Kamis, 07 Januari 2016

Renungan Part 56 (Mati Itu Indah: Refleksi Diri buku karya M. Quraish shihab berjudul Kematian Adalah Nikmat)


tartil.me

Kematian, mau diaukui atau tidak, merupakan suatu momok yang menakutkan bagi banyak kalangan manusia. Ia adalah penyebab kesedihan mendalam bagi banyak makhluk yang ditugaskan sebagai khalifah di muka bumi ini, dan Ia adalah hal terakhir yang diharapkan kedatangannya oleh kebanyakan kita.

Sebegitu takutnya kita, sampai membicarakan tentang kapan kita mati kita seringkali terasa sangat tabu, dan sebagian kalangan muda seringkali tidak mengingat-ingat kematian karena merasa masih berumur panjang. Alhasil, hanya para orang tua yang sudah “bau tanah” yang seringkali sadar bahwa kematian sudah dekat. Saya rasa itu menjelaskan kenapa masjid di kampungku biasanya dipenuhi para orang tua dan kakek-kakek. Padahal, kematian bisa datang kapan pun, tanpa harus menunggu tua. Dia bisa hadir esok, atau bahkan beberapa saat lagi, tidak ada yang tahu pasti. Hal yang pasti adalah ketidakpastian kematian itu sendiri.

Dalam bukunya yang berjudul “kematian adalah nikmat” M. Quraish shihab mengajak kita untuk mengenal lebih dekat kematian yang begitu ditakuti oleh banyak kalangan. Beliau, dengan cara khasnya, membahas kematian dari berbagai sudut pandang, dan berbagai dalil ulama dari berbagai mazhab. Beliau mengajak pembaca untuk menyambut kematian sebagai sebuah anugerah (nikmat) karena pada sejatinya kematian adalah jalan menuju kehidupan abadi, dan disanalah manusia yang taat mendapat kenikmatan tiada tara dari yang maha kuasa.

Kematian bukanlah akhir, dia bukanlah ketiadaan, tapi dia adalah jalan kembalinya ruh manusia yang pernah dihembuskan Allah SWT pada manusia saat empat bulan dalam kandungan ke pangkuan-Nya. Apa yang terjadi setelah kematian adalah hisab dimana keadilan diberikan kepada manusia sesuai dengan amalnya di dunia. Dengan memaknai kematian sebagai sebuah anugerah dan beriman dengan balasan yang Allah janjikan sesuai perbuatan kita, maka ada beberapa implikasi yang bisa kita lakukan dalam kehidupan ini.

Pertama bagi kita yang ditinggalkan. Merasa sedih ditinggal orang yang sangat disayangi adalah wajar, itu sungguh manusiawi, tapi berlarut-larut dalam kesedihan bukan hal yang baik. Semua makhluk yang bernafas pasti memiliki ajal, apa yang dititipkan Tuhan pada kita di dunia ini, pasti diambil kembali. Kita sering menyebut orang meninggal dengan sebutan “berpulang ke Rahmatullah”, mereka sesungguhnya pulang, bukan pergi, pulang kembali ke pangkuan-Nya. Yang dapat kita lakukan untuk mereka adalah berdo’a. Doanya anak soleh bagi orang tua tidak akan putus walau dipisah maut, itu yang guruku ajarkan. Jadi mengikhlaskan, karena mereka sebenarnya pulang ke Pemiliknya, dan berdoa terus menerus untuk mereka, agar Sang Pemilik menerima almarhum/almarhumah di sisi-Nya, adalah jalan terbaik menyikapi kematian sanak famili.

Kedua, bagi kita yang masih hidup. Kematian adalah peringatan bagi yang hidup untuk sadar bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini, kita hanya numpang lewat di dunia ini, dan suatu saat kita akn pulang kepada-Nya. Maka sudah sepatutnya kita mulai melunturkan kemelekatan terhadap dunia, hidup hanya untuk menuju kepada-Nya. Apalah arti banyak harta, toh tidak akan dibawa mati. Apalah arti istri cantik, toh dia tidak akan menemani kita di kubur nanti. Semua yang tidak membawa kita lebih dekat kepada-Nya, tidak berarti. Apa yang benar-benar penting bagi Dia adalah ketakwaan kita, sebagaimana yang selalu khatib jumat dengungkan di setiap khutbahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar