Rabu, 26 Maret 2014

Renungan part 20 (Antri dong....)

Beberapa hari yang lalu aku sempat membaca sebuah artikel di kompasiana yang membandingkan budaya antri di indonesia dan di luar negeri, dan kesimpulannya adalah masyarakat indonesia masih tidak menghargai budaya mengantri.


Aku memiliki dua pengalaman menarik berhubungan dengan budaya antri ini. Pengalaman pertama terjadi di Polsek Ciputat, waktu itu aku sedang ingin membuat surat kehilangan dari kepolisian. Melihat ada orang yang sedang melapor juga, akupun duduk menunggu untuk mengantri, tak lama kemudian ada seorang laki-laki berpakaian agak lusuh masuk, melihat ada beberapa orang yang sedang duduk menunggu, dia pun bertanya "ngantri ya mas?", kami pun serempak mengangguk. Si laki-laki tadi tetap berdiri di sampingku di depan pintu ke ruangan pelaporan. Tak lama kemudian, pelapor yang di dalam ruangan telah selesai, polisi pun memanggil pelapor berikutnya, yang tak lain adalah aku (kalau mengurutkan berdasarkan antrian). Tiba-tiba si laki-laki yang berdiri tadi berkata kepadaku "saya duluan aja mas.." sambil ngeloyor masuk ke ruangan. Aku yang belum sempat berdiri hanya melongo. Cukup kesal, tapi kucoba menyabarkan diri saja. Kemudian terdengar suara polisi di dalam ruangan berteriak. "Emang siapa yang datang duluan? antri mas!" rupanya si polisi memang tahu bahwa laki-laki itu datang paling terakhir (ruangan pelaporan dan ruangan tunggu hanya disekat kaca.). Alhasil, si laki-laki keluar kembali dengan muka bete, dan aku pun masuk dengan tersenyum.

Pengalaman keduaku terjadi tadi malam di warung nasi di daerah Legoso, Ciputat yang selalu penuh. Saat aku masuk pemilik warung sedang melayani satu pelanggan. aku pun menunggu dengan sabar, beberapa lama kemudian ada seorang ibu-ibu, berpakaian rapi lengkap dengan jilbab datang. Saat pemilik warung selesai melayani palanggan, dia pun bertanya apa pesananku, setelah kujawab, ibu-ibu tadi segera memberikan uang kepada pemilik warung sambil berkata "sayur asemnya empat ribu mbak...". Si pemilik warung bengong sebentar, lalu segera mengambil uangnnya dan melayani dia lebih dulu!!! aku yang jelas-jelas lebih dulu datang, yang dia tanya lebih dulu dicuekin saja. Aku hanya tersenyum-senyum saja sambil berpikir memang benar tulisan di kompasiana itu. Budaya mengantri belum mengakar di masyarakat Indonesia.

Pertanyaanku sekarang adalah kenapa itu bisa terjadi? apa yang menyebabkan mayarakat kita tidak mau mengantri? aku pun merenung.

Menurutku, ini semua berawal dari rasa egois yang ada dalam diri manusia. Egois memang sifat dasar manusia, dalam keadaan tertentu manusia pastinya akan mementingkan dirinya daripada orang lain, dan hanya orang-orang tertentu saja yang rela mengorbankan rasa egoisme mereka demi orang lain. Bukti bahwa ada orang yang bisa menekan egoisme mereka sebenarnya sebuah tanda bahwa menekan egoisme bisa diajarkan. Jadi pertanyaannya adalah apakah kita dididik seperti itu?

Kemudian aku berpikir bahwa kita harus menekan egoisme dalam diri karena kita harus sadar bahwa kita tidak hidup sendiri di dunia ini, ada hak-hak orang lain yang harus kita hormati dan penuhi. Mengantri dengan benar artinya kita menghormati hak-hak orang lain yang datang lebih awal, ketika kita menyerobot antrian, maka ada hak orang lain yang kita langgar. Artinya kita menzalimi orang itu, dan menurutku itu indikasi bahwa akhlaknya kepada manusia sungguh jelek. Akhlak yang jelek menandakan ibadahnya kepada Tuhan tidak membekas pada dirinya, jadi kesimpulannku dia bukan orang yang beragama dengan baik (karena jilbab itu simbol keshalehan yang diwujudkan dalam akhlak, harusnya ibu-ibu di warteg itu copot jilbab aja....  <Emosi> hahaha.........).

Hal lain yang menjadi pikiranku adalah peran pihak berwenang dalam isu ini, menurut salah satu tulisan di kompasiana, ketidakmauan mengantri dapat mengindikasikan ketidakpercayaan masyarakat pada otoritas tertentu, atau sistem yang ada memang tidak mendukung budaya ini. Pengalamanku di Polsek Ciputat menjadi bukti bahwa peran otoritas tertentu sangat berpengaruh untuk mendidik masyarakat dalam mengantri (polisi dan pemerintah contohnya). Kalau kita masuk ke bank maka, kita disediakan jalur antrian, dan itu adalah sistem baik yang dipakai untuk memaksa nasabah mengantri.

Perhatikanlah rapinya antrian bioskop di bawah ini:


Di gamnbar tersebut, nampak ada pembatas untuk mengantri yang disediakan. Sekarang bandingkan dengan gambar berikut:






Apakah ada usaha untuk membuat mereka mengantri?? jadi, peran otoritas sangatlah penting.

  
Oleh karena itu, mari kita tanamkan dalam diri untuk menghormati hak orang lain dalam antrian, dan jika kita bisa mengantri tanpa harus dipaksa sistem atau otoritas tertentu, pastinya itu lebih indah, dan itu adalah tanda dari masyarakat yang terdidik dan maju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar