Senin, 10 Maret 2014

renungan part 15 (hikmah konser DEBU)

Pada tanggal 8 MAret 2014 kemarin, sekolah tempat aku mengajar mengadakan sebuah acara lomba, dan bintang tamu untuk penutupan lomba tersebut adalah grup band DEBU. Anda tentunya pernah mendengar grup band yang beranggotakan orang-orang bule ini. Biasanya mereka ramai menghiasi layar kaca di bulan-bulan ramadhan karena mereka memang band yang menyanyikan lagu-lagu berbau keislaman, dan itu pun menjadi salah satu alasan kenapa sekolah mengundang band tersebut (sebenarnya alasan terbesarnya adalah karena sekolah mendapatkan potongan harga, la wong anak manajernya murid di sekolah itu, haha lumayan walaupun tidak full personil yang datang).

Dalam pertunjukan selama kurang lebih 50 menit itu Debu menyanyikan 7 lagu kalau tidak salah, dan yang menarik adalah di sela-sela lagu, Mustafa (sang vokalis utama) selalu memberikan cerita yang menyejukan jiwa. Dalam kesempatan ini aku ingin berbagai dua kisah yang menarik dari DEBU.

Pertama adalah pesan toleransi yang dibawa DEBU, sebelum menyayikan lagu yang berisi pesan toleransi Mustafa bertanya pada penonton.
  
                "Kenal pemain seruling yang berdiri di samping saya?" sambil menunjuk Salim si pemain seruling.
             
                "Salim....!" penonton menjawab kompak, para personil memang telah diperkenalkan namanya sebelum mulai bernyayi.

                 "Bagus.... kalau saya bilang begini betul tidak, Salim ada di sebelah kanan" Salim memang berdiri di sebelah kanan Mustafa.

                 "Tidak, tapi di Kiri..... " Penonton yang mayoritas siswa sekolah tempatku mengajar protes.

                 "Nah... itulah hakikat perbedaan pendapat, saya mengatakan Salim berada di kanan, karena memang dia ada di kanan saya, tapi jika dilihat dari penonton dia ada di sebelah kiri. Pada dasarnya orang yang berbeda pendapat hanyalah memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda." Mustafa menyimpulkan.

Aku sangat setuju dengan pendapat mustafa, terkadang kita sangat mudah menyalahkan orang lain yang berpendapat berbeda tanpa mendalami sudut pandang mereka, seakan-akan kita selalu yang benar. Analogi mustafa sungguh sederhana namun sangat dalam.

Hal yang kedua adalah bagaimana DEBU mengajak untuk melihat apapun yang terjadi pada kita (takdir) dengan kacamata berbeda. Mustafa pun mulai bercerita tentang Laila Majnun, bagi kawan-kawan yang tidak tahu kisah itu, aku akan menjelaskan sedikit. Kisah itu bercerita tentang seorang laki-laki bernama Qays yang jatuh cinta pada Laila, namun cinta mereka tidak direstui oleh orang tua Laila dan keduanya pun dipisahkan, Qays yang tak bisa berpisah dari Laila akhirnya terlarut dalam kesedihan baknya orang gila sehingga orang-orang menyebutnya majnun (gila). sekilas cerita ini memang mirip cerita romeo and juliet, tapi dengan setting timur tengah. Pada kesempatan saat itu, Mustafa hanya menceritakan sepenggal kisah dari keseluruhan kisah hidup Laila Majnun kepada penonton:

Alkisah suatu waktu, keluarga Laila hendak mempermalukan Majnun di depan masyarakat agar dia tidak lagi mencintai Laila. Maka disusunlah sebuah rencana, mereka akan membuat pesta jamuan besar dimana Laila nanti akan menjadi pelayan yang menuangkan makanan pada piring-piring tamu. Semua warga diundang termasuk sang kekasih hati Majnun yang sangat senang karena akan mendapat kesempatan bertemu dengan Laila. Keduanya memang sangat sulit bertemu karena tidak direstui. Di hari yang ditentukan nampak tamu mengantri sambil memegang piring yang nantinya diberikan pada Laila untuk diisi makanan. Pada saat bagian Majnun tiba untuk memberikan piringnya, Laila dengan segera memecahkan piring yang dibawa oleh Majnun.

Melihat kejadian itu, keluarga Laila sangat senang, karena Majnun pastinya malu, dan Laila pun sudah tidak mencintainya lagi karena dia mau melakukan apa yang disuruh, yaitu memecahkan piringnya. Anehnya, tak tampak sedikitpun gurat kesedihan di wajah Majnun, justru dia tersenyum-senyum gembira. Melihat keanehan itu salah sati warga mendatanginya dan bertanya.

        "Kenapa kamu tersenyum? padahal keluarga Laila telah mempermalukanmu di depan umum"

        "Malu? aku tidak merasa dipermalukan" jawab Majnun.

        "Lalu, kenapa Laila memecahkan piringmu jika bukan untuk menunjukan kebenciannya padamu dan membuatmu malu?"

        "oh... anda salah paham, Laila memecahkan piring itu maksudnya adalah agar aku mengantri lagi dan bertemu lagi dengannya" Majnun tersenyum.

Cerita yang sungguh menyentil bagiku, Mustafa mengajak kita untuk bersikap seperti halnya Majnun, melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, tidak hanya dari sudut pandang masyarakat umum. Jadi mungkin hal buruk yang menimpa diri kita ini sebenarnya justru tanda kasih sayang Allah pada kita, hanya kita tidak dapat melihat cinta-Nya. 

penampakan grup band DEBU (foto-foto konsernya di sekolah belum bisa diupload karena masih belum terkumpul....)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar