Minggu, 12 Juni 2016

Renungan Part 62 (Ramadhan Yang Aneh)

http://www.gsalam.net

Bulan Ramadhan adalah bulan suci bagi penganut agama islam, bulan penuh berkah, bulan yang istimewa. Tapi bagiku, bulan yang katanya penuh kesucian dan keberkahan ini, memberikan banyak keanehan. Setelah merenungi makna ramadhan yang kupahami dengan realita masyarakat sekitarku, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dibilang aneh. Sekali lagi, aneh dalam sudut pandangku ya... kalau pun tidak sependapat ya terserah.

Sebelum membahas keanehannya, lebih baik kumulai dengan pemahamanku terhadap ibadah puasa di bulan ramadhan (Ingat! ini pemahamanku). Puasa diwajibkan selama satu bulan penuh tidak lain tidak bukan bertujuan untuk mendidik umat islam agar bertakwa, agar lebih dekat dengan Tuhannya. Maka indikator kesuksesan puasa adalah level keimanan dan ketakwaan yang lebih baik dari bulan sebelumnya, yang ditunjukan dalam praktik kehidupan sehari-hari setelah bulan ramadhan. Puasa pada dasarnya latihan menahan hawa nafsu, makan, minum, seks. Setidaknya itu yang kutahu secara fiqih dapat membatalkan puasa. Tapi jika kita mencoba melihat puasa dari pendekatan tasawuf, maka ketiga hal tadi itu sangat sempit karena puasa akan kehilangan maknanya ketika kita tidak makan dan minum, tapi tetap ghibah misalnya, tetap korupsi misalnya, tetap mendzalimi orang lain. Inti dari puasa adalah menahan semua jenis hawa nafsu, dimulai dari yang paling sederhana yaitu makan, minum dan seks. Sederhananya, puasa adalah latihan mengontrol hawa nafsu a.k.a. keinginan kita. 

Oke, beranjak dari pemahamanku itu, maka muncul keanehan pertama. Bulan puasa bulan konsumtif. Jika kita mau menghitung-hitung sepertinya di bulan puasa pengeluaran masyarakat kita lebih banyak dari bulan-bulan lain, akui saja..... Budaya takjil, ngabuburit, dan belum lagi belanja lebaran, menjadi tanda bahwa bulan ini bulan yang konsumtif. Ini menjadi aneh karena puasa itu seharusnya membuat orang menjadi tidak konsumtif, bukan malah sebaliknya. Orang seharusnya terlatih untuk tidak menuruti hawa nafsu, bukan sebaliknya. Kita cenderung membeli banyak makanan untuk berbuka, yang pada akhirnya tidak termakan, atau membuat kita kekenyangan. Ada makanan manis, kurma atau buah buahan, es buah, es teh manis, kolak. Lalu dilanjut dengan gorengan, dan lontong, dan setelah itu makan nasi serta lauknya juga. Kita kadang melampiaskan nafsu yang tak terbendung seharian di saat kita berbuka. Sungguh aneh.

Kemudian ada belanja lebaran yang sudah seperti Black Friday-nya orang amerika menjelang natal dan tahun baru. Ribuan orang memenuhi mall dan pusat perbelanjaan saat lebaran semakin dekat, berjibaku berusaha membeli pakaian dan lainnya untuk menyambut lebaran. Wajah kita dipenuhi kegusaran bukan karena ramadhan akan pergi, bukan karena kita tidak berpuasa dengan benar, tapi karena THR belum turun sehingga tidak dapat berbelanja pakaian baru. Lebaran adalah momen penting bagi kaum kapitalis untuk mendongkrak penjualan, dihiasnya sebegitu rupa sehingga belanja adalah unsur penting dalam lebaran. Padahal justru puasa mengajarkan kita untuk tidak konsumtif kan? Sungguh aneh.

Keanehan kedua adalah orang berpuasa sering jadi gila hormat. Karena mayoritas masyarakat kita berpuasa, kita pun menghendaki yang lain untuk menghormati kita. Itu sih wajar, hormat menghormati memang harus. Tapi... ini yang aneh. Kita melarang orang lain berjualan makanan untuk menghormati orang puasa, atau makanan harus diberi tirai untuk menghormati orang berpuasa. Lagi-lagi ini menurutku berdasarkan pemahaman yang sempit dan kurang tepat tentang puasa. Pertama, kita menganggap orang jualan makanan itu mengganggu kekhusyuan puasa, seperti halnya suara bising mengganggu kekhusyuan solat. Justru sebaliknya, orang jualan makanan adalah penguji kekhusyuan puasa kita kawan.... kita bisa berpuasa karena seharian tidak melihat makanan sih gampang dan biasa saja, itu mah puasanya anak kecil, tapi jika kita bisa puasa di tengah makanan yang bergelimpangan, itu baru puasa yang hebat. 

Berikutnya, kita merazia orang berjualan makanan di bulan puasa supaya orang-orang tidak secara sengaja tidak puasa karena kesulitan mencari makanan. Ini juga aneh, seperti kita merazia PSK untuk menghilangkan pelacuran. Ya tidak akan selesai, mereka ada karena ada permintaan dari pasar kok. Coba yang dirazia yang tidak puasanya saja, bukan warung makannya, toh jika tidak ada yang beli, warung makanpun pasti tutup. Tapi perlu diingat juga, tidak semua masyarakat Indonesia adalah muslim, jadi banyak kok yang tidak puasa. Jadi tidak perlulah kita memaksa orang lain untuk memenuhi nafsu kekanak-kanakan kita. Katanya puasa, tapi masih mengumbar nafsu saja.....

Sepertinya keanehan yang kurasakan ini semua berasal dari pemahamn sempit kita terhadap puasa, kita menganggap puasa hanyalah tidak makan, minum, dan seks. Kita tidak menelaah kenapa harus puasa, untuk apa puasa itu, dan tujuan apa yang ingin dicapai dari puasa. Bulan puasa tidak melatih kita menahan hawa nafsu, ia malah mendorong kita mengumbar hawa nafsu. Sungguh aneh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar