Minggu, 10 Januari 2016

Renungan Part 57 (Seri Resolusi Cinta: Pacaran Syar'i? kenapa kacang)

www.hosterialamesondelquijote.com

Masyarakat sempat heboh dengan salah satu bab di buku pelajaran kurtilas yang membahas tentang pacaran sehat. Tidak ada yang namanya pacaran sehat, pacaran ya tidak sehat, jalan yang mendekatkan diri seorang manusia pada perzinahan, dimana aspek pacaran yang menyehatkan? yang ada mesum.... banyak pihak tidak menerima pacaran sehat yang dinilai menyesatkan karena menyiratkan pacaran yang islami (ilustrasi di buku memakai model cowo berpeci dan cewe berjilbab lebar). Mereka tidak rela budaya pop remaja dan pemuda pemudi lajang zaman sekarang (yang cenderung maksiat) dilabeli islam, tapi aku tidak mengerti kenapa tidak ada yang protes ketika hijab dan dakwah dibungkus budaya pop? mengikuti kemajuan zaman katanya, selama itu masih baik, tanpa menghilangkan nilai islamnya. Baik dari hongkong, hijab yang dibalut budaya pop melahirkan fashion hijaber yang cenderung berlebihan, ingat kawan.... orang yang berlebihan itu saudaranya syetan.... dakwah pop lebih mengutamakan entertainment daripada isi, dan seringkali mengikuti arus utama walau sebenarnya itu salah. Miris.....

Oleh karena itu, aku pun mendukung Pacaran Syar'i, kenapa tidak? emang ada? ya diada-adakan saja, yang penting budaya pop masyarakat jadi lebih islami. Jangan salah ya... bahkan mabuk syar'i saja ada. Ko bisa? mabuk tapi syar'i? Begini... suatu ketika salah seorang kenalanku yang sedang berkunjung ke tokyo bingung mencari hotel untuk menginap, di tengah jalan dia bertemu dengan orang jepang yang mabuk, dan ajaibnya, si pemabuk menolong kenalanku itu mendapatkan hotel, kereen... walau mabuk tetep membantu orang dalam kesusahan, jadi kita sebut saja itu mabuk syar'i. karena kata syar'i menunjukan nilai keislaman di dalamnya. Jadi pacaran syar'i adalah pacaran yang menerapkan nilai islam. Tapi sepertinya istilah "pacaran" itu tidak pas, karena pernah ada pertanyaan muncul kepadaku, "kamu pacaran buat serius atau main-main?" Nah.... apa bedanya itu? pacaran serius adalah pacaran yang diniatkan untuk menikah, sedangkan pacaran main-main ya... hanya untuk have fun, saling kirim pesan, makan bareng dan nonton di malam minggu, dan tak lupa gerepe-gerepe jika ada kesempatan. Tak ada niatan baik untuk menikah, bahkan dipikirkan pun tidak, "masih jauh.... kita kan masih SMA, Kuliah, pengangguran, belum mapan....." Maka aku lebih memilih istilah 'hubungan pra-nikah', sebuah hubungan yang diniatkan untuk mencari pasangan hidup dalam mahligai pernikahan. Merujuk pada pendapatnya Cak Nun, hubungan pra nikah ini setidaknya memiliki empat prinsip.

Pertama, ta'aruf. Mirip dengan istilahnya mas dan mba lembaga dakwah kampus ya? memang... tapi poin penting dari ta'aruf adalah si pelaku harus menjadi manusia dan melepaskan jenis kelamin mereka demi melihat calon pasangan dengan kacamata yang benar. Seorang manusia melihat calon pasangan dengan menggunakan akal dan hati. Akal senang dengan ide cemerlang dan pengetahuan, sedang hati senang dengan watak, budi pekerti, atau akhlak. Sementara lelaki senang dengan kulit mulus, bentuk dada, perut langsing, kaki jenjang, dan hal lain yang mewakili keseksian.

Sering aku mendengar bahwa banyak pasangan yang tahu sifat asli pasangannya setelah menikah, dulu yang ketika pacaran begitu romantis, baik, perhatian, rajin tidak ada cela, ternyata itu semua hanya topeng belaka. Mungkin itu salah satu efek ketika kita mengedepankan jenis kelamin kita, asalkan indah di mata, tertutup semua bobrok akhlaknya. Padahal keindahan mata tak bertahan lama.

Setelah itu, bisa dilanjutkan dengan taqarrub, yaitu pendekatan. Ketika sudah mengenal dan tertarik dengan nilai kemanusiaannya, maka tahapan berikutnya adalah melakukan pendekatan, bukan untuk menyalurkan nafsu kelaki-lakian, tapi untuk melihat mungkin tidaknya pernikahan dapat dilaksanakan dari berbagai faktor.     Hubungan pra-nikah ini, dengan batasan-batasan tertentu, juga dapat melatih berbagai konteks kerja sama dalam pasangan, seperti kerja sama cinta kasih, kerja sama kemanusiaan, kerja sama sosial, kerja sama fungsional. Prinsip ini disebut dengan tasammuh: toleransi, solidaritas, kesanggupan menenggang satu sama lain. Setelah semua itu baru penyatuan atau Cak Nun menyebutnya tauhid (bukan berarti tauhidullah), dapat diputuskan untuk diselenggarakan atau tidak.

Pacaran Syar'i, lanjut Cak Nun membutuhkan ilmu untuk mengenali 'manusia', yang mana ilmu tersebut tidak diajarkan di sekolah. Tapi, jika merasa terlalu ribet dengan syarat tersebut ya langsung nikah juga tidak apa-apa, asalkan ikhlas menerima pasangan apa adanya dan berdoa serta tawakkal pada Allah. Kesimpulannya, Pacaran Syar'i adalah sebuah hubungan pra-nikah, yang diniatkan untuk mencari calon pasangan hidup. Jika pacaran diniatkan sebagai 'pacaran', maka ia hanyalah pacaran belaka yang dapat menjerumuskan pada perzinahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar