Rabu, 03 Agustus 2016

Renungan Part 66 (Belajar Meneladani Nabi)

sholawat.co

Siang itu seperti biasa, seorang siswa maju ke atas mimbar untuk menunaikan tugasnya menyampaikan kultum siang. Kegiatan ini memang dilakukan untuk melatih siswa di sekolah kami agar mereka siap secara mental untuk berbicara di depan umum dalam berdakwah. Siswa itu adalah siswa yang pintar dan penuh semangat, dan ia mengutip sebuah kisah dari buku yang dibacanya.

Begini kira-kira ringkasan kisah tersebut:

Di zaman kekhalifana Umar bin Khatab, ada sekelompok anak muda yang sedang bermain bola, lalu tanpa sengaja bola itu tertendang dan mengenai seorang pastur yang sudah tua. Ketika para anak muda tersebut meminta bola itu kembali, si pastur marah dan tidak mau mengembalikan bola tersebut. Para anak muda pun memohon sambil menyebut nama Nabi Muhammad dengan harapan si pastur akan luluh hatinya. Tapi ternyata si pastur malah makin marah dan menghina Nabi Muhammad, tersulutlah amarah para anak muda itu mendengar nabi besar mereka dihina oleh seorang pastur kristen, lalu mereka mengambil sebuah tongkat dan memukuli si pastur sampai meninggal dunia. Ketika kabar ini sampai di telinga sang khalifah, ia merasa bangga bahwa ternyata anak muda muslim memiliki cinta yang begitu besar pada Nabi Muhammad, sehingga mereka membela nama baik nabi sedemikian rupa.

Bagaimana pendapat anda tentang cerita di atas? Apakah anda setuju dengan sang Khalifah? Terlepas kevalidan cerita di atas, benar atau tidaknya cerita itu terjadi atau hanya fiksi, dalam pandanganku, cerita ini sangat bermasalah.

Cerita ini menjustifikasi tindakan kriminal (membunuh orang lain) atas nama kebaikan (membela nama baik Nabi). Seakan-akan membunuh orang lain itu boleh asal punya alasan yang mulia. Kurasa ini adalah motivasi para pelaku bom dan teror di seluruh dunia, dan kita semua tidak ada yang setuju dengan para pelaku bom dan teror itu kan? bagaimana bisa membunuh orang lain jadi tindakan hebat hanya karena orang yang kita junjung dihina? secara pribadi aku sangat tidak setuju itu.

Mari kita meneladani Nabi, apa yang beliau lakukan ketika ada yang menghinanya? Ingat ketika nabi dilempari batu dan Malaikat Jibril menawarkan bantuan untuk menghukum mereka tapi Baginda Nabi menolak? Ingat cerita seorang yahudi yang selalu melempar Nabi dengan tai, tapi justru masuk islam karena ketika ia sakit, Nabi Muhammad justru menjenguk dan membawakannya makanan? Ingatkah perlakuan penduduk Mekkah yang kejam terhadap Nabi dan pengikutnya, tapi ketika peristiwa Futuh Mekkah, apakah Nabi membalas dendam dengan membunuh mereka yang telah berlaku kejam padanya? ataukah justru ia mengampuni dan menjamin keselamatan mereka asal mereka menyerah?

Dari ketiga kejadian tadi, aku menyimpulkan bahwa Nabi tidak pernah membalas penghinaan, perlakuan kasar dengan sesuatu yang lebih buruk, tapi justru ia memaafkan, bahkan memberikan kasih sayang pada mereka. Aku sangat yakin Nabi Muhammad yang sangat kita junjung tidak menyarankan jalan kekerasan, terutama membunuh si pastur yang telah menghina nabi. Ia pasti akan menyarankan jalan yang lemah lembut dan kasih sayang, jalan cinta.

Seringkali kita tidak menyadari bahwa tindakan yang kita sebut membela kehormatan Nabi Muhammad itu sebenarnya adalah membela ego kita sendiri yang terluka, ego kita yang beridentitas muslim terluka dengan penghinaan orang lain akan tokoh terbesar islam, dan kita ingin membalasnya demi kesembuhan ego ini. Bukan demi Nabi kita! Pembuktian cinta kita pada Nabi Muhammad memang sangat perlu, terutama dalam kondisi ketika Nabi kita dipojokan atau dihina, tapi cara yang salah memberikan hasil yang lebih buruk. Jika ego yang didahulukan, bukan akal sehat dan hati, yang senantiasa meneladani Nabi sendiri, maka keadaan justru akan semakin memburuk, bukan simpati yang didapat islam dari dunia, tapi antipati!
 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar