Senin, 27 Juni 2016

Renungan Part 64 (Puasa Ego)

triplecrownleadership.com

Salah satu iklan di TV yang sering kulihat saat bulan ramadhan ini adalah bagaimana seseorang sangat tergoda dengan lingkungannya yang dengan gamblang makan dan minum. Bagiku, ini mengisyaratkan bahwa godaan terbesar dalam berpuasa adalah melihat orang lain makan dan minum saat kita lapar dan haus. Kurasa ini kurang tepat. Jika kita melihat puasa sebagai pendidikan diri dalam mengontrol hawa nafsu, maka cobaan terbesar berpuasa adalah mengontrol ego kita. 

Beberapa bulan terakhir ini misalnya, aku sangat malas membuka facebook. Kalaupun buka, paling hanya mengecek notification dan melihat status orang-orang tertentu. Salah satu alasannya adalah seringkali seringkali aku mendapati status yang membuat darah ini mendidih. Bisa karena isinya mengandung fitnah tertentu, atau pemikiran yang aku anggap bodoh dan menyesatkan. Seperti beberapa waktu lalu, aku mendapati status semacam itu tentang agama, dan jari ini gatal sekali ingin mendebat dan mematahkan argumennya, aku menganggap bahwa dia salah dan aku harus meluruskannya. Setelah saling melempar argumen, ternyata aku menang. Aku bangga dan serasa menjadi pahlawan pembela agama, karena berhasil memberikan pencerahan pada orang bodoh itu.

Ketika dipikir kembali, apa yang aku bela bukanlah agama, boro-boro Tuhan yang kupercaya. Apa yang aku bela adalah egoku sendiri yang menyatakan pendapatku benar dan dia salah. Aku seringkali bingung membedakan mana kepentingan Ego dan mana yang memang kepentingan Tuhan (loh?? siapa aku sehingga bisa memahami apa yang menjadi kepentingan Tuhan??) Justru seringkali Ego ku menyamar menjadi Tuhanku, ia menjadi sesembahanku. Yang kubela bukanlah kebenaran sejati, namun kebenaran egoku. Ketika aku menyembah ego, aku tidak pernah melihat sudut pandang lain karena hanya aku yang benar dan yang lain salah, aku tidak pernah menyelami sudut pandang orang lain, dan memahami faktor-faktor yang membuat mereka berpendapat demikian. Yang mana, mungkin, di dalam pendapat mereka ada kebenaran yang mampu melengkapi kebenaran (yang tak pernah sempurna) yang kupercayai. 

Keakuan, kepunyaanku, kebenaranku, dan aku-aku lainnya lebih sulit dikontrol daripada rasa lapar dan haus ini. Maka sekarang aku agak rajin membuka facebook sebagai latihan, apakah ego ini bisa aku kontrol? atau aku kembali tenggelam dalam penyembahan ego?



    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar