tartil.me
Kematian, mau diaukui atau tidak, merupakan suatu momok yang
menakutkan bagi banyak kalangan manusia. Ia adalah penyebab kesedihan mendalam
bagi banyak makhluk yang ditugaskan sebagai khalifah di muka bumi ini, dan Ia
adalah hal terakhir yang diharapkan kedatangannya oleh kebanyakan kita.
Sebegitu takutnya kita, sampai membicarakan tentang kapan kita mati
kita seringkali terasa sangat tabu, dan sebagian kalangan muda seringkali tidak
mengingat-ingat kematian karena merasa masih berumur panjang. Alhasil, hanya
para orang tua yang sudah “bau tanah” yang seringkali sadar bahwa kematian
sudah dekat. Saya rasa itu menjelaskan kenapa masjid di kampungku biasanya
dipenuhi para orang tua dan kakek-kakek. Padahal, kematian bisa datang kapan
pun, tanpa harus menunggu tua. Dia bisa hadir esok, atau bahkan beberapa saat
lagi, tidak ada yang tahu pasti. Hal yang pasti adalah ketidakpastian kematian
itu sendiri.
Dalam bukunya yang berjudul “kematian adalah nikmat” M. Quraish
shihab mengajak kita untuk mengenal lebih dekat kematian yang begitu ditakuti oleh banyak
kalangan. Beliau, dengan cara khasnya, membahas kematian dari berbagai sudut
pandang, dan berbagai dalil ulama dari berbagai mazhab. Beliau mengajak pembaca
untuk menyambut kematian sebagai sebuah anugerah (nikmat) karena pada sejatinya
kematian adalah jalan menuju kehidupan abadi, dan disanalah manusia yang taat
mendapat kenikmatan tiada tara dari yang maha kuasa.
Kematian bukanlah akhir, dia bukanlah ketiadaan, tapi dia adalah
jalan kembalinya ruh manusia yang pernah dihembuskan Allah SWT pada manusia
saat empat bulan dalam kandungan ke pangkuan-Nya. Apa yang terjadi setelah
kematian adalah hisab dimana keadilan diberikan kepada manusia sesuai dengan
amalnya di dunia. Dengan memaknai kematian sebagai sebuah anugerah dan beriman
dengan balasan yang Allah janjikan sesuai perbuatan kita, maka ada beberapa
implikasi yang bisa kita lakukan dalam kehidupan ini.
Pertama bagi kita yang ditinggalkan. Merasa sedih
ditinggal orang yang sangat disayangi adalah wajar, itu sungguh manusiawi, tapi
berlarut-larut dalam kesedihan bukan hal yang baik. Semua makhluk yang bernafas
pasti memiliki ajal, apa yang dititipkan Tuhan pada kita di dunia ini, pasti
diambil kembali. Kita sering menyebut orang meninggal dengan sebutan “berpulang
ke Rahmatullah”, mereka sesungguhnya pulang, bukan pergi, pulang kembali ke
pangkuan-Nya. Yang dapat kita lakukan untuk mereka adalah berdo’a. Doanya anak
soleh bagi orang tua tidak akan putus walau dipisah maut, itu yang guruku
ajarkan. Jadi mengikhlaskan, karena mereka sebenarnya pulang ke Pemiliknya, dan
berdoa terus menerus untuk mereka, agar Sang Pemilik menerima
almarhum/almarhumah di sisi-Nya, adalah jalan terbaik menyikapi kematian sanak
famili.
Kedua, bagi kita yang masih hidup. Kematian adalah
peringatan bagi yang hidup untuk sadar bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini,
kita hanya numpang lewat di dunia ini, dan suatu saat kita akn pulang
kepada-Nya. Maka sudah sepatutnya kita mulai melunturkan kemelekatan terhadap
dunia, hidup hanya untuk menuju kepada-Nya. Apalah arti banyak harta, toh tidak
akan dibawa mati. Apalah arti istri cantik, toh dia tidak akan menemani kita di
kubur nanti. Semua yang tidak membawa kita lebih dekat kepada-Nya, tidak
berarti. Apa yang benar-benar penting bagi Dia adalah ketakwaan kita,
sebagaimana yang selalu khatib jumat dengungkan di setiap khutbahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar