Sabtu, 16 Januari 2016

Renungan Part 58 (Seri Resolusi Cinta: Cinta vs Uang)

       Yang manakah yang lebih penting? Cinta atau uang? Pikiran kita pasti langsung merujuk pada sebuah pertimbangan untuk menikah. Apakah cinta pasangan yang menjadi faktor utama? ataukah isi dompet dan angka-angka di rekeningnya? Si A baik hati, perhatian, cukup tampan, dan sangat mencintaiku, tapi sayang dia kere. Sementara si B tidak buruk juga sih, hanya tak sebaik A perangainya, dan lebih jelek juga. Tapi bisnisnya dimana-mana, dia sudah punya mobil, rumah, dan tabungan sampai 9 digit loh.... hm.... pilih yang mana ya...? B saja kali ya, emangnya kita bisa beli baju, bayar listrik, dan makan enak pake cinta? Cinta saja tidak cukup di zaman sekarang. Uang lebih penting. Begitukan mayoritas pikiran kita ketika dihadapkan pada pilihan cinta atau uang? Please corret me if I'm wrong.

Apakah sebenarnya uang itu? kenapa kita merasa dia begitu penting, melebihi segala-galanya di dunia ini? Uang adalah takhayul terbesar temuan umat manusia, sebenarnya dia tidak sangat bernilai, hanya kertas, logam, dan angka di akun bank, tapi karena kesepakatan bersama jadilah ia bernilai sebagai alat tukar, semakin besar nominal yang tertera, semakin besar nilai yang dimilikinya. Zaman sekarang, orang dapat mewujudkan apapun keinginannya asal punya uang, apapun bisa dibeli. Hal yang dulunya tidak pernah diperjualbelikan, kini tersedia di pasar. Cobalah perhatikan sejenak dunia kita sekarang, apa sih yang tidak bisa diwujudkan oleh uang? maka bagi orang yang beranggapan bahwa kebahagiaan didapat dari memenuhi keinginan, uang adalah sumber kebahagiaan. Itulah yang membuat kita berpikir uang lebih penting dari pada cinta, khususnya dalam membangun keluarga, karena kebahagiaan hanya didapat dari uang.

Lalu apa itu cinta? perasaan suka antar lawan jenis yang menjadi dasar sebuah pernikahan? ah.. itu terlalu dangkal, cinta adalah nilai tertinggi dalam kehidupan, cinta adalah perasaan kasih terhadap semua hal yang ada di dunia ini. Cinta adalah sesuatu yang dapat membuat hati yang keras luluh seperti dalam kisah Nabi Muhammad yang meluluhkan hati seorang Yahudi yang selalu melemparnya dengan kotoran. Cinta jua lah yang menggerakan seorang pelacur menolong seekor anjing kehausan sehingga ia masuk surga. Bukan nafsu ingin memiliki dan menguasai ketika kita melihat lawan jenis yang kita sebut-sebut sebagai cinta, sungguh itu bukan cinta!

Menurutku, membandingkan uang dan cinta adalah sebuah kesalahan, uang adalah alat tukar, sementara cinta adalah nilai luhur. Keduanya sudah sangat jelas tidak sebanding, uang tidak pernah mendatangkan kebahagiaan hakiki, sementara cinta memberikan ketenangan batin, dan kedamaian. Lihatlah para Nabi dan Rasul, para sahabat, para sufi, mana yang mereka utamakan? cintakah? kekayaankah? Kekayaan tidak akan kita bawa mati, sementara cinta akan melahirkan amal baik yang akan selalu mengikuti. Masihkah kita berpikir bahwa uang lebih penting daripada cinta?  

Sungguh Cinta jauh lebih penting daripada uang!

Minggu, 10 Januari 2016

Renungan Part 57 (Seri Resolusi Cinta: Pacaran Syar'i? kenapa kacang)

www.hosterialamesondelquijote.com

Masyarakat sempat heboh dengan salah satu bab di buku pelajaran kurtilas yang membahas tentang pacaran sehat. Tidak ada yang namanya pacaran sehat, pacaran ya tidak sehat, jalan yang mendekatkan diri seorang manusia pada perzinahan, dimana aspek pacaran yang menyehatkan? yang ada mesum.... banyak pihak tidak menerima pacaran sehat yang dinilai menyesatkan karena menyiratkan pacaran yang islami (ilustrasi di buku memakai model cowo berpeci dan cewe berjilbab lebar). Mereka tidak rela budaya pop remaja dan pemuda pemudi lajang zaman sekarang (yang cenderung maksiat) dilabeli islam, tapi aku tidak mengerti kenapa tidak ada yang protes ketika hijab dan dakwah dibungkus budaya pop? mengikuti kemajuan zaman katanya, selama itu masih baik, tanpa menghilangkan nilai islamnya. Baik dari hongkong, hijab yang dibalut budaya pop melahirkan fashion hijaber yang cenderung berlebihan, ingat kawan.... orang yang berlebihan itu saudaranya syetan.... dakwah pop lebih mengutamakan entertainment daripada isi, dan seringkali mengikuti arus utama walau sebenarnya itu salah. Miris.....

Oleh karena itu, aku pun mendukung Pacaran Syar'i, kenapa tidak? emang ada? ya diada-adakan saja, yang penting budaya pop masyarakat jadi lebih islami. Jangan salah ya... bahkan mabuk syar'i saja ada. Ko bisa? mabuk tapi syar'i? Begini... suatu ketika salah seorang kenalanku yang sedang berkunjung ke tokyo bingung mencari hotel untuk menginap, di tengah jalan dia bertemu dengan orang jepang yang mabuk, dan ajaibnya, si pemabuk menolong kenalanku itu mendapatkan hotel, kereen... walau mabuk tetep membantu orang dalam kesusahan, jadi kita sebut saja itu mabuk syar'i. karena kata syar'i menunjukan nilai keislaman di dalamnya. Jadi pacaran syar'i adalah pacaran yang menerapkan nilai islam. Tapi sepertinya istilah "pacaran" itu tidak pas, karena pernah ada pertanyaan muncul kepadaku, "kamu pacaran buat serius atau main-main?" Nah.... apa bedanya itu? pacaran serius adalah pacaran yang diniatkan untuk menikah, sedangkan pacaran main-main ya... hanya untuk have fun, saling kirim pesan, makan bareng dan nonton di malam minggu, dan tak lupa gerepe-gerepe jika ada kesempatan. Tak ada niatan baik untuk menikah, bahkan dipikirkan pun tidak, "masih jauh.... kita kan masih SMA, Kuliah, pengangguran, belum mapan....." Maka aku lebih memilih istilah 'hubungan pra-nikah', sebuah hubungan yang diniatkan untuk mencari pasangan hidup dalam mahligai pernikahan. Merujuk pada pendapatnya Cak Nun, hubungan pra nikah ini setidaknya memiliki empat prinsip.

Pertama, ta'aruf. Mirip dengan istilahnya mas dan mba lembaga dakwah kampus ya? memang... tapi poin penting dari ta'aruf adalah si pelaku harus menjadi manusia dan melepaskan jenis kelamin mereka demi melihat calon pasangan dengan kacamata yang benar. Seorang manusia melihat calon pasangan dengan menggunakan akal dan hati. Akal senang dengan ide cemerlang dan pengetahuan, sedang hati senang dengan watak, budi pekerti, atau akhlak. Sementara lelaki senang dengan kulit mulus, bentuk dada, perut langsing, kaki jenjang, dan hal lain yang mewakili keseksian.

Sering aku mendengar bahwa banyak pasangan yang tahu sifat asli pasangannya setelah menikah, dulu yang ketika pacaran begitu romantis, baik, perhatian, rajin tidak ada cela, ternyata itu semua hanya topeng belaka. Mungkin itu salah satu efek ketika kita mengedepankan jenis kelamin kita, asalkan indah di mata, tertutup semua bobrok akhlaknya. Padahal keindahan mata tak bertahan lama.

Setelah itu, bisa dilanjutkan dengan taqarrub, yaitu pendekatan. Ketika sudah mengenal dan tertarik dengan nilai kemanusiaannya, maka tahapan berikutnya adalah melakukan pendekatan, bukan untuk menyalurkan nafsu kelaki-lakian, tapi untuk melihat mungkin tidaknya pernikahan dapat dilaksanakan dari berbagai faktor.     Hubungan pra-nikah ini, dengan batasan-batasan tertentu, juga dapat melatih berbagai konteks kerja sama dalam pasangan, seperti kerja sama cinta kasih, kerja sama kemanusiaan, kerja sama sosial, kerja sama fungsional. Prinsip ini disebut dengan tasammuh: toleransi, solidaritas, kesanggupan menenggang satu sama lain. Setelah semua itu baru penyatuan atau Cak Nun menyebutnya tauhid (bukan berarti tauhidullah), dapat diputuskan untuk diselenggarakan atau tidak.

Pacaran Syar'i, lanjut Cak Nun membutuhkan ilmu untuk mengenali 'manusia', yang mana ilmu tersebut tidak diajarkan di sekolah. Tapi, jika merasa terlalu ribet dengan syarat tersebut ya langsung nikah juga tidak apa-apa, asalkan ikhlas menerima pasangan apa adanya dan berdoa serta tawakkal pada Allah. Kesimpulannya, Pacaran Syar'i adalah sebuah hubungan pra-nikah, yang diniatkan untuk mencari calon pasangan hidup. Jika pacaran diniatkan sebagai 'pacaran', maka ia hanyalah pacaran belaka yang dapat menjerumuskan pada perzinahaan.

Kamis, 07 Januari 2016

Renungan Part 56 (Mati Itu Indah: Refleksi Diri buku karya M. Quraish shihab berjudul Kematian Adalah Nikmat)


tartil.me

Kematian, mau diaukui atau tidak, merupakan suatu momok yang menakutkan bagi banyak kalangan manusia. Ia adalah penyebab kesedihan mendalam bagi banyak makhluk yang ditugaskan sebagai khalifah di muka bumi ini, dan Ia adalah hal terakhir yang diharapkan kedatangannya oleh kebanyakan kita.

Sebegitu takutnya kita, sampai membicarakan tentang kapan kita mati kita seringkali terasa sangat tabu, dan sebagian kalangan muda seringkali tidak mengingat-ingat kematian karena merasa masih berumur panjang. Alhasil, hanya para orang tua yang sudah “bau tanah” yang seringkali sadar bahwa kematian sudah dekat. Saya rasa itu menjelaskan kenapa masjid di kampungku biasanya dipenuhi para orang tua dan kakek-kakek. Padahal, kematian bisa datang kapan pun, tanpa harus menunggu tua. Dia bisa hadir esok, atau bahkan beberapa saat lagi, tidak ada yang tahu pasti. Hal yang pasti adalah ketidakpastian kematian itu sendiri.

Dalam bukunya yang berjudul “kematian adalah nikmat” M. Quraish shihab mengajak kita untuk mengenal lebih dekat kematian yang begitu ditakuti oleh banyak kalangan. Beliau, dengan cara khasnya, membahas kematian dari berbagai sudut pandang, dan berbagai dalil ulama dari berbagai mazhab. Beliau mengajak pembaca untuk menyambut kematian sebagai sebuah anugerah (nikmat) karena pada sejatinya kematian adalah jalan menuju kehidupan abadi, dan disanalah manusia yang taat mendapat kenikmatan tiada tara dari yang maha kuasa.

Kematian bukanlah akhir, dia bukanlah ketiadaan, tapi dia adalah jalan kembalinya ruh manusia yang pernah dihembuskan Allah SWT pada manusia saat empat bulan dalam kandungan ke pangkuan-Nya. Apa yang terjadi setelah kematian adalah hisab dimana keadilan diberikan kepada manusia sesuai dengan amalnya di dunia. Dengan memaknai kematian sebagai sebuah anugerah dan beriman dengan balasan yang Allah janjikan sesuai perbuatan kita, maka ada beberapa implikasi yang bisa kita lakukan dalam kehidupan ini.

Pertama bagi kita yang ditinggalkan. Merasa sedih ditinggal orang yang sangat disayangi adalah wajar, itu sungguh manusiawi, tapi berlarut-larut dalam kesedihan bukan hal yang baik. Semua makhluk yang bernafas pasti memiliki ajal, apa yang dititipkan Tuhan pada kita di dunia ini, pasti diambil kembali. Kita sering menyebut orang meninggal dengan sebutan “berpulang ke Rahmatullah”, mereka sesungguhnya pulang, bukan pergi, pulang kembali ke pangkuan-Nya. Yang dapat kita lakukan untuk mereka adalah berdo’a. Doanya anak soleh bagi orang tua tidak akan putus walau dipisah maut, itu yang guruku ajarkan. Jadi mengikhlaskan, karena mereka sebenarnya pulang ke Pemiliknya, dan berdoa terus menerus untuk mereka, agar Sang Pemilik menerima almarhum/almarhumah di sisi-Nya, adalah jalan terbaik menyikapi kematian sanak famili.

Kedua, bagi kita yang masih hidup. Kematian adalah peringatan bagi yang hidup untuk sadar bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini, kita hanya numpang lewat di dunia ini, dan suatu saat kita akn pulang kepada-Nya. Maka sudah sepatutnya kita mulai melunturkan kemelekatan terhadap dunia, hidup hanya untuk menuju kepada-Nya. Apalah arti banyak harta, toh tidak akan dibawa mati. Apalah arti istri cantik, toh dia tidak akan menemani kita di kubur nanti. Semua yang tidak membawa kita lebih dekat kepada-Nya, tidak berarti. Apa yang benar-benar penting bagi Dia adalah ketakwaan kita, sebagaimana yang selalu khatib jumat dengungkan di setiap khutbahnya.

Renungan Part 55 (Seri Resolusi Cinta: Cinta dan Ego)

weknowyourdreams.com

Cinta itu indah, kata sebagian orang. Cinta itu dapat membuat sakit dan menderita, kata sebagian lain. Jawabannya akan sangat bergantung pada keadaan orang yang anda tanya pendapatnya tentang cinta. Coba tanya pada sepasang kekasih yang baru seminggu jadian, lalu tanya pada seseorang yang baru ditinggal kekasihnya menikah dengan orang lain. Jawaban mereka biasanya sangat berbeda tajam. Jika cinta adalah penyebab kebahagiaan sekaligus penderitaan, apakah sebenarnya cinta itu? kenapa ia begitu paradoks? Kalau begitu adalah sebuah kebohongan besar ketika ada orang yang mengatakan cinta adalah obat segala derita, cinta adalah kunci keindahan dan perdamaian dunia.

Mungkin kita terlalu lama terjebak, apa yang kita pikir itu cinta, sebenarnya bukan cinta. Kita tidak pernah menderita karena cinta. Keinginan ego untuk memiliki orang lain yang tidak kesampaian, tidak memiliki orang yang selalu memanjakan ego kita, memiliki seseorang yang tidak mau mengikuti ego kita, dan ditinggalkan seseorang yang menurut ego kita akan memberikan kebahagiaan, itulah yang menyebabkan penderitaan, bukan cinta. Penderitaan dan kesedihan adalah akibat dari terlukanya ego kita, dan kita terlalu lama menyamakan ego dengan cinta.

Kata orang cinta itu harus memiliki, tidak, Ego yang harus memiliki. Cinta itu melepasnya pergi ketika kita yakin dia akan lebih bahagia dengan orang lain. Cinta bukan jual beli, memandang sesuatu dari sudut pandang untung rugi. Cinta itu memahami, menerima, merawat, tak tuntut suatu apa pun. Itulah cinta sejati, cinta seorang manusia, tapi kita terlalu lama terjebak dengan makna cinta dangkal, sedangkal cinta antara lelaki dan wanita.

Apa yang laki-laki rasakan kepada wanita tidak sepenuhnya cinta, justru di zaman sekarang, sangat jauh dari cinta yang sebenarnya. Terutama para remaja yang terjebak di zaman ini, budaya permisif dan budaya munafik. Mereka dilarang berpacaran ditakut-takuti siksa neraka akan perzinahan, tapi para orang dewasa dan budaya popnya mengkampanyekan itu semua, karena it's a good business. Apa yang ditonjolkan dari percintaan lelaki dan perempuan (pacaran)?

Gengsi, adalah yang pertama. Memiliki status jomblo seakan mimpi buruk, dan karcis menuju kesedihan. Setidaknya itu yang terasa setelah kampanye meme yang menyindir jomblo makin banyak. Dalam strata sosial masyarakat modern Jomblo itu sama dengan kaum sudra, bukan salah para remaja (yang bagi banyak orang belum pantas memiliki hubungan seperti ini) hingga akhirnya mereka mencari pacar demi gengsi.  Pacar adalah piala, dan yang mendapatkannya adalah pemenang, sedangkan para jomblo adalah losers. Gengsi bukanlah cinta, tapi Ego.

Seks, adalah yang kedua. Meski tak banyak orang yang mau mengakui ini, tapi ini adalah motif yang kuat. Sudah banyak pasangan mesum dari remaja sampai yang cukup dewasa tertangkap di kamar-kamar hotel. Media menyebutnya sebagai Operasi Penyakit Masyarakat. Ya Penyakit Masyarakat. Seks adalah makhluk misterius yang membuat para remaja penasaran setengah mati, para orang tua enggan membicarakannya, para pemuda dilarang membahasnya, dia disebut tabu, dilabeli jorok (hal jorok yang sangat penting bagi keberlanjutan manusia). Semakin sesuatu itu disembunyikan, semakin penasaran para pencarinya. Hingga akhirnya mereka membuka keran lain, yaitu pornografi. Guru seks pemuda adalah pornografi, maka tak aneh perilaku mereka mirip para bintang porno, karena murid adalah cetakan guru. Ini yang menjadi momok masyarakat kita, pacaran akan menjerumuskan pada perzinahan, seks bebas! padahal seks hanya sebagian kecil dari  ekspresi cinta.

Anehnya, seks diberi tempat khusus dalam pendidikan di beberapa negara, dan negara kita sepertinya sedang membahas penerapan itu. Tapi tak ada yang memberi tempat khusus pada pelajaran cinta sesungguhnya. Ada pakar seks, tapi tak ada pakar cinta. Kita terjebak dalam makna dangkal akan cinta, kita terlena dengan kekuasaan Ego yang memabukan.