Selasa, 11 Maret 2014

renungan part 16 (the power of basmalah)

Siang ini, ketika berselancar di internet dan membuka Sosmed Facebook aku melihat sebuah postingan foto yang cukup menarik, berikut penampakannya:



Aku pun termenung membaca kata demi kata dalam foto tersebut, secara reflek aku pun akan mengatakan setuju dengan kata-kata tersebut. Tapi setelah kurenungi, ada hal lain muncul dalam benakku.

Tentu kita pernah mencurahkan kesabaran kita, kepedulian kita, dan kesetiaan kita pada seseorang atau sesuatu. Tentu tak banyak dari kita pula kecewa karena seringkali kesabaran, kepedulian atau kesetiaan itu tidak dihargai atau lebih buruk lagi dikhianati.

Mungkin  kita adalah seseorang yang sabar menghadapi temannya yang berperangai kurang baik, dan karena peduli dengannya kita pun berbuat baik padanya, tapi ternyata memang perangai buruknya sudah menjadi tabiat sulit diubah dan akhirnya kita muak lalu akhirnya pergi. Mungkin  kita adalah seorang pemimpin yang sabar dan peduli pada orang yang kita pimpin, tapi setelah melihat keburukan mereka, sikap tidak menghargai mereka atas semua usaha dan pengorbanan yang kita lakukan sebagai pemimpin demi kesejahteraan mereka, kita pun muak dan meninggalkan mereka. Atau kita adalah orang yang sabar, peduli dan setia pada pasangan yang kita pilih menjadi pendamping kita, tapi ternyata kesabaran, kepedulian, dan kesetiaan itu tidak dihargai, lalu kita pun muak dan meninggalkannya, dengan rasa sakit hati yang mendalam.
   
Kata-kata dalam foto itu mengingatkanku pada sebuah bab dalam buku Quranic Wisdom karangan Jalaludin Rakhmat. Bab yang membahas tentang lafadz basmalah itu mencoba mengingatkan pembaca bahwa lafadz yang dianjurkan untuk dibaca di awal setiap kegiatan manusia itu memiliki makna yang dalam. lafadz itu bermakna bahwa dengan ucapan itu, kita niatkan semua tindakan kita hanya lillahita'ala. Makan yang dimulai dengan basmalah, berarti kita makan semata-mata untuk menyambung hidup agar sehat walafiat dan dapat melakukan ibadah yang menjadi tujuan hidup manusia, bukan untuk memenuhi hawa nafsu perut kita.   

Aku pun berpikir, maka jika kita bersabar, peduli dan setia lillahita'ala kurasa tidak akan ada rasa muak, bosan, atau sakit hati karena balasan yang kita terima ternyata tidak baik. Tanpa basmalah (meniatkan tindakan lillahita'ala) respon orang lain menjadi faktor terbesar berlanjut atau tidaknya kesabaran, kepedulian dan kesetiaan kita. Bagaimana jika kita niatkan untuk Allah? aku peduli pada seseorang karena Allah, maka respon apapun yang kudapat dari mereka tidak berefek kepadaku, karena yang menjadi motivasiku bukanlah penghargaan dari manusia lain, tetapi dari yang memiliki manusia. Jika dulu Nabi Muhammad berdakwah tidak karena Allah, apa mungkin dia bertahan direspon buruk oleh penduduk Mekah? Padahal yang beliau kabarkan adalah kebenaran, tapi mereka (penduduk Mekah) mencemoohnya. Kurasa beliau tidak akan bertahan lama.

Kesimpulanku kali ini, aku harus sering-sering memaknai basmalah yang kubaca di awal kegiatan, agar niatku tetap lurus kepada Allah bukan mencari penghargaan manusia lainnya.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar