Santi memutar kaki kanannya, dan
setelah memeriksa pergelangan kaki yang tidak lagi terasa sakit, dia yakin
bahwa kini dia telah sembuh, dan bisa bergerak bebas kembali. Seperti kemarin,
hari ini awan hitam masih memayungi langit rempoa, hujan seakan tidak ingin berhenti
sejak malam. Jam menunjukan pukul sembilan pagi, dan perut santi berbunyi minta
diisi, dengan malas dia bangkit dari tempat tidur, darah bekas mayat Adi dan
Gading telah kering di lantai kamarnya. Sejak kemarin, setelah membuang kedua
mayat itu, bayu tidak keluar dari kamarnya, tidak bahkan untuk makan, hal itu memaksa
santi menyeret kakinya yang sakit untuk berjalan dan memasak sendiri di dapur,
lalu membawakan makanan untuk bayu. Percuma, dia tidak menyahut ketika
dipanggil, dan kamarnya terkunci dari dalam. Santi meletakan piring berisi mie
instan itu di depan pintunya, mungkin suatu saat dia lapar dan akan keluar
juga, tapi ternyata tidak. Piring itu kini masih tergeletak di depan pintu
kamarnya, dengan mie yang telah membesar.
“jangan – jangan dia mati bunuh
diri di dalam kamarnya...” gumam santi. Ia tak ambil pusing, perut
keroncongannya lebih penting saat ini. Setelah menyantap sekaleng ikan kalengan
dan mie instan, ia duduk di balkon sambil menikmati sebotol jus jeruk. “ah...
sial, minuman ini pasti lebih nikmat kalau dingin.” Santi melemparkan botol jus
jeruk yang telah habis diteguknya ke tempat sampah di pojok balkon. “setelah
ini apa yang harus kulakukan?” matanya menerawang ke langit, memperhatikan awan
hitam yang enggan pergi.
Kenapa kau gundah gulana?
Santi menoleh, dan mendapati
sesosok makhluk bertubuh besar berdiri di sampingnya. Karena hanya memakai
sebuah celana pendek, semua otot di tubuhnya yang menonjol seperti binaragawan
terekspos. Rambutnya gondrong sebahu tidak beraturan, hampir menutupi kedua
telinganya yang runcing. Rahangnya kotak ditumbuhi bulu – bulu halus, dan dua
buah gigi taring menyembul dari senyumnya. Kedua mata makhluk tersebut merah
menyala menatap santi lekat.
“Kliwon!” santi terpekik.
Aku tidak suka melihatmu gundah seperti itu
“huh... darimana saja kau?! Sudah
seminggu kau tidak muncul dan menemaniku. Tak tahukah kau bahwa dunia sekarang
sedang kacau didera sebuah bencana misterius. Kemarin aku hampir saja mati.”
Santi mendengus.
Aku ada urusan di langit, tenanglah.... dunia ini memang sudah kacau
sejak dihuni oleh para manusia jahanam. Karena sejak dulu manusia sudah saling memangsa satu sama lain, tapi dalam bentuk yang berbeda.
Oh... santi mana mungkin aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, bukankah sudah kubilang aku akan selalu ada untukmu? Janganlah kau meragukanku, pertolonganku kuberikan lewat bocah lelaki itu.
Oh... santi mana mungkin aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, bukankah sudah kubilang aku akan selalu ada untukmu? Janganlah kau meragukanku, pertolonganku kuberikan lewat bocah lelaki itu.
Santi tersenyum mendengarnya,
pertama kali dia bertemu kliwon adalah saat dia dikurung di gudang oleh ayah
tirinya. Hanya karena kesalahan kecil, sang ayah yang memiliki latar belakang
militer itu sangat mudah marah pada dirinya. Hukuman fisik sudah menjadi
makanan sehari – hari, tapi saat itu, sang ayah memikirkan hal lain, santi
telah kebal dengan pukulan dan tendangan, anak nakal itu perlu yang lain. Maka Sang
ayah memasukan santi ke dalam gudang gelap di bawah tanah, teriakan santi tidak
digubris. Saat itulah santi bertemu kliwon, suara besarnya menjadi penenang
dalam kegelapan gudang, dan ketika santi dapat melihat wajahnya yang
menyeramkan di luar gudang, santi tetap merasa tenang berada di sampingnya. Sejak
itu, dia selalu ada kapanpun santi dihukum dan dalam kesulitan, kliwon bahkan
dengan senang hati melatih santi berkelahi untuk membalas orang – orang yang
jahat kepadanya. Kliwon adalah satu – satunya teman dan pelindung santi.
Ketika santi menghajar kaka
kelasnya, kliwon ada di sana, dan ketika untuk pertama kalinya santi melawan
sang ayah, kliwon pun ada disana. Tatapan mata merah itu seakan memberikan
kekuatan bagi santi untuk melawan semua manusia yang telah menyakitinya. Manusia adalah makhluk yang lemah hatinya,
mudah terpengaruh oleh nafsu untuk menguasai dan nafsu untuk dihormati. Mereka
pikir karena kau seorang perempuan yang lemah, mereka bisa melakukan seenaknya
kepadamu. Buktikanlah temanku! Bahwa selama ini merekalah yang lemah, hancurkan
mereka! Maka dengan tangan terkepal santi menghajar siapapun yang menghina
dan menginjak – injak manusia lainnya.
Semenjak itu santi ringan tangan
kepada siapapun yang menurutnya melakukan hal yang tidak pantas. Seperti si
ajo, tukang kebun tante Mira yang dia hajar beberapa tahun lalu. Secara tidak
sengaja santi melihat si Ajo sedang mengintip tante mira yang sedang mandi.
Kamar mandi tante mira berada di samping kamarnya, dan terdapat sebuah lubang
ventilasi di dalam kamar mandi yang menghadap ke sebuah gang kecil antara rumah
tante mira dan pagar yang menempel dengan rumah tetangga. Disitulah tempat
peralatan si Ajo disimpan. Rupanya dia sering melakukan itu, bahkan terakhir
kali santi melihatnya mengintip sambil memuaskan dirinya sendiri. Sungguh
menjijikan, saat itu pula santi menghajarnya habis – habisan.
“apa yang harus kulakukan
sekarang kliwon?”
Itukah alasan gundah gulanamu? Bukankah keadaan ini cocok dengan hal
yang paling kau sukai? Sebelum ini terjadi, satu-satunya cara kau merasa hidup
adalah dengan menghajar orang di klub kumpulan orang dungu itu.
Semenjak santi menghajar kaka
kelasnya saat SMP, santi merasa bahwa dengan berkelahi hidupnya terasa lebih
memiliki arti. Sudah beberapa kali santi mencoba bunuh diri akibat derita yang
diberikan oleh siksaan sang ayah, tapi santi tidak pernah berani. Rasa dingin pisau yang menempel di urat nadi, saat santi hendak mengirisnya, membuat nyali ciut. atau panasnya tali yang melingkar di leher selalu membuat santi cemas, pada akhirnya dia selalu mengurungkan semua niat untuk bunuh diri, melakukannya
sendiri terlalu menakutkan. Lalu kliwon hadir dan mengajarinya berkelahi,
memberikan dirinya sebuah alat perlawanan. Sekaligus membuat hidupnya terasa
lebih berarti, karena di setiap perkelahian, hidupnya yang penuh derita menjadi
lebih menarik.
“kau benar...”
Lalu kau bisa melakukan hal yang selalu kau impikan, hal yang baru kau
lakukan sekali, tidak kah kau rindu?
Santi menatap kliwon, ingatannya
terbang ke beberapa tahun yang lalu, santi yang baru dikeluarkan dari SMA tidak
dapat pulang karena sang ayah telah mengusirnya dari rumah. Ia hidup di
jalanan, selama beberapa hari mimpinya dilalui dari satu emper toko ke emper
lainnya di sebuah pasar, untuk makan dia harus mencuci piring di warung,
terkadang dia pun harus mengemis. Tapi dia tidak sedih, kliwon selalu di sana
menemani. Di saat seperti itu, ia bertemu maman sang preman pasar. Ia tergoda
dengan kecantikan santi, setelah beberapa kali rayuan murahannya ditolak, maman
kehabisan kesabaran dan berniat mengambil paksa apa yang diinginkannya.
Malam itu maman menghampiri santi
yang tertidur di sebuah gang gelap dekat pasar, dengan paksa maman menarik
tubuh santi dan menyeretnya ke tempat yang lebih sepi, sebuah tanah
terbengkalai di belakang pasar. Tidak ada yang berani mendekati tempat itu di
malam hari, menurut kabar, itu adalah tempat sebuah kerajaan jin. Dulu developer
pasar pernah hendak membabat tanaman yang ada di sana dan membangun kios – kios
baru, tapi para pekerja tidak ada yang berani meneruskan, karena di hari pertama
saja, dua orang meninggal dalam kecelakaan kerja, dan beberapa lainnya
kesurupan, mereka berteriak – teriak menuntut semua orang pergi dari tempat
itu. Ke sanalah maman membawanya, ia tidak pernah takut dengan jin, justru jin
adalah sahabat baiknya. Tapi itu adalah sebuah kesalahan besar, dengan bantuan
kliwon santi menghabisi maman, mencekik leher besarnya dengan seutas tali rafia
yang ia temukan di sana. Tubuh besar maman terkapar tak bernyawa.
Santi puas, itu adalah pembunuhan
pertama baginya, dan hatinya merasa senang. Tapi kemudian ia dirisaukan dengan
mayat maman, akan ada orang yang menemukannya, dan dia bisa saja jadi tersangka
karena ada lebih dari tiga orang melihat
dirinya diseret maman. Ini bisa merepotkan. Lalu kliwon memberikan sebuah golok
yang sangat tajam. Dengan bersemangat, santi mencincang tubuh maman,
dipotongnya sedikit demi sedikit bahkan sampai tulang belulangnya. Santi melakukan
itu ditemani kliwon sambil terus bergumam “bajingan... kau pantas
mendapatkannya, tanpa dirimu, dunia akan menjadi lebih baik!”. santi memasukan
potongan-potongan itu ke banyak kantong plastik, dan membuang mereka di
berbagai tempat, sementara kepalanya ia masukan ke sebuah septic tank.
Santi mengendus tangannya,
merasakan bau amis darah yang melumuri tangan itu beberapa tahun yang lalu, ia
tidak pernah menyesali itu, justru ia bangga telah menghilangkan satu sampah
pengganggu dari muka bumi. tapi semenjak itu, ia tidak pernah lagi
melakukannya, terlalu merepotkan untuk menghilangkan bukti agar tetap bisa
lepas dari polisi. Tapi kini, tidak ada polisi, kliwon benar, ini lebih baik. Santi
bisa leluasa membunuh para sampah yang sering ia temui atau yang akan ia temui.
“kurasa sudah saatnya aku
mewujudkan mimpiku.” Santi berjalan mendekati pagar balkon. Angin mempermainkan
rambutnya yang tergerai sebahu. Percikan air hujan mulai membasahi sebagian
badannya. “dengan bantuanmu kliwon, sejak saat ini, kita akan membersihkan tiap
sampah yang akan kita temui!” kliwon
menyunggingkan senyum sambil mengangguk setuju. Aku akan selalu ada untukmu temanku.
“santi.... dengan siapa kau
bercakap – cakap?” Bayu mematung di pintu. Santi dan kliwon menoleh, mata
merahnya kembali menatap santi kepalanya bergoyang ke kiri memberikan tanda
pada santi.
“bukan... dia bukan sampah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar