.... gak rugi deh walau perjalanannya lumayan jauh...



Trip to Sawarna (renungan part 4)



Urang ka sawarna yu....[1] adikku mencetuskan ide tamasya ke Sawarna ketika keluarga besar berkumpul idul fitri.
He’eh ceuk babaturan bibi ge, alus pantaina..[2] salah satu bibiku yang memang doyan melancong mendukung.
Dina internet ge cenah mah tempatna meni alus…..[3] ibuku menambahkan. Aku agak terkejut sejak kapan ibuku kenal internet??
Dari situlah ide bertamasya ke Sawarna setelah idul fitri berkembang. Sebenarnya ada dua hal yang menjadi precaution dalam rencana piknik keluarga ini, dan menjadi pertimbangan penting sebelum memutuskan untuk pergi atau tidak. Pertama adalah letak Sawarna dan yang kedua pemilihan waktu yang tepat sehubungan dengan idul fitri.
Untuk masalah pertama yaitu letak, sebenarnya aku dan keluargaku telah menyadari bahwa pantai yang menurut salah satu pamanku ini adalah sebuah Hidden Paradise terletak lumayan jauh dari pantai yang biasa kami kunjungi yaitu Pelabuhan Ratu. Dari rumahku yang masih sama-sama terletak di kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Ratu dapat dicapai dengan mobil dalam waktu 2 sampai 3 jam (dengan catatan lalu lintas lancar). Sementara Sawarna terletak di Provinsi Banten, memang tidak terlalu jauh dari Pelabuhan Ratu, cukup tambah 1 jam setengah perjalanan. Waktu selama itu tidaklah masalah kalau menggunakan mobil (yang bermasalah sopirnya haha…), jadi hal tersebut tidak menghalangi rencana kami. Terlebih lagi kakak iparku berkata bahwa perjalanan jauh itu akan terbayar dengan keindahan pantainya. Makin mantaplah tekad untuk berangkat.
Masalah yang kedua adalah waktu. Biasanya ayahku paling rewel masalah ini, dia selalu berada di garda terdepan melawan semua ide untuk bertamasya pada masa libur idul fitri, terutama jika tujuannya adalah Pelabuhan Ratu. Hal ini memang aku rasakan masuk akal, ketika semua orang libur, tempat wisata pasti dibanjiri pengunjung, jadi yang terasa bukan rasa senang piknik namun rasa ribet berjejalan dengan orang lain. Terutama Pelabuhan Ratu, yang didatangi pelancong dari Bandung, Cianjur, Sukabumi, Jakarta, dan Bogor. Tapi anehnya kali ini dia tidak terlalu rewel. Mungkin karena tujuannya bukanlah Pelabuhan Ratu (walaupun rutenya lewat Pelabuhan Ratu), dan dia pun baru mendengar pantai Sawarna (ayahku ini sangat expert masalah rute dan daerah, dan semua kawasan jawa barat sudah dia kuasai karena dulu pernah bekerja jadi supir pribadi). Alhasil, dia pun mungkin penasaran dengan tempat ini.
Pantai Sawarna memang baru naik daun akhir-akhir ini, biasanya yang dituju di daerah dekat Sawarna adalah Karang Taraje, sebuah pantai yang terkenal dengan pasir putihnya (dulu). Maka penasaran kami pun sangat tinggi. Dengan mempertimbangkan dua hal tadi dan penasaran tinggi berangkatlah kami ke Sawarna dalam dua mobil (tidak ada satu pun yang ikut pernah ke Sawarna).
Kemudian….
Mana pantaina?”[4] ibuku menggerutu.
ka pantaina lewat mana ieu teh?”[5] pamanku bertanya sambil celingak celinguk nyari jalan.
Semua anggota piknik kebingungan, mobil kami disuruh tukang parkir untuk diparkir di sebuah lapangan yang memang sudah banyak mobil terparkir disitu. Kata si tukang parkir di situlah tempat terbaik untuk parkir, tempat lain sudah penuh. Memang, kuperhatikan ada banyak sekali pengunjung. Aku pun mempertanyakan ke-hidden­-an pantai ini.
Di sebelah selatan tempat mobil kami parkir ada kebun pohon singkong yang tinggi-tinggi. Kami dan beberapa pengunjung lain berjalan ke arah situ (katanya pantainya disitu), sambil berjalan aku mendengar celotehan pengunjung lain dari Jakarta.
“Kemarin liat di on the spot pantainya bagus… kok begini?” sambil kebingungan nyari jalan ke pantai (dasar korban on the spot, kata adikku, haha…).
Aku pun khawatir, jangan-jangan pantai Sawarna tidak sebagus isunya. Setelah bebarapa saat ternyata kami pun menemukan sebuah sungai, dan sungai itu bermuara ke pantai… iya… sebuah pantai dengan pasir putih, angin pantai yang berhembus dan suara ombak yang besar khas pantai selatan memang mampu menyihir perasaanku menjadi tenang, ditambah keindahan sungai yang bertemu laut dan ditumbuhi pepohonan hijau di pinggirnya benar-benar memanjakan mata. Pantai ini memang indah!!
Ternyata, seperti halnya Pelabuhan Ratu yang memiliki beberapa pantai, Sawarna pun sebenarnya nama sebuah desa yang memiliki beberapa pantai yang bisa dituju, kebetulan pantai yang kami singgahi bernama Tanjung Layar. Nama itu diberikan karena ada sebuah tanjung yang memiliki karang berbentuk seperti layar perahu jika dilihat dari jauh. Sayang aku hanya menghabiskan sedikit waktu disana, karena keluarga sudah buru-buru mengajak pulang. Rupanya, banyak dari keluargaku yang kecewa dengan Sawarna.
Menanggapi kekecewaan itu, aku menyimpulkan beberapa hal:
Sawarna (khususnya Tanjung Layar) bukan tempat yang cocok untuk wisata keluarga. Alasannya karena tempat kita memarkir mobil jauh dengan pantai (lewat rute manapun kendaraan harus diparkir agak jauh dari pantai). Sementara ibu-ibu kalau wisata ke pantai pengennya turun mobil gelar tikar dan langsung makan bareng sambil menikmati suasana pantai. Jadi, kalau mau ke Sawarna jangan ajak ibu anda yang berumur 30 tahun ke atas kecuali ibu anda ibu petualang, apalagi nenek anda, karena anda harus berjalan cukup jauh ke pantai dan menguras tenaga, apalagi setelah perjalanan jauh.
Sawarna cocok dikunjungi orang yang senang berpetualang. Anda bisa touring pakai motor, atau pakai mobil, yang pasti teman atau saudara yang anda ajak masih muda atau berjiwa muda. Menurutku akan lebih seru jika menginap disana dan menikmati keindahan Sawarna di pagi hari, pilihan menginap bisa membuat tenda (ada banyak lahan kebun yang bisa dipakai untuk tenda), atau mencari penginapan (katanya sih murah), atau sekedar beralaskan tikar dan beratapkan langit (kalau gak hujan sih seru). Tapi satu yang pasti harga makanan dan minuman lumayan mahal, jadi sebaiknya bawa bekal yang cukup, kecuali memang anda punya banyak uang.
Yang terakhir, jangan pernah mengunjungi tempat wisata (khususnya Pelabuhan Ratu dan tempat-tempat yang memakai rute Pelabuhan Ratu) di musim libur Idul fitri. Pantai Sawarna tidak membuatku kecewa, namun penentuan waktu yang salah membuatku menderita ketika pulang (ketika berangkat rute kami masih lancar). Rute Pelabuhan Ratu  di musim libur idul fitri adalah rute neraka, aku harus menghabiskan 17 jam perjalanan yang biasanya hanya butuh 3 jam saja karena membludaknya kendaraan. Ya Allah, hapuskan dosa-dosa para polisi yang ikhlas mengatur lalu lintas waktu itu….. amin   


[1] kita ke Sawarna nyok
[2] iya kata temen bibi juga pantainya bagus
[3] di internet pun banyak yang bilang tempatnya bagus banget
[4] Mana pantainya?
[5] Ke pantai lewat mana nih?