Rabu, 08 Januari 2014

Renungan part 7 (99 Cahaya di langit Eropa)


Kira-kira beberpa bulan lalu, tersebar kabar tentang pembuatan film tersebut, film yang diangkat dari sebuah novel itu cukup mencuri perhatian media. Aku pun tertarik, hanya karena ada fatin ikut main di film itu, tapi tidak sampai berniat menonton jika sudah dirilis atau membeli novelnya. Sampai beberapa waktu yang lalu, lewat suatu kejadian yang tak disangka, aku mendapatkan kesempatan membaca novel tersebut. Persepsi awalku pada novel tersebut sebenarnya negatif, aku tidak memiliki rasa ingin tahu akan isi ceritanya, karena aku memiliki praduga bahwa isinya paling-paling sama dengan cerita negeri 5 menara cerita kesuksesan seseorang ke luar negeri untuk sekolah. Mungkin karena pengaruh dalam judulnya ada kata eropa… J. Tapi setelah membaca lembar per lembar (awalnya iseng mengisi waktu luang di sekolah), aku sadar ternyata aku salah. Praduga memang tidak baik hehe…. setidaknya aku sempat menitikan air mata pada satu plot yang dikisahkan penulis, sungguh menyentuh. ada beberapa hal menarik bagiku dari novel berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa ini.
Kesan pertama setelah membaca novel tersebut adalah aku diajak penulis untuk menyelami sejarah dengan cara yang berbeda. Di SMA pelajaran sejarah selalu menjadi pelajaran yang membosankan bagiku, sejarah Indonesia atau sejarah kebudayaan islam, dua-duanya sama, terasa hambar. Mungkin itu karena buku sejarah hanya memaparkan fakta (walaupun tetap tidak semua fakta diungkap), hanya kumpulan informasi tentang tanggal, nama, dan kronologis kejadian yang harus dihafal karena akan ditanyakan ketika ujian. Ketika mengulas bab islam di spanyol dalam mata pelajaran sejarah kebudayaan islam di SMA dulu, tidak ada perasaan hanyut yang terasa seperti membaca novel ini, mungkin karena dalam novel, penulis memberikan efek dramatisir dengan memasukan pendapat-pendapat pribadi akan sebuah kejadian. Kurasa itulah tugas guru sejarah, mendramatisir kisah, dan menghanyutkan muridnya dalam sejarah tersebut. Dan pada akhirnya, menggiring murid untuk mengambil hikmah dari kemajuan, kemunduran, kesuksesan, kesalahan orang – orang terdahulu.
Hal kedua yang menarik bagiku adalah penulis menceritakan sejarah apa adanya. Ada satu kejadian yang sangat membekas di ingatanku saat masuk kelas mata kuliah sejarah kebudayaan islam di bangku kuliah. Aku ditegur dosen karena berkata “mungkin Ali bin Abi Thalib merasa letih dengan perang”, dia berkata seorang Ali tidak akan letih karena dia seorang muslim yang mulia atau apalah aku lupa kata-katanya. Namun yang pasti, alasanku mengatkan hal itu adalah aku beranggapan bahwa Ali pun seorang manusia biasa yang bisa saja merasa jenuh dan lelah dengan perang saudara waktu itu (konteks yang kami diskusikan adalah kisah perang perebutan kursi pemimpin islam antara kubu ali dan kubu umayah kalau tidak salah). Tapi yang kutangkap dari dosenku adalah seakan-akan pengkultusan bahwa dia orang yang mulia tanpa cacat. Well, sejujurnya aku tidak setuju, dalam mempelajari sejarah kita tidak hanya melihat sisi positif nya saja, tapi juga sisi negatif. Manusia berbuat salah dan dari kesalahan orang terdahulu kita bisa belajar bersikap. Di novel ini, penulis menceritakan baik buruk dengan apa adanya, seperti ketika dia menceritakan bagaimana kecintaan akan kemewahan para sultan turki menjadi salah satu faktor terpuruknya imperium ottoman. Satu hal negatif yang bisa kita ambil pelajarannya.
Selain itu, penulis mengajak pembaca menikmati museum ddan tempat-tempat bersejarah dengan cara yang lebih mengasyikan. Pengalamanku berkunjung ke museum selalu sama, bosan. Hal menarik yang didapat hanya sekedar dari foto-foto dan melihat-lihat barang aneh yang dipajang di museum. Apakah hikmah yang kudapat setelah mengunjungi museum? Hampir tidak ada. Tapi penulis memberikan tips (secara tidak langsung) dengan mengetahui dan mencari kisah unik dari tiap detil museum, hikmah yang didapat dari mengunjungi museum akan labih optimal. Akupun menyimpulkan, jika kita ingin ke museum, setidaknya kita melakukan research mendalam akan museum tujuan kita, dan pastinya dapatkan tour guide yang memang bagus. Sewaktu sma dulu ketika berdarma wisata ke Borobudur, aku pernah melihat sekumpulan turis asing mengobrol seru dengan seorang tour guide, kurasa mereka pasti sedang membicarakan kisah-kisah unik dari Borobudur. Sementara aku? Hanya berputar-putar di candi sambil berfoto karena aku tidak tahu apa-apa tentang candi itu selain yang disebutkan di buku sejarah, lalu hikmah apa yang kudapat? Tidak ada, Cuma lelah.

Disamping tiga kesan menarik yang kudapat tersebut, aku merasa terkesan dengan sudut pandang penulis akan islam. Well, mungkin karena aku memiliki pandangan yang mirip dengannya. Intinya, novel ini adalah sebuah novel yang sungguh mencerahkan pemahaman kita akan kisah kejayaan islam di eropa.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar