Rabu, 08 Januari 2014

Trip to Sawarna (renungan part 4)



Urang ka sawarna yu....[1] adikku mencetuskan ide tamasya ke Sawarna ketika keluarga besar berkumpul idul fitri.
He’eh ceuk babaturan bibi ge, alus pantaina..[2] salah satu bibiku yang memang doyan melancong mendukung.
Dina internet ge cenah mah tempatna meni alus…..[3] ibuku menambahkan. Aku agak terkejut sejak kapan ibuku kenal internet??
Dari situlah ide bertamasya ke Sawarna setelah idul fitri berkembang. Sebenarnya ada dua hal yang menjadi precaution dalam rencana piknik keluarga ini, dan menjadi pertimbangan penting sebelum memutuskan untuk pergi atau tidak. Pertama adalah letak Sawarna dan yang kedua pemilihan waktu yang tepat sehubungan dengan idul fitri.
Untuk masalah pertama yaitu letak, sebenarnya aku dan keluargaku telah menyadari bahwa pantai yang menurut salah satu pamanku ini adalah sebuah Hidden Paradise terletak lumayan jauh dari pantai yang biasa kami kunjungi yaitu Pelabuhan Ratu. Dari rumahku yang masih sama-sama terletak di kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Ratu dapat dicapai dengan mobil dalam waktu 2 sampai 3 jam (dengan catatan lalu lintas lancar). Sementara Sawarna terletak di Provinsi Banten, memang tidak terlalu jauh dari Pelabuhan Ratu, cukup tambah 1 jam setengah perjalanan. Waktu selama itu tidaklah masalah kalau menggunakan mobil (yang bermasalah sopirnya haha…), jadi hal tersebut tidak menghalangi rencana kami. Terlebih lagi kakak iparku berkata bahwa perjalanan jauh itu akan terbayar dengan keindahan pantainya. Makin mantaplah tekad untuk berangkat.
Masalah yang kedua adalah waktu. Biasanya ayahku paling rewel masalah ini, dia selalu berada di garda terdepan melawan semua ide untuk bertamasya pada masa libur idul fitri, terutama jika tujuannya adalah Pelabuhan Ratu. Hal ini memang aku rasakan masuk akal, ketika semua orang libur, tempat wisata pasti dibanjiri pengunjung, jadi yang terasa bukan rasa senang piknik namun rasa ribet berjejalan dengan orang lain. Terutama Pelabuhan Ratu, yang didatangi pelancong dari Bandung, Cianjur, Sukabumi, Jakarta, dan Bogor. Tapi anehnya kali ini dia tidak terlalu rewel. Mungkin karena tujuannya bukanlah Pelabuhan Ratu (walaupun rutenya lewat Pelabuhan Ratu), dan dia pun baru mendengar pantai Sawarna (ayahku ini sangat expert masalah rute dan daerah, dan semua kawasan jawa barat sudah dia kuasai karena dulu pernah bekerja jadi supir pribadi). Alhasil, dia pun mungkin penasaran dengan tempat ini.
Pantai Sawarna memang baru naik daun akhir-akhir ini, biasanya yang dituju di daerah dekat Sawarna adalah Karang Taraje, sebuah pantai yang terkenal dengan pasir putihnya (dulu). Maka penasaran kami pun sangat tinggi. Dengan mempertimbangkan dua hal tadi dan penasaran tinggi berangkatlah kami ke Sawarna dalam dua mobil (tidak ada satu pun yang ikut pernah ke Sawarna).
Kemudian….
Mana pantaina?”[4] ibuku menggerutu.
ka pantaina lewat mana ieu teh?”[5] pamanku bertanya sambil celingak celinguk nyari jalan.
Semua anggota piknik kebingungan, mobil kami disuruh tukang parkir untuk diparkir di sebuah lapangan yang memang sudah banyak mobil terparkir disitu. Kata si tukang parkir di situlah tempat terbaik untuk parkir, tempat lain sudah penuh. Memang, kuperhatikan ada banyak sekali pengunjung. Aku pun mempertanyakan ke-hidden­-an pantai ini.
Di sebelah selatan tempat mobil kami parkir ada kebun pohon singkong yang tinggi-tinggi. Kami dan beberapa pengunjung lain berjalan ke arah situ (katanya pantainya disitu), sambil berjalan aku mendengar celotehan pengunjung lain dari Jakarta.
“Kemarin liat di on the spot pantainya bagus… kok begini?” sambil kebingungan nyari jalan ke pantai (dasar korban on the spot, kata adikku, haha…).
Aku pun khawatir, jangan-jangan pantai Sawarna tidak sebagus isunya. Setelah bebarapa saat ternyata kami pun menemukan sebuah sungai, dan sungai itu bermuara ke pantai… iya… sebuah pantai dengan pasir putih, angin pantai yang berhembus dan suara ombak yang besar khas pantai selatan memang mampu menyihir perasaanku menjadi tenang, ditambah keindahan sungai yang bertemu laut dan ditumbuhi pepohonan hijau di pinggirnya benar-benar memanjakan mata. Pantai ini memang indah!!
Ternyata, seperti halnya Pelabuhan Ratu yang memiliki beberapa pantai, Sawarna pun sebenarnya nama sebuah desa yang memiliki beberapa pantai yang bisa dituju, kebetulan pantai yang kami singgahi bernama Tanjung Layar. Nama itu diberikan karena ada sebuah tanjung yang memiliki karang berbentuk seperti layar perahu jika dilihat dari jauh. Sayang aku hanya menghabiskan sedikit waktu disana, karena keluarga sudah buru-buru mengajak pulang. Rupanya, banyak dari keluargaku yang kecewa dengan Sawarna.
Menanggapi kekecewaan itu, aku menyimpulkan beberapa hal:
Sawarna (khususnya Tanjung Layar) bukan tempat yang cocok untuk wisata keluarga. Alasannya karena tempat kita memarkir mobil jauh dengan pantai (lewat rute manapun kendaraan harus diparkir agak jauh dari pantai). Sementara ibu-ibu kalau wisata ke pantai pengennya turun mobil gelar tikar dan langsung makan bareng sambil menikmati suasana pantai. Jadi, kalau mau ke Sawarna jangan ajak ibu anda yang berumur 30 tahun ke atas kecuali ibu anda ibu petualang, apalagi nenek anda, karena anda harus berjalan cukup jauh ke pantai dan menguras tenaga, apalagi setelah perjalanan jauh.
Sawarna cocok dikunjungi orang yang senang berpetualang. Anda bisa touring pakai motor, atau pakai mobil, yang pasti teman atau saudara yang anda ajak masih muda atau berjiwa muda. Menurutku akan lebih seru jika menginap disana dan menikmati keindahan Sawarna di pagi hari, pilihan menginap bisa membuat tenda (ada banyak lahan kebun yang bisa dipakai untuk tenda), atau mencari penginapan (katanya sih murah), atau sekedar beralaskan tikar dan beratapkan langit (kalau gak hujan sih seru). Tapi satu yang pasti harga makanan dan minuman lumayan mahal, jadi sebaiknya bawa bekal yang cukup, kecuali memang anda punya banyak uang.
Yang terakhir, jangan pernah mengunjungi tempat wisata (khususnya Pelabuhan Ratu dan tempat-tempat yang memakai rute Pelabuhan Ratu) di musim libur Idul fitri. Pantai Sawarna tidak membuatku kecewa, namun penentuan waktu yang salah membuatku menderita ketika pulang (ketika berangkat rute kami masih lancar). Rute Pelabuhan Ratu  di musim libur idul fitri adalah rute neraka, aku harus menghabiskan 17 jam perjalanan yang biasanya hanya butuh 3 jam saja karena membludaknya kendaraan. Ya Allah, hapuskan dosa-dosa para polisi yang ikhlas mengatur lalu lintas waktu itu….. amin   


[1] kita ke Sawarna nyok
[2] iya kata temen bibi juga pantainya bagus
[3] di internet pun banyak yang bilang tempatnya bagus banget
[4] Mana pantainya?
[5] Ke pantai lewat mana nih?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar